Elektabilitas parpol masih penuh dinamika. Susunan koalisi parpol, pasangan capres, dan arah dukungan Presiden Jokowi turut menentukan dinamisnya elektabilitas parpol saat ini.
Oleh
M Toto Suryaningtyas
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri (tengah) didampingi bakal calon presiden yang diusung PDI-P Ganjar Pranowo (kiri) menerima surat keputusan hasil Rapimnas PPP menyatakan dukungan kepada Ganjar Pranowo yang diserahkan Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono (kanan) di Kantor DPP PDI-P, Jakarta (30/4/2023).
Politik yang dinamis menjelang Pemilu 2024 memberi dampak beragam bagi partai politik. Dari sembilan partai yang mendapat kursi di DPR, dalam survei periodik Kompas, Mei 2023, empat partai mendapat kenaikan elektabilitas dibandingkan survei pada Januari 2023. Empat partai itu adalah PDI-P, Gerindra, PAN, dan PPP. Sementara elektabilitas lima partai lainnya, yaitu Partai Golkar, Demokrat, Nasdem, PKB, dan PKS, cenderung menurun.
PDI-P memimpin dalam elektabilitas dengan 23,3 persen suara atau sedikit meningkat (0,4 persen) dibandingkan survei Januari 2023.Kenaikan elektabilitas PDI-P ini ditengarai, antara lain, sebagai buah dari deklarasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden PDI-P. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mengumumkan Ganjar sebagai capres dari PDI-P pada Hari Kartini, 21 April 2023.
Di peringkat kedua, Gerindra berhasil menaikkan elektabilitas menjadi 18,6 persen. Penambahan elektabilitas Gerindra ini (4,3 persen) merupakan yang tertinggi diraih partai pimpinan Prabowo Subianto tersebut sejak survei Kompas dilakukan pada Oktober 2019.
Elektabilitas Gerindra hanya terpaut 4,7 persen dengan PDI-P. Raihan suara PDI-P dan Gerindra makin terpaut jauh dengan raihan partai di peringkat ketiga. Pada survei ini, peringkat ketiga ditempati Partai Demokrat yang meraup 8 persen atau sedikit turun dari survei Januari 2023.
Capaian elektabilitas Demokrat menggusur elektabilitas Partai Golkar yang meraih 7,3 persen dan berada di posisi keempat. Kondisi ini membuat Partai Golkar yang masuk dalam koalisi pemerintah belum maksimal mendapat manfaat elektoral.
GERINDRA
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama Presiden keenam Republik Indonesia yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, di Museum dan Galery SBY-Ani di Pacitan, Jawa Timur, Sabtu (20/5/2023).
Kesamaan arah politik dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo sembari menegaskan bakal capres yang diusung tampaknya turut memberi manfaat elektoral bagi parpol. Hal ini sepertinya belum dilakukan Partai Golkar, tetapi sudah dilakukan Gerindra yang berbuah peningkatan elektabilitas. Gerindra memanfaatkan dengan baik keunggulan Prabowo dalam citra ketegasan militer sembari tak berlawanan dengan arah politik Jokowi.
Peluang politik itu juga dimanfaatkan oleh PAN dan PPP yang menegaskan kesamaan arah politik dengan Presiden Jokowi. Elektabilitas PAN naik dan kini meraih 3,2 persen, sedangkan PPP naik serta meraih 2,9 persen. Tren capaian elektabilitas PAN dan PPP tergolong tinggi jika dibandingkan sepanjang survei sejak Oktober 2019.
Sebaliknya, Partai Nasdem yang mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres 2024 cenderung dilihat publik sebagai antitesis pemerintahan Jokowi. Elektabilitasnya kini menurun menjadi 6,3 persen.
Sebelumnya, pencapresan Anies mengerek Nasdem ke elektabilitas tertinggi, 7,3 persen, pada Oktober 2022. Seiring menghangatnya dinamika dukungan kepada ketiga capres, suara Nasdem cenderung turun. Pengambilan data survei ini dilakukan sebelum mencuat kasus korupsi Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Sekjen Nasdem Johnny G Plate sebagai tersangka.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) berbicara dalam konferensi pers didampingi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kanan) di Plataran, Senayan, Jakarta (3/5/2023). Kedua partai membahas koalisi besar untuk menghadapi Pemilu 2024.
Koalisi terpengaruh
Sulit dielakkan, narasi dominan saat ini masih didominasi Presiden Jokowi dalam mengonsolidasi partai-partai yang akan berkoalisi. Parpol sulit menghindar dari ”pengaruh Jokowi” karena sekitar 15 persen dari pemilih menyatakan pasti akan mengikuti petunjuk Jokowi dalam memilih penentuan capres.
Nasdem, Demokrat, dan PKS makin mematangkan koalisi untuk mengajukan Anies sebagai bakal capres. Namun, belum semuanya meraih efek ekor jas dari pencalonan tersebut. PKS yang turut mengusung Anies tampaknya belum meraih dampak efek ekor jas. Terbukti selama tiga survei terakhir elektabilitasnya justru berkurang.
Raihan elektabilitas PKS dalam survei saat ini 3,8 persen atau turun 1,0 persen dari triwulan lalu. Angka tersebut hampir sama dengan elektabilitasnya pada Oktober 2019.
Elektabilitas Demokrat sempat naik tinggi pada pertengahan tahun 2022. Saat itu, kenaikan tersebut lebih banyak disebabkan oleh kemenangan narasi politik pasca-putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang tahun 2021.
Di papan menengah, PKB meraih elektabilitas 5,5 persen, turun 0,6 poin dari survei triwulan sebelumnya. Meski sedikit menurun, secara tren perolehan suara PKB stabil dari perjalanan survei antarwaktu ini. PKB tampaknya belum mendapat manfaat efek ekor jas dari pencapresan Prabowo karena belum mendapat kepastian untuk posisi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dalam pencapresan.
Kegamangan serupa dibaca publik pada elektabilitas Perindo sebagai partai papan tengah pendukung pemerintah yang menurun 1,0 persen menjadi 3,1 persen. Perindo tampak masih ragu mengarahkan dukungan politik pada capres 2024.
Di papan bawah, Partai Buruh dan Partai Hanura menggeliat dengan sedikit penambahan elektabilitas. PBB, PSI, dan Gelora stagnan-menurun.
Akhirnya, dari hasil survei terlihat bahwa elektabilitas parpol masih dinamis. Hal seperti susunan koalisi parpol, pasangan capres, dan arah dukungan Jokowi diduga turut menentukan elektabilitas parpol. Di sisi lain, peran Jokowi dalam kiprah pencapresan yang terlihat cukup intens mulai memancing sejumlah kritik.
Bagaimanapun, kelekatan publik pada parpol tak sekuat pada capres yang maju dalam pemilu di tengah publik yang sudah makin tersegmentasi. Karena itu, di samping menyiapkan caleg yang berkualitas, parpol juga harus lihai memilih susunan koalisi dan capres yang diusung agar konstituen mereka tak bergeser ke partai lain. (LITBANG KOMPAS)