Pola persaingan preferensi presiden pilihan responden semakin sengit. Jika sebelumnya sosok Prabowo Subianto bertengger di posisi teratas, kini mulai tertandingi calon-calon lain.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Dibandingkan dengan hasil survei periode sebelumnya, terjadi penurunan proporsi pendukung Prabowo Subianto. Para pendukung yang selama ini terbilang loyal mulai menyusut.
Hasil survei Litbang Kompas periode Oktober 2021 mengungkapkan pola persaingan yang semakin sengit pada papan atas preferensi presiden pilihan responden. Jika sebelumnya hasil survei selalu menunjukkan sosok Prabowo kerap bertengger di posisi teratas, cukup jauh berjarak dari sosok politik lainnya, kini mulai tertandingi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dengan proporsi keterpilihan sebesar 13,9 persen, dapat disimpulkan langkah Prabowo mulai tersendat. Betapa tidak, pada survei enam bulan yang lalu, ia masih menguasai 16,4 persen pendukung. Penurunan, sekalipun tidak terlalu signifikan, terbilang mengkhawatirkan.
Di sisi lain, kurun waktu yang sama, pesaingnya mulai membayangi. Ganjar Pranowo menjadi pesaing terdekat. Jika sebelumnya proporsi dukungan terhadap Ganjar masih berkisar 7-10 persen, kini melesat. Saat ini, dengan penguasaan dukungan sebesar 13,9 persen, praktis Ganjar bersaing dalam posisi yang terbilang sama dengan Prabowo.
Menarik dicermati, mengapa laju dukungan Prabowo tersendat? Begitu pula, dalam hal apa perubahan dukungan itu terjadi sehingga memperkecil basis penguasaan dukungannya.
Dengan membandingkan karakteristik responden dari dua survei terakhir, setidaknya terlihat indikasi perubahan yang tengah berlangsung. Dari kedua survei tersebut dapat disimpulkan, penyusutan para pendukung loyal (strong voter) Prabowo mulai terindikasi dalam enam bulan terakhir.
Becermin pada hasil survei pada bulan April 2021, misalnya, masih terdapat sebesar 35,3 persen barisan pendukung loyal yang mengaku akan tetap memilih Prabowo dalam pemilu. Dikategorikan sebagai pendukung loyal, lantaran pada Pemilu 2019 mereka menjadi pemilih pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Begitu juga pada survei bulan April ini, mereka tetap memilih Prabowo.
Selain pendukung loyal, terdapat pula kalangan pemilih yang tidak loyal, cenderung berganti-ganti sosok pilihan presiden (swing voter). Dalam catatan survei, jumlahnya signifikan, mencapai separuh (50,8 persen) dari pemilih Prabowo.
Di luar pendukung loyal dan tidak loyal, masih terdapat pula kalangan pemilih Prabowo pada pemilu lalu yang hingga kini belum tahu siapa sosok presiden pilihannya saat ini. Hasil survei April 2021, tampak sebesar 13,3 persen tergolong pendukung yang belum jelas pilihannya.
Akan tetapi, pada survei terakhir Oktober 2021, terjadi mobilitas pilihan sosok presiden. Pada barisan pendukung loyal, misalnya, cenderung susut. Barisan pendukung loyal Prabowo tersisa sebesar 31,9 persen saja.
Sebaliknya, terjadi peningkatan proporsi kalangan pendukung tidak loyal, relatif tetap sebesar 50,1 persen. Pada kalangan ini, jika pada Pemilu 2019 mereka mengaku sebagai pemilih Prabowo, kini beralih ke sosok presiden pilihan lainnya.
Pada saat bersamaan, mobilitas pendukung tertuju pada kalangan yang masih bingung dengan sosok lain pilihannya. Hasil survei mengungkapkan, sekalipun kalangan ini beralih pilihan dari Prabowo, hingga saat ini mereka belum tahu penggantinya. Jumlahnya membengkak, menjadi sebesar 19 persen.
Dengan mengamati mobilitas dukungan di atas, tampak situasi yang krusial kini tengah dihadapi Prabowo. Menyusutnya pendukung loyal berimplikasi ancaman langsung terhadap benteng kekuatan politik yang harus ia pertahankan.
Jika dicermati lebih jauh, mobilitas pemilih yang terjadi pada Prabowo nyatanya tidak hanya berimplikasi pada pengurangan basis dukungan. Hasil survei kali ini juga menunjukkan adanya kecenderungan perubahan karakteristik pendukungnya. Jika pada survei-survei sebelumnya pendukung Prabowo secara demografis, identitas sosial, maupun politik tergolong khas, terkonsentrasi pada satu satuan identitas tertentu, kini cenderung meluruh.
Dari sisi karakteristik usia, misalnya, jika sebelumnya para pendukungnya terdistribusi pada kalangan usia ataupun generasi yang mapan dan cenderung tua, kini mulai membesar pada kelompok usia atau generasi yang relatif muda.
Begitu pula dari sisi jenis kelamin. Survei-survei sebelumnya secara konsisten menempatkan Prabowo sebagai sosok yang banyak dirujuk oleh kelompok laki-laki. Namun, kali ini mulai berubah. Proporsi laki-laki berbanding perempuan mulai saling mendekati.
Kondisi yang kurang lebih sama juga tampak pada sisi domisili responden. Sebelumnya, kekuatan dukungan Prabowo tampak dari responden yang berdomisili di luar Pulau Jawa. Namun, kali ini, komposisinya cenderung imbang.
Jika ditelusuri lebih jauh, terjadi kecenderungan penyusutan dukungan di provinsi-provinsi wilayah Sumatera yang selama pemilu lalu menjadi basis kemenangan Prabowo.
Perubahan-perubahan sosio demografis yang terjadi pada para pendukung Prabowo ini menarik dikaji. Sebagai sesuatu modal politik, tentu saja menyusutnya para pendukung yang selama ini terbilang menjadi basis kekuatan dirinya sangat merugikan. Kondisi ini pula yang ditengarai sebagai ancaman penyebab penurunan proporsi dukungan.
Namun, uniknya, di sisi lain, penyusutan yang terjadi justru semakin membentuk konfigurasi dukungan Prabowo yang lebih merepresentasikan kekuatan sosio demografis masyarakat di negeri ini. Artinya, jika sebelumnya basis dukungan terhadap Prabowo bersifat tersegmentasi pada kalangan tertentu, kini menjadi cenderung lebih cair.
Beberapa kondisi yang menguatkan situasi semacam itu juga terjadi pada sisi identitas politik dari para pemilih Prabowo. Pada survei-survei sebelumnya, masih tampak konsentrasi pendukung terlihat berasal dari kekuatan politik yang memang menjadi basis kekuatan Prabowo.
Dari sisi partai politik, misalnya, dari total seluruh responden yang mengaku memilih Prabowo, selain dari Gerindra, umumnya terkonsentrasi pada partai-partai yang berseberangan politik pada Pemilu 2019.
Namun, hasil survei saat ini justru menunjukkan adanya perubahan dukungan yang cukup signifikan dari partai-partai seperti PDI-P dan Partai Golkar. Dari total pendukung Prabowo, terdapat sekitar 12,9 persen yang mengaku menjadi pemilih PDI-P pada pemilu lalu.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam waktu enam bulan terakhir bisa jadi tidak lepas dari langkah-langkah politik Prabowo selama ini. Selepas Pemilu 2019 dan keputusannya untuk bergabung dalam barisan kepemimpinan politik Presiden Joko Widodo berkonsekuensi langsung terhadap preferensi politik para pendukung loyal yang berseberangan dengan Jokowi.
Termasuk pada hasil survei terakhir, yang menunjukkan kecenderungan penyusutan pada barisan pendukung loyal, menjadi konsekuensi logis yang dihadapi Prabowo. Persoalan selanjutnya, tentu saja bagaimana ia mampu membalikkan penyusutan dukungan tersebut dengan berstrategi dalam menguasai pendukung yang lebih luas dan tidak tersegmentasi seperti era sebelumnya. (LITBANG KOMPAS)