Mewujudkan Perekonomian Jawa Barat yang Kian Merata
Pembangunan kawasan Rebana dan Jawa Barat selatan menjadi keharusan untuk meratakan perekonomian daerah. Langkah ini untuk memajukan Jabar secara keseluruhan agar tidak tersentralisasi hanya di kawasan tengah.
Di balik kontribusinya yang besar pada perekonomian nasional, Jawa Barat ternyata masih menyimpan sejumlah pekerjaan rumah. Selama ini pembangunan wilayahnya belum merata dan hanya terpusat di bagian tengah. Oleh sebab itu, implementasi pembangunan kawasan Rebana dan wilayah selatan sangat dinanti guna mewujudkan ekonomi Jabar yang kian berdaya dan merata.
Sebagai salah satu provinsi terbesar di Indonesia, Jabar memegang peranan vital dalam perekonomian nasional. Setiap tahun, wilayah ini berkontribusi relatif besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tahun lalu, Jabar menyumbang sebesar 13,03 persen pada produk domestik regional bruto (PDRB) Indonesia. Kontribusi ini menempati urutan ketiga secara nasional setelah DKI Jakarta yang menyumbang sebesar 17,19 persen dan Jawa Timur sebesar 14,48 persen.
Meskipun demikian, Jabar memiliki posisi yang sangat penting dalam perdagangan internasional Indonesia. Masifnya industrialisasi berteknologi mutakhir di wilayah ini membuat Jabar memiliki sumbangan yang besar terhadap produk-produk ekspor unggulan Indonesia. Pada tahun 2021, nilai ekspor Jabar mencapai 33,7 miliar dollar AS atau 14 persen dari total ekspor nasional.
Nilai ekspor tersebut kemungkinan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya situasi pandemi. Indikasinya terlihat dari nilai ekspor Januari-Agustus tahun ini sudah lebih besar 19 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Kinerja perekonomian makro yang relatif baik itu juga disertai dengan daya tarik investasi yang tergolong tinggi. Pada tahun 2021, realisasi investasi Jabar mencapai Rp 134 triliun atau menjadi yang tertinggi di antara provinsi lain di Indonesia.
Masifnya investasi asing ataupun domestik di wilayah ini akan memberi dampak positif secara makroekonomi. Semakin banyak investasi yang masuk, maka kemungkinan untuk menambah produksi barang dan jasa juga turut meningkat. Semakin banyak industri atau usaha yang dibuka sehingga membutuhkan jumlah tenaga kerja yang semakin banyak. Alhasil, pengangguran menyusut, kemiskinan berkurang, kesejahteraan penduduk meningkat, dan kualitas kehidupan masyarakat Jabar secara umum akan semakin baik.
Ketimpangan dan kemiskinan
Sayangnya, besarnya investasi yang masuk ke Jabar itu belum terdistribusi secara merata. Investasi hanya tertuju pada daerah yang menjadi kantong-kantong utama tujuan investasi, seperti Bekasi, Karawang, Bandung, dan Bogor. Hampir tiga perempat dari total investasi Jabar mengalir ke daerah-daerah dominan tersebut. Akibatnya, daerah tujuan investasi itu menjadi daerah padat industrialisasi yang mengundang banyak perantau dari luar daerah.
Kawasan-kawasan industri yang kian berkembang tersebut turut mendorong masuknya investasi lain ke daerah-daerah itu. Daerah Bekasi, Karawang, Bandung, dan Bogor menjelma menjadi sentra ekonomi andalan di Jabar. Rata-rata per tahun nilai kontribusinya mencapai separuh lebih dari total PDRB Jabar. Sejalan dengan kemajuan ini, kesejahteraan penduduknya pun lebih baik. Setidaknya di bidang ekonomi, pendidikan, dan juga kesehatan.
Baca juga : Dampak Pembangunan Tol Trans-Jawa pada Perekonomian
Hanya saja, kinerja yang terpusat pada daerah tertentu tersebut akhirnya berbuntut pada persoalan ketimpangan. Pada Maret 2022, indeks gini ratio Jabar sebesar 0,417, yang menandakan adanya kesenjangan cukup lebar antara kaum kaya dan kelompok miskin. Jabar pun menjadi salah satu dari enam provinsi dengan tingkat ketimpangan di atas rata-rata nasional. Dengan kata lain, tingkat ketimpangan di Jabar tergolong cukup tinggi di Indonesia.
Tingginya ketimpangan tersebut salah satunya terjadi karena pembangunan daerah yang tidak merata. Dari 27 kabupaten/kota di Jabar, hanya sejumlah daerah yang berkembang pesat dalam hal kemajuan wilayahnya. Selama ini, ada semacam dikotomi wilayah Jabar yang terbagi menjadi dua, yakni Jabar utara dan Jabar selatan. Jabar bagian utara merupakan daerah di pesisir pantai utara Jawa yang dinilai lebih berkembang daripada Jabar selatan. Sementara Jabar selatan dinilai cenderung stagnan kemajuan wilayahnya. Merujuk Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021, wilayah Jabar selatan terdiri atas enam kabupaten, yakni Sukabumi, Cianjur, Ciamis, Pangandaran, Tasikmalaya, dan Garut.
Namun, dikotomi tentang utara-selatan itu sepertinya kurang tepat. Nyatanya, aktivitas ekonomi dan pembangunan Jabar sejatinya masih terpusat di wilayah tengah. Perkembangan di wilayah utara Jabar masih terbatas pada sejumlah daerah tertentu, seperti Karawang dan Bekasi. Daerah lain, seperti Indramayu, Subang, dan Cirebon, masih relatif tertinggal.
Dari sumbangan sebesar 13 persen pada PDB nasional, wilayah Jabar tengah menyumbang lebih dari separuhnya, terutama daerah Bandung dan Bogor. Sisanya baru berasal dari Jabar selatan dan Jabar utara yang didominasi oleh kawasan Karawang dan Bekasi. Daya dongkrak ekonomi daerah yang mengandalkan sumber daya alam masih jauh tertinggal dibandingkan daerah dengan industrialisasi yang cukup masif.
Ketertinggalan Jabar selatan dan sebagian Jabar wilayah utara juga tampak dari masih tingginya angka kemiskinan di daerah pinggiran tersebut. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 menunjukkan, persentase penduduk miskin di sebagian besar wilayah Jabar selatan dan Jabar utara berada di atas rerata persentase penduduk miskin Jabar (8,4 persen).
Bahkan, sejumlah daerah, seperti Garut, Cianjur, Tasikmalaya, dan Indramayu, melampaui rerata penduduk miskin nasional yang sebesar 10,14 persen. Jika dilihat dari jumlahnya, separuh lebih dari total 4,2 juta penduduk miskin Jabar berada di wilayah selatan dan sebagian wilayah utara Jabar.
Baca juga : Pariwisata Jadi Jalan Kebangkitan Ekonomi Jabar Selatan
Tingginya kemiskinan tersebut berjalan beriringan dengan kualitas hidup penduduk yang juga tergolong rendah. Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada dua pertiga kabupaten/kota di Jabar berada di bawah capaian IPM provinsi (72,5 persen). Daerah-daerah itu mayoritas berasal dari wilayah Jabar utara dan selatan. Hanya Bandung, Bekasi, dan Depok yang memiliki capaian IPM di atas angka 80.
Implementasi program
Situasi tersebut memberikan gambaran betapa pentingnya meratakan pembangunan di seluruh wilayah Jabar. Program percepatan pembangunan di kawasan Rebana dan Jabar selatan mendesak untuk segera direalisasikan. Kawasan Rebana meliputi tujuh daerah di pesisir utara Jabar yang terdiri dari Kabupaten Subang, Indramayu, Majalengka, Sumedang, Cirebon, Kuningan, dan Kota Cirebon.
Guna mendukung program tersebut, pemerintah menggelontorkan dana lebih dari Rp 390 triliun. Sekitar Rp 235 triliun dialokasikan untuk kawasan Rebana dengan merencanakan 81 program pembangunan. Program di pesisir utara Jabar ini difokuskan untuk pengembangan kawasan kota baru. Langkah tersebut relatif tepat dilakukan lantaran kepadatan penduduk di kawasan Rebana masih relatif lebih rendah. Jauh apabila dibandingkan dengan Bandung, Bekasi, dan Depok yang sangat padat penduduk.
Industrialisasi juga dialokasikan sebagai salah satu program untuk pembangunan kawasan Rebana. Lokasi yang strategis di pelintasan perdagangan kawasan pantai utara (pantura) berpotensi mendongkrak pembangunan di kawasan tersebut.
Lain halnya dengan kawasan Jabar selatan yang masih mempertahankan sumber daya alamnya. Selain pembangunan infrastruktur, dana sebesar Rp 157 triliun juga dialokasikan untuk pengembangan potensi perikanan dan kelautan Jabar selatan serta pengembangan pariwisata.
Pariwisata menjadi salah satu kekuatan alami yang dimiliki Jabar selatan. Merujuk data Dinas Pariwisata Jabar, separuh dari total 1984 daya tarik wisata Jabar terletak di kawasan selatan. Paling banyak berada di Kabupaten Tasikmalaya dengan 408 destinasi wisata yang terdiri dari wisata alam, budaya, dan buatan. Berikutnya adalah Garut dengan lebih dari 200 daya tarik wisata.
Hanya, potensi tersebut masih perlu dioptimalkan. Ini terlihat dari rendahnya kunjungan wisatawan di hampir semua destinasi wisata yang dimiliki Jabar. Salah satu contohnya adalah Tasikmalaya. Dengan segudang potensi wisata yang dimiliki, Tasikmalaya baru mampu menarik minat sekitar 590.000 pengunjung. Garut pun demikian, baru mampu memikat sekitar 357.000 wisatawan.
Angka kunjungan wisatawan di kedua daerah yang kaya potensi obyek wisata itu tertinggal jauh daripada Pangandaran. Meskipun hanya memiliki separuh dari obyek wisata yang ada di Garut, nyatanya Pangandaran mampu menyedot animo wisatawan hingga 3,6 juta orang. Turisnya pun beragam, mulai dari wisatawan lokal hingga mancanegara. Tingginya kunjungan wisatawan di Pangandaran ini mendominasi total kunjungan ke Jabar selatan yang mencapai 6,9 juta wisatawan. Dengan kata lain, ketimpangan pariwisata pun terjadi di setiap wilayah di kawasan selatan itu.
Oleh karena itu, untuk kawasan Jabar selatan dibutuhkan metode promosi khusus agar wilayahnya dapat dikenal secara menyeluruh. Wisata olahraga yang kini sedang digandrungi masyarakat bisa menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk lebih mengenalkan kawasan Jabar selatan.
Pemerintah Provinsi Jabar pun tampaknya mencoba peluang kegiatan sport tourism itu. Akhir Agustus lalu, pemerintah Jabar berkolaborasi dengan Bank Jabar dan harian Kompas menyelenggarakan wisata olahraga bertajuk Cycling de Jabar 2022. Tur sepeda itu diselenggarakan dengan menempuh jarak lebih dari 300 kilometer dari Sukabumi hingga Pangandaran.
Dalam kegiatan itu, Kompas juga melakukan survei terkait kawasan Jabar selatan kepada para peserta tur sepeda. Hanya, hasilnya kurang begitu menggembirakan. Mayoritas pemahaman responden terhadap Jabar selatan masih minim. Kabupaten Pangandaran menjadi wilayah yang paling banyak diketahui dan paling sering dikunjungi jika dibandingkan daerah lain di Jabar selatan. Hampir separuh responden sudah lebih dari tiga kali mengunjungi daerah yang terkenal dengan pantainya itu.
Baca juga : Cycling de Jabar, Apresiasi dan Harapan Mekarnya Pesisir Selatan Jawa Barat
Keadaan ini berbanding terbalik dengan Ciamis dan Tasikmalaya. Tiga perempat responden justru mengaku belum pernah mengunjungi daerah tersebut. Selain itu, masih ada sekitar 50 persen responden yang belum pernah berkunjung ke Sukabumi, Garut, dan Cianjur. Padahal, mayoritas peserta Cycling de Jabaritu juga berasal dari Jabar.
Berangkat dari fenomena tersebut, kegiatan wisata olahraga lain juga dapat diadopsi guna memperkenalkan Jabar secara utuh. Pembangunan wilayah tidak melulu harus seperti Jabar tengah ataupun utara dengan industrialisasinya. Kekayaan sumber daya alam pun dapat berkembang pesat jika dikelola dengan baik dan menyeluruh.
Rencana pembangunan kawasan Rebana dan Jabar selatan menuntut pembuktian guna membangun Jabar yang kian berdaya dan merata. Semakin banyak daerah Jabar yang tumbuh dan berkembang dari potensi wilayahnya, maka Jabar secara keseluruhan akan semakin tampil terdepan dalam berkontribusi bagi pembangunan nasional. Industri dan segenap potensi alam yang dimiliki Jabar dapat dikolaborasikan untuk memperkuat kemajuan ekonomi daerah dan juga nasional. (LITBANG KOMPAS)