Pemerintah dianggap berhasil mengendalikan harga-harga yang selama ini menekan daya beli masyarakat. Namun, masih ada pekerjaan rumah besar dalam menciptakan lapangan kerja lebih banyak.
Oleh
Gianie
·5 menit baca
Indonesia mulai berhasil keluar dari tekanan inflasi tinggi. Tren inflasi di tahun 2023 ini cenderung menurun. Berbeda dengan kondisi inflasi di tahun 2022 yang meningkat sejak awal tahun, dimulai dengan angka 2,18 persen pada Januari 2022 dan berakhir dengan 5,51 persen pada Desember 2022. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan September di tingkat 5,97 persen.
Kondisi inflasi tinggi yang dialami Indonesia tidak lepas dari kondisi global yang mengalami gangguan suplai, terutama pada produk pangan dan energi, serta perlambatan ekonomi akibat tensi geopolitik. Di tengah kepungan stagflasi, pemerintah menargetkan inflasi tahunan tahun 2023 bisa sebesar 3,6 persen.
Di awal tahun, inflasi masih di atas 5 persen. Inflasi baru mulai turun pada bulan Maret menjadi di bawah 5 persen dan pada April menjadi 4,33 persen. Penurunan ini cukup menggembirakan karena terjadi bersamaan dengan masa puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Inflasi di masa puasa dan Lebaran 2023 ini bahkan lebih rendah dibandingkan momen yang sama tahun 2022.
Pemerintah gencar melakukan pengendalian harga-harga melalui koordinasi kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah, dinas urusan pangan, BUMN, BUMD, asosiasi serta pelaku usaha lainnya. Berbagai program stabilisasi pasokan dan harga pangan dilakukan bahkan sejak sebelum masa puasa.
Beberapa program yang dilakukan antara lain pemantauan harga pangan secara harian, baik secara daring maupun turun ke lapangan, pengadaan pasar murah, fasilitasi distribusi pangan, operasi pasar beras, serta pengadaan komoditas pangan tepat waktu. Selain itu pemerintah juga memberikan bantuan sosial beras, telur, dan daging ayam.
Bulog pun berperan dalam mendistribusikan beras ke pasar tradisional dan ritel modern dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan, selain terus meningkatkan serapan gabah atau beras dari petani.
Dengan terkendalinya harga-harga selama bulan puasa dan masa Lebaran, daya beli masyarakat pun terjaga. Kondisi ekonomi kondusif. Hal inilah yang ditangkap masyarakat sebagai perbaikan kinerja pemerintah.
Survei periodik Kompas pada periode Mei 2023 merekam tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah bidang ekonomi yang meningkat cukup signifikan. Di periode ini, tingkat kepuasan di bidang ekonomi berada di angka 59,5 persen, naik 6 persen dibandingkan periode Januari 2023.
Di level ini, kepuasan publik di bidang ekonomi tidak lagi berada di urutan terakhir di antara empat bidang kinerja yang dinilai. Secara umum, kepuasan terhadap kinerja pemerintah naik dari 69,3 persen (Januari 2023) menjadi 70,1 persen (Mei 2023).
Kepuasan publik yang tertinggi di periode ini bergeser ke bidang kesejahteraan sosial (78,0 persen). Selanjutnya kepuasan terhadap bidang politik dan keamanan (74,4 persen).
Baru selanjutnya terhadap bidang ekonomi (59,5 persen) dan terakhir bidang penegakan hukum (59,0 persen), beda tipis dengan kepuasan bidang ekonomi.
Kepuasan terhadap bidang politik dan keamanan menjadi satu-satunya yang menurun (minus 4,8 persen) dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini ditengarai berhubungan dengan dinamika politik di tingkat elite menjelang Pemilu 2024 dan kondisi keamanan di Papua yang masih diwarnai konflik dengan kelompok kriminal bersenjata.
Jika ditelisik, kepuasan publik di bidang ekonomi yang meningkat ini merata di setiap kelas sosial-ekonomi masyarakat. Namun, kenaikan tertinggi terlihat pada kelas bawah, yaitu naik 10,8 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Hal ini menandakan persoalan harga merupakan hal utama yang dirasakan sehari-hari. Sementara pada kelas lainnya, dari kelas menengah-bawah, menengah-atas, dan kelas atas kenaikan tingkat kepuasan hanya sekitar 3 persen.
Begitu pula jika dilihat berdasarkan generasi. Kepuasan terhadap kinerja bidang ekonomi meningkat di semua generasi. Namun, peningkatan terbesar ditunjukkan oleh generasi X (8,6 persen) dan baby boomers (7,4 persen).
Jika dirunut lebih spesifik, kinerja bidang ekonomi yang mendapat penilaian kepuasan yang lebih tinggi masih pada upaya pemerintah dalam memeratakan pembangunan antar-wilayah (64,4 persen).
Akan tetapi, persentasenya sedikit menurun dibandingkan tahun lalu, yaitu turun sebanyak 1 persen. Hal ini agaknya dipengaruhi oleh pemberitaan, terutama di media sosial, yang belum lama ini menyorot buruknya infrastruktur jalan di sejumlah daerah.
Kenaikan kepuasan yang terbesar tampak pada upaya pemerintah dalam mengendalikan harga barang dan jasa, yaitu naik 12,7 persen dibandingkan periode sebelumnya menjadi 50,9 persen. Biasanya kepuasan terhadap kinerja di bidang ini merupakan yang terendah dibandingkan subbidang lainnya.
Kenaikan kepuasan yang terbesar tampak pada upaya pemerintah dalam mengendalikan harga barang dan jasa.
Kini, kepuasan yang paling rendah bergeser ke upaya menyediakan lapangan kerja atau mengatasi pengangguran (43,8 persen). Angka ketidakpuasan soal pengangguran ini lebih besar, yakni 49,1 persen.
Upaya pemerintah dinilai belum sepenuhnya dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat lewat pembukaan lapangan pekerjaan. Masih banyak masyarakat yang membutuhkan pekerjaan untuk menjalani hidup yang layak. Terutama setelah terjadinya banyak gelombang pemutusan hubungan kerja pada masa pandemi.
Saat ini, data Badan Pusat Statistik per Februari 2023 menyebutkan masih terdapat 7,99 juta orang yang menganggur atau sebanyak 5,45 persen. Angka ini sudah berkurang dibandingkan periode Agustus 2022 yang jumlahnya 8,42 juta orang atau 5,86 persen.
Meningkatnya kepuasan terhadap kinerja bidang ekonomi ini membuka tren yang terus positif dalam setahun terakhir. Potensi tren positif ini bisa terus berlanjut hingga di atas 60 persen jika pemerintah mampu menjaga kinerjanya tetap baik. Terutama kinerja yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat kelas bawah. Ini tantangan yang tidak mudah.
Upaya pengendalian harga-harga barang kebutuhan terutama pangan harus terus dijaga agar konsumsi masyarakat tidak terganggu. Pemerintah di awal tahun ini sudah memiliki modal besar untuk terus mengendalikan inflasi.
Hal itu terlihat dari perekonomian nasional yang terus menguat, ditandai dengan pertumbuhan di triwulan I-2023 yang sebesar 5,03 persen. Angka ini sedikit lebih tinggi baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan I tahun lalu.
Penguatan ini terjadi karena pulihnya aktivitas konsumsi masyarakat, yang di satu sisi terjaga daya belinya dan di sisi lain mengalami peningkatan pendapatan pasca-pandemi.
Meski demikian, kepuasan publik terhadap kinerja ekonomi bisa tergerus jika koordinasi dalam mengendalikan inflasi kedodoran. Pasalnya, fokus kerja kementerian bisa terganggu karena sejumlah menteri di bidang ekonomi, termasuk menteri koordinator perekonomian, terjun ke politik dengan masuk ke dalam daftar bakal calon legislatif pusat.
Pun, sedikit atau banyak, dinamika politik akan berimbas ke bisnis dan dunia usaha. Tren positif yang sudah berjalan harus dipertahankan karena kita belum sepenuhnya keluar dari ancaman resesi atau ketidakpastian global. (LITBANG KOMPAS)