Prabowo Subianto dan Kalkulasi Loyalitas Dukungan Sang Petarung
Prabowo Subianto terus mendulang peningkatan dukungan di pemilu. Peningkatan dukungan ini sekaligus menunjukkan bagaimana tingginya loyalitas yang sudah terbentuk pada para pemilihnya.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Semenjak keikutsertaannya dalam pemilu, jumlah pemilih Prabowo Subianto konsisten meningkat. Pemilihnya pun terbilang loyal dan bertumpu pada segmen masyarakat tertentu. Mengandalkan basis dukungannya seperti itu, akankah ia mengusai persaingan Pemilu 2024?
Dua babak pertarungan politik, Pemilu Presiden 2014 dan 2019, menjadi bukti bagaimana kekuatan Prabowo Subianto dalam memobilisasi dukungan politik para pemilih terhadap dirinya. Kendatipun dalam kedua ajang persaingan politik tersebut ia terkalahkan, namun tidak terbantahkan jika ia mampu meningkatkan dukungan mutlak padanya.
Pada Pemilu 2019 lalu, tatkala berpasangan dengan Sandiaga Uno, Prabowo mampu mengumpulkan 68.650.239 pemilih. Jumlah tersebut, hanya sebesar 44,5 persen dari pengguna hak pilih. Jika dibandingkan dengan hasil Pemilu 2014 lalu, saat ia berpasangan dengan Hatta Rajasa, terjadi peningkatan dukungan hingga 6.073.795 pemilih.
Peningkatan jumlah dukungan, menjadi capaian spektakuler bagi Prabowo. Pasalnya, pada kesempatan kedua pemilu, ia menghadapi sosok presiden petahana yang selama itu, dengan kekuasaan yang digenggamnya, mampu memperkuat dan semakin melengkapi modal politiknya.
Peningkatan dukungan pada Prabowo sekaligus menunjukkan bagaimana tingginya loyalitas yang sudah terbentuk pada para pemilihnya. Begitu pula, hasil survei pasca pemilu (exitpoll) yang dilakukan Litbang Kompas, sesaat setelah Pemilu 2019 berakhir, mengungkapkan jika para pemilih Prabowo relatif lebih loyal dibandingkan dengan pemilih Jokowi.
Saat itu, tidak kurang dari 89,5 persen pemilih Prabowo, mengaku jika pada Pemilu 2014 sebelumnya, mereka juga memilih Prabowo-Hatta. Sebaliknya, pada Jokowi, terdapat sekitar 74,1 persen saja yang memilih Jokowi-Kalla pada Pemilu 2014 lalu.
Dengan loyalitas dukungan sebesar itu, tentu saja menjadi beralasan jika Prabowo memilih terus maju dalam Pemilu 2024 mendatang. Ia masih memiliki basis kekuatan yang tidak boleh diremehkan.
Menarik dicermati, kalangan manakah yang menjadi barisan pendukung Prabowo? Apakah loyalitas dukungan yang terbentuk memiliki kesamaan-kesamaan karakteristik tertentu yang selama itu telah menyatukan mereka?
Dengan mencermati karakteristik pemilih yang terbentuk sejak Pemilu 2014 dan 2019, menunjukkan jika para pendukung Prabowo tampaknya lebih tersegmentasi pada lapis pemilih beridentitas sosial tertentu. Perbedaan hasil pada dua pemilu yang dilalui lebih cenderung menunjukkan semakin menguatnya segmentasi pemilih yang terbentuk.
Berdasarkan hasil survei pasca pemilu Litbang Kompas, menunjukkan jika pada Pemilu 2014 lalu, Prabowo didukung oleh para pemilih yang cenderung terfokus pada kelompok berjenis kelamin laki-laki dan berusia muda (22-30 tahun). Berbeda dengan pendukung Jokowi yang lebih banyak berasal dari kalangan perempuan dan berusia dewasa hingga tua.
Dari sisi kelompok sosial, Prabowo lebih banyak dipilih oleh kalangan menengah, baik dari sisi pendidikan maupun penghasilan. Jika dijabarkan dari latar belakang pekerjaannya, Pemilih Prabowo bertumpu pada kalangan yang tidak bekerja, pensiunan, dan terbesar justru berasal dari kalangan abdi negara, yang bekerja sebagai ASN ataupun pegawai BUMN.
Sangat kontras perbedaannya dengan pendukung Jokowi, yang lebih banyak bertumpu pada kalangan masyarakat yang masuk kelas sosial bawah dan atas. Begitu pula dari sisi pekerjaan, bertumpu pada petani, pedagang, wirausaha, hingga kaum ibu rumah tangga.
Dari sisi penguasaan wilayah, masyarakat perkotaan lebih banyak tempat mukim para pendukung Prabowo. Dalam pengelompokkan pulau, terjadi pula konsentrasi dukungan yang tidak merata. Umumnya, para pendukung Prabowo terkonsentrasi di luar Jawa, seperti hampir setiap provinsi Sumatera, Nusa Tenggara Barat. Di Jawa, provinsi Jawa Barat menjadi pusat konsentrasi dukungan.
Pada Pemilu 2019, dukungan terhadap Prabowo masih bertumpu pada kalangan tertentu sebagaimana masa sebelumnya. Para pendukungnya yang berasal dari kalangan pria, berusia muda, dari kelompok sosial menengah, berlatar belakang pekerjaan ASN dan BUMN, pensiunan, dan umumnya berpendidikan menengah hingga tinggi. Begitu pula dalam penguasaan wilayah dukungan, terfokus pada Sumatera, sebagian Jawa (Jawa Barat), dan beberapa wilayah provinsi yang menjadi konsentrasi kemenangannya.
Perbedaan paling signifikan dari kedua pemilu tampaknya bukan pada perluasan karakteristik pendukung, namun lebih cenderung pada penguatan konsentrasi dukungan pada masing-masingwilayah pendukung dan karakteristik identitas pendukungnya. Kondisi demikian, menunjukkan berbagai segmentasi sosial yang jelas di setiap wilayah.
Sebagai gambaran, berdasarkan wilayah dukungan, misalnya, pada provinsi-provinsi seperti Aceh, Sumatera Barat, Riau, NTB, Gorontalo, dan beberapa provinsi yang pada Pemilu 2014 lalu menjadi wilayah kemenangan Prabowo, pada Pemilu 2019 menjadi semakin dominan penguasannya. Sementara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Papua, Kalimantan menjadi wilayah basis dukungan Jokowi yang kian menguat.
Selain wilayah dukungan, karakteristik pendukung berdasarkan identitas sosial keagamaan dan etnisitas pun semakin terkonsentrasi. Hasil survei mengindikasikan, dari sisi keagamaan, misalnya, meskipun Prabowo kalah di 21 provinsi, namun sebaran dukungan pemilih Islam pada wilayah tersebut sebenarnya lebih banyak dikuasai oleh Prabowo.
Begitu pula dari sisi afiliasi keagamaan, di luar Nahdlatul Ulama, seperti Muhammadiyah dan aliran Islam lainnya lebih banyak menjadi bagian dari pendukung Prabowo. Sementara, konsentrasi pemilih beragama non Islam, seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu tertuju pada Jokowi.
Dari sisi etnisitas, Pemilu 2019 makin menegaskan konsentrasi dukungan yang tertuju pada kedua calon presiden. Berdasarkan hasil survei, pada kelompok etnis Aceh dan Minangkabau sangat kental dengan pilihan politik mereka yang mendukung Prabowo. Prabowo juga banyak didukung etnis Palembang, Melayu, Sunda, Betawi, Bugis/Makassar, Banjar, dan Madura. Di sisi lain, etnis Bali, Jawa, Batak, Dayak, Minahasa, dan Tionghoa menjadi pendukung utama Jokowi.
Terbentuknya konsentrasi para pemilih berdasarkan identitas sosial semacam ini pada satu sisi membentuk loyalitas dukungan yang semakin kuat. Loyalitas dukungan semacam inilah menjadi sisi lebih yang dimiliki Prabowo pada Pemilu 2019 lalu.
Akan tetapi, pada sisi lain, dukungan yang semakin terkonsentrasi hasil Pemilu 2019 lalu juga menggambarkan semakin terbukanya potensi segregrasi sosial yang terbentuk. Itulah mengapa, ancaman keterbelahan sosial masyarakat menjadi ekses terburuk dalam Pemilu 2019 lalu.
Menjadi persoalan kini, bagi Prabowo, apakah aras dukungan semacam itu masih melekat yang dapat diandalkan menjadi kekuatan dirinya kelak? Begitu pula, dengan mengandalkan karakteristik sosial pendukung semacam ini, akankah ia mampu berjaya kali ini? (Bersambung)