Survei Litbang ”Kompas”: SBY Turun Gunung, Prabowo Banjir Pendukung?
Seperti juga kehadiran ”faktor Jokowi”, adanya dukungan politik SBY kepada Prabowo diperkirakan menjadi faktor pendorong terjadinya peningkatan elektabilitas. Kendati demikian, dukungan lain masih diperlukan Prabowo.
Bergabungnya Partai Demokrat pada Koalisi Indonesia Maju, koalisi partai politik yang mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2024, seolah menjadi tambahan energi baru yang kian memuluskan langkah politik Prabowo.
Terlebih, adanya kehadiran dan dukungan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bersama segenap pimpinan tertinggi partai di kediaman Prabowo, Minggu (17/9/2023), semakin melegitimasikan kekuatan politik Prabowo yang terbilang kokoh oleh para penantangnya.
Sebelum dukungan politik diraih, sebagai bakal calon presiden, kekuatan politik Prabowo sebenarnya sudah terbilang kuat. Merujuk berbagai hasil survei, misalnya, sepanjang persaingan pemilu posisi keterpilihannya selalu pada barisan atas persaingan. Belakangan, dalam berbagai hasil survei elektabilitas, posisi keterpilihannya justru semakin menguat dan potensial menjadi pemenang.
Hasil survei Litbang Kompas periode Agustus 2023 jelas menunjukkan sisi kekuatan Prabowo yang tidak dapat diremehkan. Persaingannya dengan Ganjar Pranowo menjadi sedemikian ketat. Pada survei itu, proporsi dukungan pemilih keduanya kini tidak terpaut jauh.
Dalam survei menggunakan model pertanyaan terbuka, misalnya, sosok Ganjar tampak unggul tipis. Begitu juga pada model pertanyaan tertutup, keunggulan Ganjar masih tersirat. Hanya saja, saat dihadap-hadapkan (head to head) kedua sosok teratas ini, hasil simulasi survei menunjukkan jika Prabowo mampu mengungguli Ganjar.
Ketatnya peta persaingan politik di antara kedua sosok papan atas capres, di satu sisi menunjukkan jika sejauh ini belum adanya jaminan kemenangan bagi keduanya. Kedua sosok memang berpotensi saling mengalahkan. Di sisi lain, ketatnya persaingan sekaligus juga menyiratkan keterbatasan yang dimiliki setiap bakal capres. Itulah mengapa, guna memenangkan persaingan masih diperlukan dukungan faktor kekuatan lain.
Dalam beberapa kajian sebelumnya, keberadaan dan pengaruh politik Presiden Joko Widodo, biasa disebut sebagai ”faktor Jokowi” dinilai mampu memperkuat keterpilihan. Tecermin dalam hasil survei, jika siapa pun sosok capres yang berupaya meneruskan program kerja pemerintahan Jokowi sebagai bagian dari program kerjanya, akan menuai insentif elektoral yang terbilang signifikan.
Begitu juga jika Jokowi secara langsung memberikan dukungan politik kepada salah satu calon presiden, maka peningkatan dukungan pada sosok yang dirujuk tersebut terjadi.
Bagi Prabowo, keberadaan faktor Jokowi menjadi necessarycondition yang potensial tidak hanya memperkuat dukungan tetapi sekaligus memenangkan pertarungan. Kalkulasinya, jika dukungan Jokowi tertuju pada Prabowo, tidak kurang elektabilitas Prabowo meningkat menjadi 35,1 persen. Proporsi itu mengungguli pesaing terdekatnya, Ganjar, dengan penguasaan hanya 30,5 persen.
Menariknya, proporsi dukungan yang diraih Prabowo ini juga terbilang masih relatif lebih tinggi jika pada kesempatan yang sama dukungan Jokowi tertuju kepada Ganjar. Dengan kalkulasi semacam itu, dapat disimpulkan dalam kondisi tertentu, keberadaan faktor Jokowi relatif memiliki daya dongkrak lebih tinggi pada Prabowo.
Selain faktor Jokowi, terdapat pula beragam faktor lain yang potensial memperluas dukungan politik pemilih. Terakhir, kehadiran dan dukungan politik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat juga menjadi faktor yang memoderasi pilihan pemilih pada setiap sosok politik yang dirujuk.
Bagaimanapun, sosok SBY, dengan latarnya sebagai presiden keenam negeri ini, tidak diragukan lagi kualitasnya sebagai salah satu ”king maker” politik. SBY dengan instrumen kekuatan Partai Demokrat, yang selama ini memilih beroposisi pada pemerintahan, turut menjadi determinan politik. Itulah mengapa, dukungan yang diberikan SBY kali ini menjadi dorongan kekuatan politik baru yang signifikan bagi Prabowo.
Baca juga Kompaspedia: Profil Partai Demokrat
Dukungan SBY kepada Prabowo dari sisi elektoral minimal tidak terlepas dari potensi bakal beralihnya pilihan para pendukung Demokrat. Partai yang identik dan loyal terhadap SBY itu selama ini pilihannya belum terkonsentrasi pada salah satu sosok capres. Sejalan dengan dukungan politik SBY kepada Prabowo, maka dukungan pemilih Demokrat potensial terkonsentrasi pada Prabowo.
Namun, persoalannya, seberapa besar proporsi dukungan pemilih Demokrat yang potensial beralih tersebut? Lebih jauh lagi, apakah potensi tambahan dukungan pemilih Demokrat tersebut akan memperluas basis dukungan pada Prabowo di wilayah-wilayah yang memang belum terkuasai Prabowo?
Membaca hasil survei, khususnya terkait dengan orientasi pilihan politik para pemilih Demokrat, dapat memberikan gambaran besaran kekuatan dan peluang perubahan yang bakal terjadi sejalan dengan dukungan SBY kepada Prabowo.
Survei periode terakhir, para pemilih Demokrat terbilang sebesar 7 persen. Jika ditelusuri, bagian terbesar (54,2 persen) pemilihnya terkonsentrasi secara merata di Pulau Jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selebihnya, tersebar di luar Jawa.
Proporsi sebaran pemilih Demokrat yang terkonsentrasi di Jawa ini, khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah, menjadi daya tarik tersendiri bagi kekuatan dukungan bagi Prabowo. Pada beberapa kabupaten di Jawa Timur, seperti Pacitan, Ponorogo, dan Magetan, bahkan Demokrat memiliki basis dukungan yang terbilang loyal dan telah teruji dalam setiap pemilu.
Menarik mengamati dari sisi pilihan calon presiden para pendukung Demokrat. Hasil survei menunjukkan, jika sosok Anies Baswedan menjadi bakal calon presiden yang terbanyak dirujuk pemilih Demokrat.
Tidak kurang dari 27,4 persen pemilih Demokrat menyatakan jika Anies menjadi sosok pilihan. Menyusul kemudian, sebanyak 20 persen mengungkapkan akan memilih Prabowo dan sebesar 14,7 persen cenderung memilih Ganjar.
Perlu ditegaskan di sini, periode survei dilakukan sebelum terjadinya perubahan dukungan Demokrat, yang kala itu masih merujuk Anies sebagai capres dukungan partai. Sejalan dengan lepasnya Demokrat dari barisan koalisi partai pendukung Anies dan upaya SBY untuk ”turun gunung” mendukung Prabowo, maka diperkirakan terjadi peralihan dukungan. Tentu saja, secara idealnya, Prabowo menjadi capres yang paling potensial banjir dukungan dari para pemilih Demokrat.
Dengan beralihnya dukungan Demokrat, kalkulasi secara sederhana menunjukkan, setidaknya Prabowo akan menuai tambahan dukungan hampir separuh dari suara pendukung Demokrat yang selama ini tertuju pada Anies dan Ganjar. Ini belum termasuk para simpatisan pendukung SBY yang tidak terafiliasi dengan Demokrat, yang tidak terekam dalam hasil survei.
Besaran tambahan suara pemilih Demokrat, jika sepenuhnya tertuju pada Prabowo, terbilang signifikan mendongkrak elektabilitas. Namun, apakah tambahan dukungan tersebut sudah menjaminkan kemenangan bagi Prabowo?
Baca juga: Partai Politik Terkonsolidasi Pilihan Calon Presiden
Sekalipun potensial memberikan insentif elektoral, tampaknya ketatnya persaingan antarcapres yang terjadi masih belum cukup mampu menjaminkan kemenangan. Tambahan dari faktor dukungan politik SBY dan Demokrat, begitu juga seperti yang terjadi pada faktor Jokowi, tidak serta-merta menjadi faktor yang menjaminkan kemenangan. Bagi Prabowo, juga berlaku pada bakal calon presiden lainnya, masih diperlukan dukungan lain.
Paling menonjol, di tengah peta persaingan yang kian ketat, kehadiran faktor lain, seperti kehadiran pasangan bakal calon wakil presiden, turut pula memengaruhi peningkatan dukungan bagi bakal capres. Mencermati segenap manuver politik yang terjadi belakangan ini, keberadaan bakal cawapres menjadi semakin signifikan.
Keberadaan sosok calon wakil presiden juga terekam dari hasil survei. Bagian terbesar dari pemilih (60,6 persen) menganggap jika kombinasi pasangan bakal calon presiden dan wakil presidennya menjadi faktor yang menjadi pertimbangan mereka. Dengan demikian, hanya mengandalkan kekuatan sosok bakal calon presiden saja, tidak cukup menjadi kekuatan untuk meningkatkan keterpilihan.
Bagi Prabowo, pilihan siapa yang menjadi bakal calon wakilnya memiliki kerumitan tersendiri. Beberapa sosok yang belakangan ini banyak dirujuk, seperti Erick Thohir, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Mahfud MD, hingga Agus Harimurti Yudhoyono, putra SBY terbilang potensial meraup dukungan.
Hanya saja, guna memperluas wilayah dukungan, Prabowo juga dihadapkan pilihan pada siapa sosok yang mampu menutup segenap keterbatasan penguasaan dukungan. Pertanyaannya, siapakah sosok bakal cawapres yang paling potensial? (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Ke Mana Arah Koalisi Partai Demokrat...