Survei Litbang ”Kompas”: Pilihan Capres Membayangi Penilaian Kinerja Pemerintah
Pilihan calon presiden berkorelasi dengan sikap oposisi atau pendukung pemerintah. Pemilih Anies Baswedan adalah mereka yang selama ini kritis pada pemerintahan Joko Widodo.
Oleh
Eren Masyukrilla
·4 menit baca
Obyektivitas publik dalam melihat kualitas kinerja pemerintahan masih dibelenggu oleh fanatisme terhadap pilihan politik tertentu. Hal itu tergambarkan dari hasil survei Kompas periode Januari yang menangkap adanya pola kecenderungan yang terbentuk dalam mengukur kinerja pemerintah yang dipengaruhi kuat fanatisme dukungan pada calon presiden tertentu.
Hasil Survei Kepemimpinan NasionalKompas periode Januari 2023 menunjukkan tingkat kepuasan publik pada kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang berada di angka 69,3 persen.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kepuasan masyarakat itu meningkat signifikan dari survei sebelumnya (Oktober 2022), yang saat itu berada di angka 62,1 persen. Saat itu, kondisi apresiasi yang hanya disampaikan oleh tiga perlima bagian responden itu terbaca menjadi yang terburuk sejak pemerintahan Jokowi jilid kedua yang mulai berjalan sejak 2019.
Kenaikan kepuasan itu pun sejalan dengan meningkatnya apresiasi publik pada empat bidang yang kinerja yang ditunjukan pemerintah. Sekitar empat perlima bagian responden menyatakan puas dengan kinerja pemerintah di bidang politik dan keamanan. Begitu pula dengan bidang kesejahteraan sosial yang juga membaik hingga diapresiasi tak kurang dari 77 persen responden.
Dua bidang lainnya, yaitu penegakan hukum, juga terbaca mengalami peningkatan kepuasan sekalipun masih bergeming pada separuh bagian responden. Kepuasan di bidang penegakan hukum meningkat menjadi 55,1 persen (sebelumnya 51,5 persen). Begitu pula dengan kepuasan di bidang perekonomian yang juga terbaca mendapat tambahan apresiasi menjadi 53,5 persen, yang sebelumnya hanya 50,8 persen.
Lebih lanjut, hasil survei juga menangkap kecenderungan bahwa penilaian publik pada kinerja pemerintah masih terikat kuat pada preferensi politik, terutama terhadap sikap dukungan kepada Presiden Jokowi. Pola kecenderungan itu terbaca gamblang saat dilakukan analisis keterkaitan antara variabel pilihan presiden dan tingkat kepuasan terhadap pemerintah.
Secara garis besar, derajat kepuasan yang ditunjukkan oleh pendukung Jokowi mencapai 80,0 persen. Terpaut jauh dengan tingkat kepuasan yang ditunjukkan oleh kalangan publik yang bukan menjadi bagian dari loyalis presiden, yaitu hanya 53,4 persen.
Terlepas dari posisi dukungan pada pemerintah saat ini, gejala yang sama pun terbaca pada pilihan calon presiden. Pendukung capres yang dinilai menjadi bagian dari oposisi pemerintah cenderung menyatakan angka ketidakpuasan yang lebih besar. Begitu pula pada kondisi sebaliknya.
Sebagian besar pemilih capres Ganjar Pranowo (80,3 persen), misalnya, yang merupakan representasi dari partai penguasa saat ini, menyatakan puas dengan kinerja yang ditunjukkan oleh pemerintah. Begitu juga dengan pendukung sosok Tri Rismaharini dalam bursa capres, sekitar tujuh dari sepuluh pendukungnya mengapresiasi kinerja pemerintah.
Bahkan, kondisi itu juga berselaras pula pada pemilih capres potensial Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang notabene merupakan rival Jokowi dalam pemilihan presiden sebelumnya. Bergabungnya kedua tokoh tersebut dalam jajaran menteri kabinet, sebagai bagian dari pemerintahan, membuat pendukungnya tak lagi cukup kritis menilai pemerintah.
Sebanyak 68,3 persen pendukung capres Prabowo menilai kinerja pemerintah secara positif, begitu pula dengan tiga perempat bagian dari pendukung Sandiaga yang berpandangan serupa.
Kondisi berkebalikan terkonfirmasi pada pendukung sosok capres yang sejauh ini dianggap sebagai simbol yang mewakili oposisi pemerintah. Pendukung capres Anies Baswedan sebagian besarnya (52,2 persen) lebih condong merasa tidak puas pada kinerja pemerintahan Jokowi-Amin.
Sejalan dengan itu, pemilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat yang notebene menjadi partai oposisi, cukup kritis melihat kinerja pemerintah. Apresiasi terhadap kerja pemerintah hanya datang dari separuh bagian pendukung AHY. Tak jauh berbeda itu, penilaian pada kinerja pemerintah yang hampir sama pun juga terbaca pada pendukung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Kecenderungan kepuasan publik yang didasarkan pada fanatisme dukungan capres tersebut memang telah mengaburkan sisi obyektif dalam melihat pemerintahan sehingga penilaian lebih didasarkan pada emosional kesukaan. Hal tersebut wajar sebagai bagian dari gejala sikap fanatik yang terlalu kuat mengikat dan membentuk opini publik.
Fanatisme yang berlebih itu, dalam konteks melihat kinerja pemerintahan yang berangkat dari ketidaksukaan, bahkan akan mengesampingkan keberhasilan berbagai bidang kerja yang telah dicapai pemerintah. Begitupun sebaliknya, fanatisme yang besar pada pemerintahan juga akan terus menguatkan sisi subjektif sehingga mengaburkan berbagai aspek negatif atau kegagalan kerja yang dilakukan pemerintah.
Pola sikap publik yang sama pun terbaca pada tingkat optimisme dalam melihat pemerintahan saat ini. Isu sebagai partisan pendukung salah satu calon presiden tertentu pun juga berselaras pada tingkat keyakinan dalam melihat perbaikan yang dapat ditunjukkan oleh pemerintah.
Sama halnya, pendukung capres yang disimbolkan sebagai perwakilan partai ataupun terafiliasi kuat dalam lingkatan pemerintah akan cenderung optimis melihat perbaikan yang akan ditunjukkan pemerintah.
Sebaliknya, mereka yang mendukung capres yang dinilai sebagai pertentangan dari pemerintah justru akan cenderung merasa tidak yakin bahwa pemerintah mampu bekerja dengan lebih baik di waktu mendatang.
Pendukung sosok capres yang berasal dari perwakilan partai penguasa, PDI-P, seperti Ganjar dan Tri Rismaharini, misalnya, sebagian besar merasa yakin pemerintah akan semakin bekerja lebih baik lagi. Bahkan, hal itu dinyatakan oleh nyaris seluruh pendukung Tri Rismaharini (91,6 persen).
Ekstrem berkebalikan yang paling kentara pada kondisi itu lagi-lagi ditunjukkan oleh pendukung capres AHY, di mana tak kurang dari tiga perlima bagian pendukung Ketua Umum Demokrat itu merasa tidak yakin pemerintah dapat menunjukkan kinerja yang semakin baik. Hanya tak lebih dari seperempat bagian pendukung AHY yang masih optimis pada perbaikan yang dapat dicapai pemerintah.
Dalam gradasi yang lebih positif, proporsi sikap optimis yang ditunjukkan terpaut sedikit dengan ketidakyakinan terhadap kinerja pemerintah mendatang ditunjukkan oleh pendukung capres Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Terdapat sekitar sepertiga bagian responden dari pendukung setiap capres ini yang tak optimis pada pembenahan kinerja pemerintah.
Penilaian kinerja pemerintah oleh publik sejatinya menjadi rapor capaian yang dapat menjadi input evaluasi untuk pembenahan di waktu mendatang. Dalam hal ini, obyektivitas publik tentulah sangat diperlukan sehingga penilaian sebagai tolok ukur capaian dan perbaikan itu dapat betul-betul menggambarkan realitas yang dirasakan masyarakat.
Fanatisme yang berlebih hingga membelenggu obyektivitas hanya akan menggerus kredibilitas peran publik sebagai pengawas berjalannya pemerintahan. Melihat hal tersebut, pendidikan dan kedewasaan dalam kehidupan politik dan demokrasi secara terbuka serta adil tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah mendasar yang perlu terus dibentuk. (LITBANG KOMPAS)