logo Kompas.id
SastraNamaku Demensia
Iklan

Namaku Demensia

Kemudian waktu memberi nama Demensia padanya. Nama itu dia terima tanpa sanggahan bercampur dengan suara lantang.

Oleh
Fanny J. Poyk
· 8 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/lsCmmksRKu_1fQOoVvCg7tfBwFk=/1024x1296/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F27%2F5af3e90d-424d-47cb-b24c-2c112c65db62_jpg.jpg

Wajah mudanya sudah lama terpulas waktu. Ia memandang cermin, mencoba mengulik perjalanan dari raut kesegaran dan elastisitas kulit yang pernah menutupi tulang tengkorak wajahnya. Ada kenangan yang dulu pernah ia miliki kembali menguak dari ingatannya, sesekali bagai tampilan potongan-potongan kisah film yang terpecah menjadi beberapa masa nan epik. Ada satu adegan kala kemudaan menjadi sorot dari beberapa pasang mata yang memuji kecantikan ragawi saat melekat kuat di raganya. Ada pula perjalanan masa saat sang suami menatap kuat di keelokkan dan sintalnya tubuh yang pernah ia miliki. Namun, keluh itu pada akhirnya menukik pada napas panjang tanpa suara, mencari segala tampilan keindahan yang pernah ada.

Sesungguhnya ia ingin memutar waktu. Menuntunnya kembali ke pusaran awal. Namun, itu hanya sebatas keinginan. Absurditas kehidupan telah membawanya pada satu titik proses pengejawantahan dari yang ada akan menjadi tiada. Ia menyadari hal itu. Dari tanah akan menjadi tanah. Jasad mengikuti proses pembentukan alam, alamiah dan akan mengikuti alur yang ada. Bergabung dengan segala kutu dan belatung hingga akhirnya kata ‘manusia’ hanya akan menjadi beberapa kalimat dari bait-bait puisi yang pernah dia tulis. Entah larik puisi itu akan dikenang atau tidak, dia tidak tahu. Yang pasti, segala atribut penyerta dari harta dunia seperti uang, emas, berlian, mutiara, rumah-rumah dan benda tak bergerak lainnya, lebih memukau untuk mereka yang pernah mengetahuinya. Atau barangkali juga dia akan dianggap sebagai seonggok tubuh manula yang masih memiliki daya pikat ketika semua benda itu belum dituliskannya pada selembar surat kuasa dari pembagian warisan yang dia miliki. Inilah salah satu sebab, mengapa dia masih menilai dari sosok-sosok yang mendekati dirinya bagai semut mencari seonggok gula. ”Aku akan memulainya dengan penuh strategi, akan kumasukkan segala gestur yang paling manipulatif dari seluruh kehidupan yang pernah kujalani. Agar ketika waktuku tiba, aku bisa tahu siapa saja dari mereka yang benar-benar tulus mengasihiku, siapa yang hanya berpura-pura dengan mengincar semua harta dunia milikku,” ujarnya dalam hati.

Editor:
MARIA SUSY BERINDRA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000