Survei Litbang “Kompas”: Anies, Ganjar, Prabowo, di Mata Pemilih Mula
Dalam benak pemilih mula, mereka yang baru pertama memilih dalam Pemilu 2024 mendatang, sosok Anies, Ganjar, dan Prabowo punya kekuatan karakter yang saling membedakan.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Hasil survei Litbang Kompas periode Oktober 2022 menunjukkan kabar baik, terkait dengan cukup besarnya antusiasme kalangan pemilih mula dalam pemilu mendatang. Kondisi demikian tidak lepas dari momen pemilu presiden, sejalan dengan tampilnya beragam sosok calon presiden belakangan ini. Jika kepada kalangan ini ditanyakan apakah saat ini sudah ada tokoh yang menjadi rujukan mereka sebagai calon presiden, misalnya, tidak kurang dari 85 persen responden pemilih mula menyatakan sudah memiliki tokoh pilihan.
Proporsi tersebut jauh meningkat dibandingkan survei sejenis pada Oktober 2021 lalu, dimana baru sekitar 72,5 persen pemilih mula yang memiliki sosok rujukan. Apabila proporsi pilihan calon presiden mereka dibandingkan dengan pemilih lain yang sudah berpengalaman, tidak tampak perbedaan. Artinya, kekhawatiran apatisme politik kalangan pemula, tidak beralasan. Setidaknya, seperti juga kalangan pemilih lainnya, mereka sudah memiliki rujukan tokoh yang layak menjadi pemimpin negeri ini.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dari sisi antusiasme yang ditunjukkan, menjadi menarik pula mencermati pilihan-pilihan para pemilih mula pada calon presiden rujukan mereka. Ada puluhan sosok yang menjadi rujukan. Hasil survei menunjukkan, sosok Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, dan Anies Baswedan, empat sosok yang menjadi rujukan terbesar sebagai calon presiden.
Tampilnya sosok Ridwan Kamil dalam papan atas pilihan para pemilih mula menarik dicermati. Sebelumnya, hanya tiga sosok, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto yang kerap memuncaki persaingan. Baru pada survei periode kali ini, Ridwan menarik perhatian besar para pemilih, termasuk pemilih mula.
Dari konfigurasi pilihan calon presiden, sosok Ganjar tampil dominan. Di kalangan pemilih mula, elektabilitasnya terpaut cukup signifikan dengan tokoh lainnya. Begitu pula jika pilihan responden disimulasikan secara berhadap-hadapan (head to head), pada dua tokoh lainnya, seperti Anies dan Prabowo, elektabilitas Ganjar dalam pilihan pemilih mula masih merajai.
Terhadap Anies, selisih elektabilitas Ganjar tampak terpaut semakin jauh. Pada survei terakhir, Oktober 2022, sudah berselisih hingga 39,8 persen. Jika dibandingkan dengan dua survei sebelumnya yang dilakukan sepanjang tahun 2022 ini, terjadi lonjakan dukungan hingga dua digit.
Capaian yang lebih spektakuler jika dihadapkan pada Prabowo. Jika pada survei periode awal tahun 2022 Prabowo masih unggul terhadap Ganjar, pada survei terbaru justru sebaliknya. Kali ini, Ganjar menjauhkan jarak persaingan hingga berselisih 35 persen.
Selain Ganjar, hasil survei Oktober menunjukkan adanya peningkatan elektabilitas Anies yang cukup signifikan. Posisi Anies kali ini cukup mengancam Prabowo, yang tidak lagi berjarak lebar.
Pada kalangan pemilih mula pun ancaman Anies terhadap posisi politik Prabowo mulai terasakan. Jika pada awal tahun 2022 selisih keduanya mencapai hingga 24 persen dengan keunggulan Prabowo, kini justru semakin sempit perbedaannya, terpaut hanya 3,4 persen saja.
Pilihan pemilih mula yang berubah dalam setahun terakhir ini menarik dicermati. Persoalannya, sosok presiden semacam apa yang sebenarnya diharapkan para kaum pemilih mula ini. Begitu pula apakah perbedaan karakteristik rujukan sosok pilihan kaum pemilih mula ini dengan kaum pemilih lainnya yang sudah berpengalaman politik telah terbentuk.
Mencermati sejarah kontentasi politik di negeri ini, pilihan-pilihan terhadap sosok calon presiden tidak akan terlepas pada karakteristik sosok yang ditampilkan dan dialektika kebutuhan pemimpin yang diidamkan masyarakat saat itu. Pengalaman menunjukkan, kebutuhan akan karakter tertentu pada sosok pemimpin tampak dinamis.
Di saat reformasi politik bergulir, misalnya, model kepemimpinan otoritarian dan militeristik ala Presiden Soeharto tergantikan sosok teknokratis Presiden BJ Habibie yang juga tidak bertahan lama. Begitu pula, tampilnya supremasi sipil yang diusung Presiden KH Abdurrahman Wahid dan selanjutnya Presiden Megawati Soekarnoputri, tidak berlanjut panjang.
Tampilnya sosok militer dan pemikir, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mencoba menjawab keraguan masyarakat terhadap sosok-sosok pemimpin non militer yang dinilai tidak mampu menstabilkan bangsa baik dari sisi politik maupun ekonomi. Berbeda dengan tokoh lainnya, Presiden Yudhoyono mampu menuntaskan dua periode kepemimpinan.
Hanya saja, keinginan masyarakat akan model kepemimpinan militer yang tampak tegas, belum juga terjawab. Hal ini pula yang menjadi kerinduan mereka tatkala pasca kepemimpinan Yudhoyono, dimana sikap ketegasan menjadi dambaan bagi calon presiden selanjutnya. Sampai di sini, tampilnya sosok Prabowo Subianto menjadi alternatif yang dirujuk. Hasil survei Litbang Kompas saat itu mengindentifikasikan calon presiden Prabowo sebagai sosok yang “tegas” dan “berwibawa” banyak dirujuk sebagai calon presiden pilihan mereka.
Akan tetapi, di tengah dambaan akan sosok dengan karakter calon presiden yang direpresentasikan oleh ketegasan dan kewibawaan itu, secara cepat terhadang oleh munculnya fenomena pesona pemimpin baru yang mengusung karakter “sederhana” dan “merakyat”. Fenomena ini tidak lepas dari kemunculan sosok Joko Widodo, yang kala itu baru berhasil memenangkan Pilkada Gubernur DKI Jakarta.
Tidak hanya berhenti sebagai Gubernur DKI Jakarta, dalam waktu yang relatif singkat, sosok Joko Widodo menjadi rujukan calon presiden di negeri ini. Dalam hal ini, karakter ”tegas dan berwibawa” yang sebelumnya menjadi idaman, secara tiba-tiba menemukan antitesisnya, “sederhana” dan “merakyat” yang ada dalam diri Joko Widodo. Hasil Pemilu Presiden 2019 yang mengantar Joko Widodo sebagai Presiden menggantikan Presiden Yudhoyono seolah melegitimasikan perubahan model kepemimpinan idaman masyarakat.
Setelah Presiden Joko Widodo menuntaskan dua periode masa jabatan 2024 mendatang, model karakteristik kepemimpinan yang “sederhana” dan “merakyat” ini akan kembali diuji signifikansinya. Khusus pada para pemilih mula, apakah model kepemimpinan yang “sederhana” dan “merakyat” menjadi harapan terbesar mereka, ataukah justru berharap pada karakteristik model kepemimpinan lainnya.
Merujuk pada hasil survei periode Oktober 2022, karakter “sederhana” dan “merakyat” faktanya masih menjadi pilihan terbanyak responden. Akan tetapi menariknya, kebutuhan akan sosok pemimpin berkarakter "tegas" dan "wibawa" juga tampil sama banyaknya.
Bahkan, pada survei kali ini harapan munculnya pemimpin yang punya latar pengalaman “prestasi” sebagai pemimpin juga tidak kalah besar. Tiga karakter pemimpin inilah yang kali ini menjadi idaman masyarakat. Selebihnya, terdapat keinginan pemimpin yang “jujur” dan “adil”, “berpendidikan tinggi”, hingga ”figur menarik”.
Bagi pemilih mula, setiap karakter, baik “sederhana” dan “merakyat”, “tegas” dan “wibawa”, serta pengalaman sebagai pemimpin yang “pengalaman dan berprestasi”, juga menjadi perhatian terbesar kalangan ini. Namun menariknya, jika disematkan pada tokoh-tokoh calon presiden pilihan mereka, ketiga karakteristik pemimpin idaman tersebut tampak berbeda-beda.
Karakter Anies dinilai berbeda dengan Ganjar dan Prabowo. Begitu juga, Ganjar pun berbeda dengan Prabowo. Dalam hal ini, masing-masing calon presiden pilihan memiliki kekhasan masing-masing yang saling membedakan.
Persoalannya di kalangan pemilih mula, di antara tokoh-tokoh Anies, Ganjar, dan Prabowo, siapa yang merepresentasikan sosok “sederhana” dan “merakyat”? Siapa pula yang tampak “tegas” dan “wibawa”, ataupun karakter “pengalaman dan prestasi” serta “jujur dan adil”? (LITBANG KOMPAS)