Gerindra dan Target Mencapai Puncak
Partai Gerindra memiliki rekam jejak yang cepat merebut kepercayaan masyarakat. Pemilu 2024 akan menjadi tantangan apakah partai ini mempu meningkatkan elektoralnya.
Sebagai partai politik yang didirikan secara cepat, Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra memiliki rekam jejak yang juga cepat dalam merebut kepercayaan masyarakat.
Tren elektabilitas partai ini terus meningkat. Pemilu 2024 menjadi ujian apakah elektabilitasnya akan mencapai puncak dengan target memenangi pemilihan umum atau justru turun peringkat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Deklarasi pembentukan Partai Gerindra pada 6 Februari 2008 berdekatan waktunya dengan dimulainya waktu pendaftaran dan masa kampanye Pemilu 2009. Meski terbilang cepat, hasil Pemilu 2009 menjadi titik awal yang baik bagi partai ini karena langsung mencuri hati rakyat.
Dalam buku Paradoks Indonesia dan Solusinya yang ditulis Prabowo Subianto (cetakan ketiga, 2022), pembentukan Partai Gerindra berawal dari adanya kesadaran menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kuat dan terhormat, bangsa yang rakyatnya hidup sejahtera.
Menurut Prabowo, kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran sistem ekonomi dan politik yang dipilih para pendiri bangsa, yaitu sistem ekonomi dan demokrasi Pancasila, atau sistem ekonomi konstitusi. Itu sebenarnya adalah pilihan terbaik untuk membangun Indonesia dan mencapai cita-cita kemerdekaan.
Namun, sistem ekonomi yang sekarang dijalankan negara tidak sesuai dengan apa yang digariskan dalam UUD 1945 yang asli atau versi 18 Agustus 1945. UUD 1945 merupakan rumus untuk kebangkitan bangsa Indonesia. Untuk itu, mengembalikan haluan ekonomi negara menjadi sebuah tujuan yang harus diperjuangkan.
Selanjutnya, menurut Prabowo, tidak mungkin dia akan berhasil mengembalikan haluan ekonomi negara tanpa perjuangan politik. Oleh karena itu, kemudian diperlukan kendaraan untuk perjuangan politik tersebut, dan itulah Partai Gerindra.
Baca juga : PKB, Mempertahankan Tren Positif Elektoral
Perolehan suara
Meski tergolong partai baru saat mengikuti kontestasi Pemilu 2009, Partai Gerindra berhasil mendapat 4,6 juta suara atau 4,46 persen dari total pemilih yang menggunakan hak pilihnya.
Hasil pemilu pertama yang diikuti Partai Gerindra ini mengantarkannya masuk ke parlemen nasional dengan 26 kursi. Pada Pemilu 2014, perolehan suara Partai Gerindra naik tiga kali lipat. Gerindra meraih 14,75 juta suara atau 11,81 persen dari total suara sah nasional. Kursi Gerindra di DPR juga naik menjadi 73 kursi.
Perolehan suara dan kursi di pemilu kedua yang diikuti ini menempatkan Gerindra ke jajaran partai papan atas. Gerindra menduduki urutan tiga besar dalam hal perolehan suara dan kursi di parlemen nasional. Posisi Gerindra berada di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Golkar.
Pada Pemilu 2019, posisi Gerindra meningkat lagi ke urutan kedua dari sisi perolehan suara. Posisinya hanya dikalahkan PDI-P. Perolehan suara Gerindra pada Pemilu 2019 menjadi 17,59 juta suara atau 12,57 persen dari total suara.
Perolehan ini beda tipis dari Partai Golkar yang mendapat 17,22 juta suara atau 12,31 persen dari total suara sah nasional. Akan tetapi, dari segi alokasi kursi di DPR, jumlah kursi yang berhasil diraih Partai Golkar lebih banyak dibandingkan Gerindra. Partai Golkar mendapat 85 kursi, sedangkan Gerindra 78 kursi.
Tren elektabilitas yang terus meningkat ini menunjukkan dominasi Gerindra yang semakin luas sekaligus menggambarkan semakin kuatnya modal politik yang dimiliki Gerindra untuk kontestasi kepresidenan.
Jika dilihat per provinsi, daerah-daerah yang menjadi kantong suara Gerindra berpusat di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Kantong suara Gerindra di Pulau Jawa mencapai 60,29 persen dari total suara Gerindra secara nasional pada Pemilu 2019.
Jawa Barat konsisten menjadi lumbung suara terbesar Gerindra dalam tiga pemilu terakhir. Pada Pemilu 2009, Jawa Barat menyumbang 19,24 persen dari total suara Gerindra.
Pada pemilu berikutnya, meski tetap menjadi penyumbang terbesar, porsinya berkurang menjadi 16,12 persen. Baru pada Pemilu 2019, kontribusi Jabar meningkat jadi 24,84 persen.
Di luar provinsi di Pulau Jawa, provinsi lainnya yang menyumbang suara cukup besar terhadap Gerindra adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Lampung.
Baca juga : Gerindra Konsolidasi Kekuatan dan PDI-P Makin Terpacu Bergerak Cepat
Ketua umum
Elektabilitas Partai Gerindra tidak lepas dari pengaruh sosok Prabowo Subianto, salah satu pendiri partai berlambang kepala burung garuda ini yang sekarang juga menjabat ketua umum. Sejak Partai Gerindra dibentuk, baru ada dua sosok yang menjadi ketua umum Partai Gerindra.
Sosok pertama adalah Suhardi yang menjabat sejak 6 Februari 2008 hingga meninggalnya pada 28 Agustus 2014. Posisi itu kemudian dipegang Prabowo yang terpilih secara aklamasi dalam kongres luar biasa, 20 September 2014, di Bogor, Jawa Barat.
Dalam kongres luar biasa tersebut Prabowo menyatakan keinginannya supaya Gerindra dapat menjadi partai nomor satu di Indonesia (Kompas, 21/9/2014).
Setelah secara berturut-turut Gerindra menjadi partai nomor tiga pada Pemilu 2014 dan nomor dua pada Pemilu 2019, keinginan tersebut tidak berlebihan untuk disaksikan apakah dapat terpenuhi pada Pemilu 2024.
Prabowo merupakan sosok kuat yang memengaruhi elektabilitas Gerindra. Bahkan, sejak mengikuti pemilu pertama kali pada 2009, Prabowo telah tampil dalam kontestasi kepresidenan dengan menjadi calon wakil presiden mendampingi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang menjadi calon presiden.
Namun, pasangan capres-cawapres Megawati-Prabowo ini kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Pada Pemilihan Presiden 2014, Prabowo maju sebagai capres berpasangan dengan cawapres Hatta Rajasa.
Pasangan ini diusung koalisi partai yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Bulan Bintang. Namun, pasangan ini kalah dari pasangan calon Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Partai Gerindra kembali mencalonkan Prabowo sebagai presiden pada Pilpres 2019 berpasangan dengan Sandiaga Uno. Selain Gerindra, pasangan ini juga diusung Partai Demokrat, PKS, PAN, dan Partai Berkarya.
Namun, Prabowo dan pasangannya kalah dari pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun, Prabowo kemudian menerima tawaran untuk bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju dengan portofolio tugas sebagai Menteri Pertahanan.
Pada Pemilihan Presiden 2024, untuk yang ketiga kalinya Gerindra mengusung Prabowo menjadi capres. Kali ini Gerindra berkoalisi dengan Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, PBB, Partai Gelora, Partai Garda Republik, dan Partai Prima dalam wadah Koalisi Indonesia Maju. Prabowo akan berpasangan dengan cawapres Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo.
Dengan dinamika dan manuver politik yang terjadi menjelang pemilu, Gerindra tentu menghadapi tantangan yang tidak mudah untuk menjadi partai nomor satu sekaligus mewujudkan Prabowo menjadi presiden ke-8 RI.
Target itu seperti pernah diutarakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman bahwa pada Pemilu 2024 Gerindra ingin melampaui capaian 2019. Seperti dikutip dari laman daring fraksigerindra.id (19/10/2022), ia mengatakan, ”Target maksimal kami adalah Prabowo presiden dan Gerindra menang.” Bisakah terwujud? Kita tunggu saja hasil pilihan rakyat kelak. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Jokowi Restui, Prabowo Pilih Gibran