Varian Omcron disinyalir penularannya lebih cepat dari varian Delta. Penanganan Covid-19 masih membutuhkan perhatian serius. Protokol kesehatan dan vaksinasi tetap menjadi benteng.
Oleh
Rangga Eka Sakti
·5 menit baca
Ditemukannya varian virus Covid-19 baru di Afrika Selatan pada November lalu mengejutkan dunia. Tak berlangsung lama, galur ini mulai ditemukan di puluhan negara lainnya di seluruh dunia. Di tengah kekhawatiran global atas mutasi dari varian Delta ini, temuan dari WHO dan ahli justru dapat menimbulkan optimisme.
Setelah mendapat peringatan dari Afrika Selatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan galur baru virus Covid-19 dengan kode B.1.1.529 sebagai variant of concern. Tim peneliti yang tergabung dalam Penasihat Teknis Evolusi Virus SARS-CoV-2 WHO menyematkan nama Omicron kepada mutasi baru ini.
Dengan status variant of concern, Omicron mendapat kekhawatiran yang tak kalah besar dengan pendahulunya, yakni varian Alpha, Beta, dan Gamma.
Kekhawatiran WHO ini tentu bukan tanpa alasan. Dibandingkan dengan pendahulunya, varian ini disinyalir lebih cepat menyebar. Sejak pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan akhir November, galur ini juga ditemukan di lebih dari 30 negara di dunia hingga 5 Desember lalu.
Cepatnya persebaran Omicron ini pun terkonfirmasi dari hasil temuan Institut untuk Penyakit Menular (NICD) Afrika selatan.
Lembaga ini menemukan bahwa angka R (jumlah rata-rata kasus baru yang muncul dari setiap infeksi) di Johannesburg kini meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan September lalu.
Dalam media sains Nature, ahli biologi dari Universitas Katolik Leuven di Belgia juga mengonfirmasi temuan dari NCID. Menurut pengamatannya, varian Omicron ditengarai dapat menyebar tiga hingga enam kali lipat dibandingkan dengan varian Delta.
Hal ini juga tampak dari kasus harian di negara dengan kasus Omicron terkonfirmasi. Di Afrika Selatan, tempat varian ini pertama diidentifikasi, jumlah kasus harian sebanyak 11.125 pada 5 Desember. Jumlah ini meningkat lebih dari 11 kali lipat dibandingkan dengan jumlah kasus di akhir November lalu dengan rata-rata di bawah 1.000 kasus per harinya.
Tak hanya Afrika Selatan, varian ini juga mengamuk di beberapa negara Eropa Barat. Jerman, Perancis, dan Inggris menjadi negara-negara yang paling parah terdampak varian ini.
Dengan kasus harian di rentang 30.000-43.000 pada 5 Desember, negara-negara ini mengalami kenaikan jumlah kasus harian 1,5 hingga 4 kali lipat dibandingkan satu bulan yang lalu.
Selain di Benua Eropa, varian ini nyatanya juga telah sampai ke belahan Amerika dan Asia. Di wilayah Amerika Selatan, Brasil mengalami lonjakan kasus harian hingga di kisaran 4.800 per 5 Desember lalu.
Sementara itu, AS di belahan bagian utara memiliki jumlah kasus harian 35.000 pada tanggal yang sama. Meski begitu, meski terimpit oleh AS dan Kanada yang telah mengonfirmasi varian Omicron, Meksiko justru masih belum terdampak varian tersebut.
Di Asia, varian ini pertama menyebar di bagian Asia Timur. Beberapa negara yang merasakan dampaknya ialah Jepang dan Korea Selatan. Meski berdekatan, nasib kedua negara tersebut jauh berbeda.
Dengan kasus harian di kisaran angka 120, situasi di Jepang masih relatif aman. Sementara situasi di Korea Selatan cenderung lebih tak terkendali dengan kasus harian lebih dari 5.000.
Meskipun begitu, butuh lebih banyak penelitian untuk mengetahui dengan lebih pasti seberapa cepat virus Covid-19 varian Omicron menyebar. Masih ada kemungkinan jika temuan awal yang menunjukkan bahwa Omicron memiliki kecepatan transmisi yang lebih dari Delta salah atau tidak sepenuhnya benar.
Pasalnya, lanskap imunologis setiap negara atau wilayah bisa saja berpengaruh ke seberapa cepat virus tersebut menyebar. Untungnya, varian ini dapat diamati dan dibedakan dengan varian lainnya seperti Delta dengan relatif mudah menggunakan beberapa jenis tes PCR.
Kemampuan Omicron untuk menyebar dengan cepat bisa jadi dipengaruhi oleh kemampuannya menghindari kekebalan yang terbentuk pascavaksinasi. Tak hanya itu, kekebalan alami yang terbentuk pascainfeksi varian Delta dan varian lainnya juga dapat dilewati oleh Omicron.
Hal ini merupakan salah satu temuan awal dari varian Omicron di Afrika Selatan. Laporan dari Bloomberg menunjukkan bahwa banyak kasus positif akibat virus varian ini merupakan kasus reinfeksi. Artinya, pasien yang terjangkit galur Omicron sebelumnya sudah pernah terjangkit Covid-19 varian lain dan masih memiliki kekebalan alami.
Kemampuan varian Omicron untuk menghindari sistem kekebalan tubuh ini sesungguhnya telah diprediksi sebelumnya oleh para ilmuwan. Penelitian oleh Paul Bieniasz, seorang ahli virologid I Universitas Rockefeller AS, dalam jurnal Nature pada September lalu, sebelum varian Omciron pertama ditemukan, menunjukkan bahwa mutasi dari varian Delta dapat memiliki karakteristik mampu menerobos sistem imun tubuh.
Dalam penelitiannya, ia mencoba merekayasa virus Covid-19 dan menemukan bahwa rekayasa tersebut mampu menahan serangan antibodi penawar, baik dari vaksin maupun yang terbentuk secara alami. Tak hanya itu, rekayasa virus yang ia buat juga memiliki kemiripan dengan varian Omicron yang saat ini tengah mengancam.
Meskipun begitu, bukan berarti vaksinasi sama sekali tak berguna. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shabir Madhi, vaksinologis dari Universitas Witwatersrand yang juga memimpin percobaan vaksin di Afrika Selatan, menemukan bahwa vaksin AstraZeneca mampu memberikan perlindungan terhadap kasus ringan ke sedang.
Sementara itu, penelitian serupa di Kanada menunjukkan bahwa vaksin tersebut mampu memberikan perlindungan hingga 80 persen dari potensi rawat inap. Perlu dicatat, penelitian ini dilakukan terhadap virus Covid-19 varian Beta yang cenderung menghindari sistem imun seperti Omicron.
Meski penelitian lebih lanjut terhadap virus Omicron masih terus diselenggarakan, hasil positif dari penelitian sebelumnya tentu memberi secercah harapan.
Besar kemungkinan, vaksin mampu menghindarkan masyarakat yang terjangkit dari risiko gejala sedang dan berat yang mengancam jiwa. Tak hanya itu, beban fasilitas layanan kesehatan pun tidak akan terlalu terbebani seperti saat varian Delta menyerang.
Temuan awal ini juga cukup sejalan dengan tren situasi Covid-19 di negara-negara dengan kasus Omicron terkonfirmasi. Meski kasus harian negara negara ini melambung tinggi, angka kematian mereka masih relatif rendah. Bahkan, beberapa di antaranya mencatatkan nol kasus kematian harian.
Dari 10 negara dengan kasus Omicron terkonfirmasi yang memiliki kasus harian di atas 10.000, hanya AS yang memiliki jumlah kasus kematian harian di atas 100.
Sisanya, kematian harian negara-negara ini berkisar 30-50 dalam sehari. Temuan ini tentu semakin memperkuat optimisme bahwa varian ini cenderung tidak lebih ganas dibandingkan dengan varian-varian sebelumnya.
Dengan mencermati temuan-temuan awal dari varian Omicron ini, pemerintah dan publik dapat sedikit bernapas lega. Meskipun begitu, kesimpulan positif ini bisa saja sewaktu-waktu berubah seiring dengan dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan.
Sementara waktu, tidak ada salahnya untuk tetap waspada dan terus taat mematuhi protokol kesehatan yang telah terbukti efektif menekan kasus Covid-19. (LITBANG KOMPAS)