Diterpa beragam resistensi sebagian publik, termasuk para pendukungnya, posisi politik Ganjar Pranowo dalam peta persaingan calon presiden tertekan. Sebaliknya, para pesaingnya berpotensi mendapatkan pulung.
Oleh
Bestian Nainggolan
·3 menit baca
Peta persaingan antarcalon presiden rujukan publik semakin dinamis. Belakangan, peristiwa penolakan rencana kedatangan tim sepak bola Israel dalam Piala Dunia U-20 di negeri ini memantik pro dan kontra publik. Pasalnya, tidak hanya semata persoalan hilangnya kesempatan menjadi tuan rumah hajatan olahraga kelas dunia, tetapi juga lantaran unjuk penolakan ini melibatkan tokoh publik yang tengah bersiap dalam pertarungan politik Pilpres 2024.
Adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang belakangan ini tengah populer dalam persaingan calon presiden, turut menggaungkan penolakan terhadap kehadiran timnas Israel di negeri ini. Ia mendukung sikap penolakan partainya, PDI-P, terkait persolan ini. Penolakan, argumen Ganjar, sejalan dengan amanat Bung Karno, terkait dengan kemerdekaan Palestina.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Kita sudah tahu bagaimana komitmen Bung Karno terhadap Palestina, baik yang disuarakan dalam Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non-Blok, maupun dalam Conference of the New Emerging Forces. Jadi, ya ikut amanat beliau,” kata Ganjar secara tertulis, sebagaimana dikutip dalam berbagai pemberitaan media. Selain itu, Ganjar juga menjadikan alasan kedamaian sosial-politik di dalam negeri sebagai pertimbangan penolakan.
Sontak sikap penolakan Ganjar memancing pandangan kontra sebagian masyarakat. Kendatipun sikap penolakan yang sama juga disampaikan oleh beberapa tokoh maupun elemen masyarakat di negeri ini, Ganjar menjadi sasaran cemohan mereka yang kontra terhadap penolakan. Terlebih, dalam perjalanan selanjutnya, FIFA memutuskan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Sedemikian kuatnya reaksi terhadap penolakan Ganjar, mengundang pertanyaan, seberapa jauh kecaman publik tersebut memengaruhi langkah-langkah politiknya dalam pemilu presiden mendatang? Kongkretnya, apakah elektabilitas Ganjar yang selama ini berada di puncak persaingan calon presiden akan tergerus? Jika tergerus, seberapa besar pula potensi penurunan dukungan yang terjadi?
Sampai sejauh ini, belum ada ukuran riil dari hasil survei yang dapat dijadikan pegangan seberapa besar dampak sikap penolakan Ganjar terhadap besaran elektabilitas dirinya. Mencermati berbagai respons dalam kanal-kanal media sosial, jelas saja lebih banyak ekspresi emosional, baik mereka yang mengecam, memperolok, hingga secara nyata menyatakan mencabut dukungan pada sosok capres yang menempati papan teratas berbagai survei elektabilitas.
Akan tetapi, dengan menggunakan hasil survei sebelumnya, sebenarnya terbilang cukup mampu untuk memprediksi seberapa besar perubahan dukungan yang terjadi. Hanya saja, menggunakan model prediksi semacam ini masih terbilang longgar, dan berbagai pembatasan maupun asumsi perlu dilakukan guna memperkuat proyeksi yang dilakukan.
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas terakhir yang dilakukan pada akhir Januari hingga awal Februari 2023 lalu, misalnya, setidaknya cukup mampu membaca arah perubahan yang terjadi pada setiap sosok capres. Dalam survei tersebut, elektabilitas setiap capres terbentuk dari para pendukung yang tergolong loyal (strong voter) dan para pendukung yang mudah berpindah-pindah atau gamang dalam pilihan (swing voter).
Asumsinya, dinamika politik yang dipicu oleh aksi penolakan kehadiran timnas Israel ini hanya akan memengaruhi para pemilih yang tergolong gamang dan mudah berubah pilihan ketimbang para pemilih loyal, yang dalam survei ini mengaku sudah pasti dan apa pun yang terjadi tidak akan berubah pilihan politiknya.
Terkait dengan Ganjar, hasil survei terakhir menunjukkan, potensi dukungan terhadap dirinya berkisar di antara rentang 25,3-37 persen. Besaran pendukung Ganjar tersebut jika dipilah terbentuk dari kekuatan pendukungnya yang bersifat loyal, yang dalam survei ini diperkirakan 13,9-18,2 persen. Selain itu, terdapat pula barisan pendukung yang tergolong masih dapat berpindah, diketahui dalam rentang besaran 11,4-18,8 persen.
Besaran barisan pendukung Ganjar yang dapat berpindah inilah yang berpotensi lenyap lantaran sebagian mengalihkan dukungan mereka pada sosok capres lain, atau sebagian lainnya belum memiliki sosok capres dambaan.
Dengan menggunakan model perhitungan sederhana semacam ini, elektabilitas Ganjar berpotensi terpuruk dan hanya menyisakan barisan pendukung yang loyal saja. Diperkirakan rentang pemilih setianya berada pada rentang 13,9-18,2 persen atau berpotensi berkurang hampir separuh dari proporsi sebelumnya (25,3-37 persen).
Pada kesempatan yang sama, yang juga menjadi pertanyaan, jika memang terjadi perubahan dukungan, kepada siapa pilihan dijatuhkan oleh para pendukung Ganjar yang bersifat gamang itu?
Mencermati potensi gerak penyusutan para pendukung Ganjar, limpahan para pemilih swing voter tersebar pada beberapa pilihan sosok. Prabowo Subianto tampaknya menjadi sosok yang paling banyak mendapatkan limpahan dukungan dari para pemilih. Dari besaran 11,8-18,8 persen pendukung Ganjar yang berpotensi beralih dukungan, terbesar terlimpahkan pada Prabowo (5,9-9,2 persen).
Selain pada Prabowo, limpahan dukungan juga terjadi Anies Baswedan. Berdasarkan hasil survei ini, tercatat 3,1-6,3 persen reponden pemilih Ganjar berencana akan mengalihkan dukungan kepada Anies. Sisanya, 2,4-3,3 persen belum tahu kepada siapa dukungan akan diberikan.
Berdasarkan kalkulasi hasil survei, dengan adanya limpahan dukungan tersebut, total pemilih Prabowo berpotensi meningkat cukup signifikan. Diperkirakan berada pada rentang 24-34,8 persen. Kisaran proporsi sebesar itu relatif tergolong tinggi dan berpotensi menguasai posisi puncak persaingan.
Peningkatan dukungan dari para pemilih Ganjar juga tertuju kepada Anies Baswedan. Berdasarkan kalkulasi survei, dengan menambahkan para pendukung Ganjar yang beralih pilihan, rentang pilihan pada Anies menjadi 16,2-27,6 persen.
Berdasarkan konfigurasi baru hasil dukungan pemilih Ganjar, tampak jelas bahwa peta persaingan di antara capres menjadi berubah. Prabowo, yang mendapatkan limpahan terbesar, kali ini justru berpotensi menjadi capres pada posisi teratas. Sementara pada sisi sebaliknya, sosok Anies menjadi mampu bersaing dan bahkan mampu menggeser Ganjar yang dukungannya tinggal tersisa para pemilih loyalnya.
Dengan segenap perubahan yang terjadi, proyeksi penguasaan politik Ganjar dalam persaingan capres terbilang cukup rawan. Hanya saja, sedemikian dinamisnya pola persaingan yang terjadi, masih sangat memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan lain.
Termasuk potensi akan berbalik atau tidaknya para pendukung Ganjar yang terhilang. Mencermati potensi perubahan tersebut, perlu diketahui lebih jauh, siapa dan bagaimana karakteristik pendukung Ganjar yang mudah beralih dukungan tersebut? (Bersambung). (LITBANG KOMPAS)