Analisis Litbang ”Kompas” : Rapor Perekonomian Daerah di Masa Pandemi
Sinyal pandemi mulai melandai sudah di depan mata, tetapi tidak semua daerah di Indonesia sudah mulai pulih ekonominya. Stimulus anggaran menjadi kunci untuk membangkitkan kembali perekonomian.
Oleh
Gianie
·5 menit baca
Akibat pandemi, Indonesia secara teknis masuk dalam periode resesi ekonomi karena selama empat triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif, yaitu mulai dari triwulan kedua tahun 2020 hingga triwulan pertama 2021. Akibatnya, secara tahunan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 terkontraksi cukup dalam menjadi minus 2,07 persen.
Baru pada 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan mulai bangkit dan terkoreksi ke angka 3,69 persen. Memang belum setinggi angka pertumbuhan sebelum pandemi yang berada di kisaran 5 persen, tetapi sudah cukup impresif dan memberikan optimisme untuk peningkatan selanjutnya.
Akibat pandemi, Indonesia secara teknis masuk dalam periode resesi ekonomi karena selama empat triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif.
Meski demikian, jika pertumbuhan ekonomi dilihat ke level provinsi, terlihat pola yang tidak sepenuhnya sama mengikuti kondisi nasional seperti di atas. Hampir semua provinsi (31 dari 34 provinsi) ikut mengalami kontraksi ekonomi pada 2020.
Hanya tiga provinsi yang tetap mengalami pertumbuhan positif. Ketiga provinsi tersebut adalah Sulawesi Tengah (4,86 persen), Maluku Utara (5,35 persen), dan Papua (2,39 persen).
Dari 31 provinsi yang juga mengalami kontraksi ekonomi tersebut, 20 provinsi angkanya lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi nasional, artinya kontraksi terjadi tidak terlalu dalam. Kontraksi ekonomi yang paling dalam dialami oleh Provinsi Bali dengan pertumbuhan minus 9,33 persen.
Bali bersama enam provinsi di Pulau Jawa menjadi episentrum penyebaran kasus Covid-19 di Tanah Air. Provinsi-provinsi ini paling terpukul karena jumlah penduduk terkonsentrasi di pulau tersebut.
Pulau ini pun menjadi pusat kegiatan ekonomi dan bisnis sehingga dengan mobilitas masyarakat yang tinggi sangat rentan terhadap penularan virus. Akibatnya, perekonomian yang paling terpukul diawali dari Pulau Jawa dan Bali.
Bali menerima dampak terberat dari terpukulnya ekonomi karena ia menjadi pusat industri pariwisata Indonesia. Bali menjadi kuali pertemuan (melting pot) wisatawan dari banyak negara di dunia. Tidak heran, ketika terjadi pembatasan sosial yang diikuti dengan pelarangan melakukan perjalanan, perekonomian Bali langsung lunglai.
Selama pandemi, Bali kehilangan potensi wisatawan mancanegara sebanyak 5 juta-6 juta orang per tahun yang masuk lewat Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Padahal, sebelum pandemi, sekitar 60 persen dari total wisatawan asing yang masuk ke Indonesia lewat pintu udara mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Perekonomian provinsi di Pulau Jawa juga ikut terpukul cukup dalam. Terlihat dari penurunan angka pertumbuhan ekonominya lebih dalam dibandingkan dengan angka nasional.
Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta tahun 2020 tercatat -2,39 persen, Jawa Barat -2,52 persen, Jawa Tengah -2,65 persen, DI Yogyakarta -2,68 persen, Jawa Timur -2,33 persen, dan Banten -3,39 persen.
Di luar Jawa-Bali, provinsi dengan kontraksi ekonomi yang cukup dalam dialami oleh Kepulauan Riau (-3,8 persen), Kalimantan Timur (-2,87 persen), dan Sulawesi Barat (-2,40 persen).
Tahun 2021 menjadi tahun kebangkitan ekonomi bagi Indonesia karena kondisi resesi ekonomi yang berhasil diatasi. Salah satu kunci suksesnya terletak pada pengucuran stimulus fiskal yang cukup besar.
Nilainya pada 2020 mencapai Rp 579,78 triliun dan pada 2021 sebesar Rp 658,6 triliun. Dana stimulus fiskal ini mengucur hingga pelaku ekonomi di daerah-daerah yang menyasar usaha mikro, kecil, dan menengah.
Hampir semua provinsi menuai pertumbuhan ekonomi yang positif pada 2021, kecuali Bali dan Papua Barat. Kedua provinsi ini mencatat pertumbuhan ekonomi tahunan yang negatif selama dua tahun berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi Bali terkoreksi menjadi -2,47 persen, sedangkan Papua Barat bergerak dari minus 0,76 persen ke minus 0,51 persen.
Sebelas provinsi bahkan mencatatkan pertumbuhan di atas angka nasional, termasuk tiga provinsi di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Banten, dan DI Yogyakarta. Provinsi yang mencatatkan pertumbuhan spektakuler adalah Maluku Utara (16,4 persen), Papua (15,11 persen), dan Sulawesi Tengah (11,7 persen).
Papua menjadi suatu kasus anomali yang terjadi di masa pandemi yang berkebalikan dengan Bali. Sebelum pandemi, yaitu pada 2019, pertumbuhan ekonomi Papua tercatat negatif dengan angka -15,74 persen.
Namun, selama dua tahun berturut-turut setelah itu, di masa pandemi justru mencatatkan pertumbuhan yang positif. Pada 2020 pertumbuhannya 2,39 persen dan menjadi 15,11 persen pada 2021. Pandemi seakan tidak memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat secara signifikan.
Berkebalikan dengan Papua, Bali yang mencatat pertumbuhan positif sebelum pandemi (5,6 persen pada tahun 2019), selama dua tahun berturut-turut setelah itu mengalami pertumbuhan negatif.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 memiliki tantangan yang tidak mudah bagi daerah. Meskipun penyebaran Covid-19 cenderung rendah dan melandai, perkembangan situasi geopolitik dan ekonomi global telah menimbulkan kerentanan yang cukup tinggi. Negara-negara masih dihadapkan pada perlambatan ekonomi dan melonjaknya angka inflasi karena berbagai faktor.
Tantangan menjadi tidak mudah oleh karena insentif fiskal yang dianggarkan pemerintah untuk tahun 2022 lebih sedikit, yakni Rp 455,62 triliun dan hingga pertengahan Agustus 2022 baru terealisasi Rp 178 triliun, kurang dari separuh target.
Pengurangan insentif ini beralasan. Hal itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di mana stimulus fiskal tidak dialokasikan lagi pada tahun 2023 sehingga pengurangan dilakukan bertahap sejak 2022.
Meski demikian, peningkatan pertumbuhan masih terlihat berlanjut untuk tahun ini. Hingga semester pertama, perekonomian nasional telah tumbuh 5,23 persen. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh wilayah timur Indonesia, yakni Maluku dan Papua (13,01 persen) dan Sulawesi (6,47 persen). Sementara wilayah Jawa bertumbuh 5,66 persen.
Bali masih berjuang memulihkan kondisinya untuk bisa kembali seperti masa sebelum pandemi. Pasalnya, wilayah Bali dan Nusa Tenggara hingga semester pertama 2022 ini mencatatkan angka pertumbuhan yang paling kecil dibandingkan dengan gugus pulau lainnya, yakni di angka 3,94 persen.
Oleh karena itu, tidak salah jika pemerintah sejak awal tahun memprioritaskan pemulihan pariwisata Bali dengan kebijakan pelonggaran, seperti meniadakan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang masuk ke ”Pulau Dewata” ini. (LITBANG KOMPAS)