Wajah Demokrasi di Tahun Politik
Pemilu menjadi momen pembenahan demokrasi di Indonesia. Proses pemilu yang lekat dengan polarisasi pun kemungkinan menyumbang kemunduran demokrasi.
Jelang Pemilu 2024, perhatian perlu ditujukan untuk membenahi situasi demokrasi di Indonesia. Skor indeks demokrasi mengalami tren penurunan pada tiap tahun politik 2009, 2014, dan 2019.
Tidak hanya itu, kemunduran perkembangan juga terjadi di tahun pertama setelah pemilu digelar. Hal ini menjadi temuan yang dapat menjadi acuan untuk mengantisipasi kemunduran demokrasi jelang Pemilu 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Merujuk Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) besutan Badan Pusat Statistik, perkembangan demokrasi di Indonesia cenderung mengalami penurunan. IDI sendiri merupakan indeks komposit yang dihitung secara tertimbang menggunakan skala 0 hingga 100. Semakin tinggi nilai indeks, semakin demokratis pula sebuah wilayah.
Dari tiga aspek penyusun IDI, skor aspek kebebasan sipil mengalami capaian terendah pada tahun 2019 di level 77,2. Meski terjadi peningkatan 2,2 poin di tahun 2020, capaian tersebut belum cukup tinggi dibandingkan pada tahun politik di 2014 dan 2009 yang berada di atas 80 poin.
Adapun pada aspek kedua, yakni hak-hak politik, menunjukkan tren naik. Pada 2009, capaian aspek ini hanya tercatat di level 56,60. Posisi tersebut kemudian terkerek naik menjadi 63,72 di tahun 2014 dan 70,71 di tahun 2019. Sayangnya, rapor aspek ini turun menjadi 67,85 di 2020.
Kecenderungan yang sama juga terlihat pada aspek ketiga, yakni lembaga demokrasi. Raihannya tampak menguat di tiap tahun pemilu hingga berada di angka 78,73 pada 2019. Namun, mengalami penurunan menjadi 75,66 di tahun 2020.
Dinamika capaian tersebut menarik untuk digali lebih dalam. Meski aspek kebebasan sipil menunjukkan perbaikan, ada sejumlah variabel yang justru turun signifikan. Pada aspek hak-hak politik dan lembaga demokrasi, perhatian juga perlu ditujukan pada variabel yang mengalami penurunan paling tajam untuk memprioritaskan agenda perbaikan.
Ada enam dari 11 variabel yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam aspek kebebasan sipil, variabel kebebasan berpendapat mencatatkan skor 56,06 pada 2020 atau terendah selama sebelas tahun terakhir. Adapun variabel kebebasan dari diskriminasi di angka 90,88. Meski bukan yang terendah, capaian ini tidak lebih baik dari tahun 2019.
Merujuk publikasi Statistik Politik 2022, tercatat 94 aturan yang memiliki substansi membatasi kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi, berpendapat, dan berkeyakinan.
Peraturan-peraturan tersebut tersebar di 24 provinsi. Tiga provinsi tercatat terbanyak, yakni masing-masing Sumatera Barat (16 aturan), Kalimantan Selatan (10 aturan), dan Sulawesi Selatan (9 aturan). Dalam IDI, kasus-kasus tersebut dianggap melanggar kebebasan berkeyakinan karena pemerintah dinilai melampaui kewenangan dengan masuk ke ranah privat individu.
Merujuk Indeks Demokrasi Indonesia, perkembangan demokrasi di Indonesia cenderung mengalami penurunan.
Tidak hanya itu, tercatat jumlah kejadian ancaman atau kekerasan terhadap kebebasan berkeyakinan adalah sebanyak 41 kejadian yang tersebar di 20 provinsi. Terbanyak terjadi di dua provinsi, yakni Jawa Tengah (5 kejadian) dan Jawa Timur (4 kejadian).
Selain aspek kebebasan sipil, kemerosotan juga tampak pada aspek hak-hak politik pada variabel partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pemerintah. Skornya ada di angka 54 atau lebih rendah dari tahun politik 2019 ataupun 2009.
Dalam hal lembaga demokrasi, tiga aspek belum kunjung membaik dibandingkan tahun 2019. Peran partai politik ada di angka 75,66 dan peran peradilan independen ada di angka 90,17. Adapun peran birokrasi pemerintah daerah ada di level 59,72 dan merupakan capaian yang masuk kategori rendah sepanjang 2009 hingga 2020.
Dilihat lebih dalam, ada dua indikator penyusun indeks ini yang mengalami penurunan yang tajam. Pertama, ancaman/kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat mendapatkan skor 42,28 pada 2020 atau hanya setengahnya dari yang tercatat di tahun 2009.
Kedua, indikator demonstrasi yang bersifat kekerasan anjlok di bawah 35 poin pada 2014 dan 2019. Capaian yang rendah ini pun masih berlanjut hingga 2020. Padahal, indikator ini pernah tercatat di level 81,75 pada 2009.
Merangkum temuan data di atas, jaminan bagi warga untuk bebas berpendapat menjadi persoalan pelik yang paling butuh perhatian. Penurunan skor pada aspek ini paling tajam hingga 8,23 poin.
Tidak hanya itu, penguatan lembaga demokrasi juga perlu difokuskan untuk mendorong partai politik lebih berperan menjalankan tugasnya. Variabel ini merosot 4,96 poin atau kedua terbesar.
Baca juga: Indeks Demokrasi Indonesia Stagnan, Komitmen Elite Diuji
Perbandingan
Data IDI besutan BPS menunjukkan bahwa tahun 2020 menjadi ujian perkembangan demokrasi di Indonesia. Dinamika demokrasi pada 2019 nyatanya masih berimbas pada capaian di tahun setelahnya.
Temuan yang sama juga didapat dari Indeks Demokrasi yang disusun oleh Economist Intelligence Unit (EIU), divisi riset dan analisis dari The Economist Group yang juga menaungi surat kabar The Economist.
Merujuk data EIU, capaian Indonesia pada 2020 ada di level 6,30. Paling rendah jika dibandingkan dua tahun pemilu sebelumnya. Meski demikian, capaian pada 2021 dan 2022 tercatat di angka 6,71.
Walaupun membaik, kenaikan tersebut belum sebanding dengan peningkatan demokrasi dari negara-negara lain. Hal ini ditunjukkan dari menurunnya posisi Indonesia dua peringkat menjadi berada di posisi 54.Artinya, perlu akselerasi penguatan jaminan demokrasi jika Indonesia mau mengimbangi kemajuan demokrasi negara-negara dunia.
Melihat ke aspek penyusun indeks ini, rerata skor Indonesia adalah 6,71 dari skala 0-10 dan masuk dalam kategori flawed democracy. Capaian rendah Indonesia ada pada budaya politik yang tercatat di angka 4,38 dan kebebasan sipil di angka 6,18.
Aspek budaya politik disusun oleh sejumlah eksplorasi persepsi, misalnya saja terkait hubungan antara demokrasi dan sistem ekonomi, persepsi tentang kabinet yang dijalankan oleh politisi atau ahli, dan penguasaan pemerintahan oleh militer.
Adapun dalam kebebasan sipil, hal-hal yang dijadikan acuan hampir sama dengan yang digunakan oleh pengukuran IDI, misalnya saja soal keberadaan media massa yang bebas dan berkualitas, kebebasan berekspresi dan berpendapat, toleransi, kekerasan oleh negara, dan jaminan pada perlindungan hak asasi manusia.
Data turut menunjukkan belum maksimalnya peran partai politik hadir di tengah masyarakat untuk menguatkan demokrasi.
Dengan temuan ini, baik IDI besutan BPS maupun EIU menunjukkan gambaran yang serupa terkait kondisi demokrasi Indonesia kini. Tahun 2020 menjadi cobaan bagi demokrasi di Indonesia yang bisa saja merupakan imbas polarisasi pada Pemilu 2019.
Tidak hanya itu, terbukti masih adanya praktik kekerasan yang membatasi kebebasan publik membuat demokrasi kita mengalami stagnasi.
Terakhir, data turut menunjukkan belum maksimalnya peran partai politik hadir di tengah masyarakat untuk menguatkan demokrasi. Jelang Pemilu 2024, akankah demokrasi semakin maju? Ataukan justru menyumbang kemunduran? (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Skor Indeks Demokrasi Indonesia Membaik, tetapi Tantangan Masih Besar