Analisis Litbang ”Kompas”: Ragam Jamuan Makan Perayaan Natal
Ragam makanan dan tradisi penuh makna sejak puluhan hingga ratusan tahun silam menjadi bagian penting dalam perayaan Natal. Meriahnya Natal dapat dirasakan mulai dari meja makan.
Pesta makan menjadi bagian istimewa dari tradisi perayaan Natal di berbagai belahan dunia. Selain mengikuti tradisi, kini jamuan makan Natal didorong untuk turut menebarkan semangat berbagi dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Charles Dickens dalam novelnya yang terkenal berjudul A Christmas Carol (1843) menggambarkan perayaan Natal yang meriah di keluarga Bob Cratchit. Ada jamuan makan bersama keluarga dengan menu daging angsa, kentang tumbuk beserta saus apel, serta puding khas perayaan hari besar yang menyemarakan suasana Natal di keluarga itu.
Gambaran pesta perjamuan oleh Dickens itu menjadi salah satu tren tradisi pesta makan saat Natal hingga saat ini. Menu makanan berbahan dasar angsa, olahan kentang tumbuk, dan puding khas Natal itu bahkan masih dimasak khusus untuk acara makan bersama di malam Natal hingga sekarang.
Di sejumlah negara, terutama Eropa, makan bersama dan pesta makanan memang sudah menjadi tradisi turun-temurun untuk merayakan Natal. Inggris menjadi salah satu negara yang mempunyai pengaruh besar dalam menyebarkan tradisi tersebut, termasuk pesta makan dan makan malam bersama itu. Pengaruh tradisi Inggris ini kemudian diserap oleh wilayah kolonial Inggris di berbagai belahan dunia.
Di Inggris, pesta makan saat masa Natal sudah mengalami transformasi makna dan acara berkali-kali. Dahulu, pada abad ke-14, Natal menjadi perayaan yang spesial bagi biarawan dan biarawati. Sebab, hanya di saat Natal mereka dapat makan makanan lezat, banyak daging, dan minum minuman yang biasanya tidak dapat mereka santap di hari-hari biasa. Di luar Natal, mereka hanya memakan makanan sederhana.
Pada masa kekuasaan Raja Henry Tudor atau awal abad ke-15 , Natal menjadi pesta penting bagi keluarga kerajaan. Dalam perayaan itu, tersedia berbagai makanan dengan bahan-bahan daging, seperti daging sapi, rusa, babi hutan, kalkun, dan angsa. Selain itu, mereka juga menyantap makanan khas Natal yang penuh makna, yakni kue ”Twelfth Night” atau sejenis kue buah. Mereka juga merayakan Natal dengan tradisi ”Wassailing”, yaitu bersulang untuk memohon hasil panen yang baik di tahun depan.
Berbagai makanan dan tradisi itu berlanjut hingga era abad ke-18. Namun, beberapa makanan, seperti kue pai dan puding, lebih sedikit mengandung daging-dagingan dibandingkan era sebelumnya. Banyaknya makanan yang disajikan dalam perayaan Natal membuat penyelenggara harus mempersiapkan makanan jauh-jauh hari.
Pesta makan agak sedikit berbeda memasuki abad ke-19 . Jika sebelumnya Natal dirayakan dengan pesta besar-besaran, di periode yang juga sering disebut sebagai era Victoria ini, pesta makan dilakukan lebih dekat bersama keluarga saja. Meski demikian, makanan yang disantap dan tradisi yang dilakukan masih sama dengan era sebelumnya.
Selanjutnya di era modern yang diawali pada tahun 1930-an, pesta makan Natal dipenuhi oleh berbagai makanan yang kita santap saat ini. Kalkun menjadi makanan favorit saat itu, hampir menggantikan daging angsa. Mulai 1930-an, banyak resep makanan khas Natal tersebar di koran dan majalah.
Baca juga: Perketat Pengawasan Prokes di Tempat Wisata Jelang Libur Natal dan Tahun Baru
Pesta makan
Pesta makan saat Natal di Inggris lumrahnya disajikan dengan kalkun, angsa, kentang, dan puding, tetapi di negara lain bisa jadi dirayakan dengan makanan lain sesuai tradisi khasnya negara bersangkutan. Selain jenis makanan yang sangat beragam, ternyata makna dari tradisi pesta makan saat Natal itu juga unik di setiap negara.
Di Filipina, misalnya, acara makan malam bersama untuk merayakan Natal disebut ”Noche Buena”. Tradisi ini sudah dilakukan sejak 300 tahun lalu. Biasanya, orang-orang berkumpul di malam Natal atau pada 24 Desember sore hari untuk menyantap hidangan khas Natal. Acara itu bahkan sering kali dianggap lebih penting daripada perayaan Natal pada 25 Desember.
Setidaknya ada dua makanan khas yang disajikan saat Noche Buena, yaitu ”Puto Bumbong” dan ”Buko Pandan”. Puto Bumbong terdiri dari nasi hitam manis dan nasi putih dengan kelapa parut. Untuk Buko Pandan berupa kudapan yang terbuat dari gelatin rasa pandan dicampur dengan kelapa dan krim.
Pada umumnya, tradisi dan ragam makanan khas Natal disesuaikan dengan kondisi geografis suatu wilayah. Terutama jika hidangan yang disajikan merupakan makanan tradisional. Makanan tradisional yang sudah menjadi makanan khas berpuluh-puluh tahun sering kali masih dibuat secara sederhana. Dengan keterbatasan teknologi zaman dahulu, maka proses pembuatannya pun menyesuaikan alat seadanya. Selain itu, karena terkendala faktor geografis dan belum masifnya perdagangan antarnegara, maka makanan tradisional sering kali berasal dari alam di daerah tersebut.
Hal itulah yang mendasari tradisi ”Lutefisklag” di Norwegia. Tradisi ini diperkirakan menjadi kegiatan turun-temurun pertama orang Norwegia untuk merayakan Natal. Lutefisklag adalah acara makan malam bersama untuk menyantap makanan khas, yaitu ”lutefisk”.
Lutefisk adalah ikan yang sudah dikeringkan dan disimpan di larutan alkalin pekat selama beberapa hari. Makanan ini tercipta karena pada zaman dahulu masyarakat Norwegia sulit mendapatkan ikan segar di hari-hari menjelang Natal meskipun Norwegia memiliki lautan. Oleh karena itu, ikan yang menjadi bahan dasar diawetkan agar lebih tahan lama dan dapat diolah menjelang Natal.
Masih banyak ragam makanan dan tradisi makan bersama saat Natal lainnya yang sarat akan tradisi dan keunikan dari sejumlah negara di dunia.
Di Indonesia, ragam makanan juga tersaji di sebagian wilayah yang merayakan Natal. Dari arsip Kompas, tradisi perayaan Natal disertai jamuan makan terlihat di Minahasa dan Manado, Sulawesi Utara. Ungkapan rasa syukur disertai makan-makan yang menyajikan berbagai masakan khas Manado, mulai dari ikan bakar rica-rica, woku, dan sayur (Kompas, 23/12/2007).
Kurangi sampah makanan
Pesta makandan kegiatan makan bersama sering kali menjadi acara wajib dalam pertemuan keluarga saat Natal. Selain untuk merayakan hari besar keagamaan, pesta makan di masa Natal secara umum juga bermakna menaikan harapan baik di tahun mendatang.
Jadi, apa pun kondisinya, acara makan bersama dengan beragam makanan hampir selalu ada dalam setiap perayaan Natal. Tidak heran jika anggaran khusus untuk makanan seringkali lebih besar daripada keperluan Natal lainnya.
Data dari survei Worldremit 2022 menyebutkan, di beberapa negara, pengeluaran untuk makanan menjadi yang terbesar dari pengeluaran keperluan Natal. Di Filipina, rata-rata pengeluaran untuk makanan saat Natal per rumah tangga mencapai 293 dollar AS. Nilai tersebut mencakup 51 persen dari total pengeluaran untuk keperluan Natal. Serupa dengan itu, rata-rata pengeluaran makanan di Spanyol mencapai 46 persen dari total pengeluaran Natal dengan nilai sebesar 231 dollar AS per rumah tangga.
Besarnya pengeluaran untuk makanan tersebut dapat dimaklumi mengingat acara makan bersama menjadi bagian penting dalam perayaan Natal. Apalagi hidangan yang disajikan cukup bervariasi sehingga membutuhkan biaya yang relatif banyak. Natal menjadi momen spesial yang terjadi hanya sekali setahun sehingga tidak jarang orang-orang berbelanja makanan secara berlebihan untuk menyambut hari besar ini.
Biasanya, pada momen spesial itu sering kali didapati makanan yang tersisa dalam jumlah relatif banyak. Di Inggris, contohnya, setiap tahun diperkirakan ada sisa makanan saat Natal setara dengan 2 juta ekor kalkun, 5 juta puding, serta 74 juta potongan daging cincang. Jumlah tersebut sangat besar dan sangat disayangkan mengingat masih banyak sebagian orang yang kesulitan mendapatkan makanan. Selain itu, apabila divaluasi tercipta kerugian secara ekonomi dan ekologis dari sisa-sisa makanan tersebut.
Oleh karena itu, dalam menyelenggarakan tradisi pesta makan dan acara makan bersama saat Natal perlu merencanakan secara matang. Di antaranya menghitung jumlah orang yang akan hadir, mengalkulasi kebutuhan makan tiap orang, hingga memilih jenis makanan yang akan disajikan dalam tradisi rutin tersebut.
Selain itu, alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan berbagi makanan. Hal ini dapat dilakukan dengan membagikan makanan kepada orang yang membutuhkan. Atau bisa juga dilakukan melalui aplikasi khusus seperti Olio yang membantu mengumpulkan makanan sisa layak makan dan membagikannya kepada orang yang memerlukan. Dengan demikian, semarak Natal yang dirasakan melalui pesta makan atau makan bersama tidak hanya menjadi kesenangan bagi sebagian orang saja, tetapi juga memberi kebahagiaan bagi sesama yang membutuhkan. (LITBANG KOMPAS)