Sekolah berlandaskan nilai keagamaan sudah lama memiliki pamor keuanggulan di Indonesia.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Kualitas sekolah menengah atas yang bersandar pada nilai keagamaan tidak tergoyahkan. Selain menduduki peringkat pertama, nilai rata-rata sekolah jenis ini dalam UTBK lalu relatif lebih tinggi daripada SMA negeri.
Kesimpulan semacam ini diperoleh dari hasil analisis terhadap 1.000 sekolah menengah atas peringkat atas berdasarkan Hasil Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2021. UTBK merupakan suatu seleksi nasional yang diselenggarakan setiap tahun oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), suatu lembaga seleksi masuk perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Berdasarkan informasi LTMPT, tahun ini terdapat 777.858 peserta ujian yang berasal dari 23.110 sekolah, baik sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), maupun madrasah aliyah (MA) sederajat di 34 provinsi negeri ini.
Dari jumlah sekolah yang terdaftar, sebanyak 4.432 sekolah yang masuk kriteria pengamatan LTMPT. Berdasar pada hasil materi soal tes yang diberikan, Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA), diperoleh 1.000 sekolah ranking atas.
Jika dikaji, 1.000 sekolah ranking atas terdiri dari beragam jenis. Selain SMA negeri yang langsung dikelola negara, terdapat pula SMA swasta. Penelusuran lebih jauh, pada SMA swasta terdapat pula sekolah swasta yang mengusung nilai keagamaan.
Nilai-nilai keislaman, kekristenan, kekatolikan, ataupun keagamaan lain yang menjadi basis sekaligus visi sekolah. Selain itu, dijumpai pula sekolah swasta lain yang bersifat umum, tidak berlandaskan nilai keagamaan.
Apabila sisi keagamaan menjadi variabel keragaman sekolah, terdapat pula madrasah aliyah. MA setara dengan SMA. Perbedaannya, antara lain, ialah MA memiliki porsi pendidikan agama Islam yang lebih banyak. Pengelolaan MA juga dilakukan oleh pemerintah (Kementerian Agama) dan juga swasta.
Dengan kategorisasi keragaman sekolah semacam ini, menarik dicermati jika sekolah-sekolah yang mengusung keagamaan tergolong signifikan dalam penguasaan ranking sekolah menengah di negeri ini.
Dari segi jumlah sekolah, dominasi SMA negeri memang tidak terbantahkan. Berdasarkan daftar LTMPT, dari 938 SMA dan MA yang dikaji (di luar SMK), dijumpai sebanyak 646 SMA negeri masuk peringkat 1.000 besar. Artinya, sekitar dua pertiga daftar dikuasai SMA negeri. Sebaliknya, tersisa sepertiga bagian yang dikuasai oleh SMA swasta dan MA.
Bagian yang terkuasai oleh SMA swasta dan MA ini mayoritas dikuasai oleh sekolah yang mengusung nilai keagamaan. Praktis, dari daftar sekolah peringkat tinggi LTMPT, hanya di bawah 5 persen yang terkuasai sekolah-sekolah swasta nonkeagamaan.
Meskipun SMA negeri dominan, tidak berarti capaian nilai terbaik diraih. Dari sisi kualitas nilai, sekolah-sekolah berlandas keagamaan masih relatif lebih tinggi. Kesimpulan demikian tampak dalam percermatan terhadap nilai rata-rata dan nilai maksimum yang diraih setiap jenis sekolah.
SMA unggulan
Hasil UTBK 2021 lalu menunjukkan bahwa capaian tertinggi diraih MA Negeri Insan Cendekia Serpong (skor 637,81). Capaian madrasah ini tidak dalam sekejap. Tahun lalu, MA Negeri Insan Cendekia Serpong Banten bertengger di urutan ke-2, di bawah SMA Negeri Unggulan MH Thamrin, DKI Jakarta. Kedua sekolah tersebut tahun ini bertukar tempat kedudukan.
Selain MA Negeri Insan Cendekia Serpong, di urutan ke-5 dan ke-6 terdapat SMA Kristen Penabur 1 Bandung dan Penabur 1 DKI Jakarta. Kedua sekolah ini pun menjadi langganan papan atas sejak masa lampau.
Di urutan ke-13 hingga 20 besar, lebih banyak lagi sekolah keagamaan yang bersaing dengan SMA negeri. SMA Katolik St Louis Surabaya, SMA Katolik Santa Ursula BSD, Banten, SMA Katolik Kanisius, dan SMA Kristen Penabur 5 dan 3 DKI Jakarta masuk dalam barisan ini.
Capaian gemilang sekolah berbasis nilai keagamaan tersebut akan semakin moncer jika dilihat dari nilai rata-rata 1.000 besar UTBK. Sekalipun kalah jumlah dalam penguasaan ranking sekolah oleh SMA Negeri, nilai rata-ratanya tertinggi.
Dari 191 SMA swasta berbasis keagamaan yang masuk 1.000 besar, nilai rata-ratanya sebesar 543,29. Capaian tersebut relatif lebih tinggi dari rata-rata skor UTBK SMA negeri yang sebesar 538,80.
Begitu pula, jika digabungkan antara SMA swasta berbasis keagamaan dan MA, rata-rata masih relatif sedikit lebih besar dibandingkan dengan SMA negeri.
Akan tetapi, jika nilai rata-rata MA dengan SMA negeri, masih relatif lebih tinggi SMA negeri. Sekalipun MA mampu menduduki peringkat pertama tahun ini, rata-rata dari 64 sekolah yang masuk 1.000 besar UTBK relatif lebih rendah dari SMA negeri.
Pamor keunggulan sekolah berlandaskan nilai keagamaan bukan sebenarnya baru tahun ini saja terjadi. Setidaknya, berdasarkan cara penghitungan yang sama, hasil UTBK tahun lalu juga menyimpulkan kondisi yang relatif sama. Kendati terdapat beberapa variasi, seperti tidak munculnya beberapa sekolah berlandaskan keagamaan yang pada tahun 2020 lalu masuk dalam papan atas skor UTBK.
Hanya saja, yang tidak kalah penting dicermati, gambaran penguasaan sekolah berlandaskan nilai-nilai keagamaan ini hanya dapat dibaca kasuistik pada sekolah papan atas di negeri ini. Lebih khusus lagi terhadap 1.000 sekolah peringkat atas UTBK. Masih belum cukup kuat bukti argumentasi yang mencerminkan realitas keunggulan semua sekolah berlandaskan keagamaan di negeri ini.
Dalam hal ini, apabila peringkat 1.000 UTBK diperluas hingga 4.432 sekolah yang masuk kriteria pengamatan LTMPT, derajat kesahian tentu semakin membesar. Terlebih, jika merangkum hingga populasi 23.110 sekolah yang turut dalam ujian UTBK 2021 lalu.
Kualitas beragam
Becermin pada kondisi sebelumnya, eksistensi sekolah-sekolah swasta, termasuk sekolah berbasis keagamaan, dan juga kini MA, justru pada ketimpangan kualitas yang terbentuk. Di satu sisi, dominasi kualitas dari sekolah-sekolah keagamaan yang tergolong mapan terjadi di hampir setiap wilayah negeri ini.
Akan tetapi, di sisi lain, masih dalam jumlah yang besar pula sekolah-sekolah keagamaan yang teramat jauh rentang kualitasnya. Standar deviasi relatif besar. Dengan kata lain, sekolah berlandaskan keagamaan menduduki ranking atas, tetapi sekaligus juga barisan ranking terbawah sekolah.
Tidak dimungkiri, jika kemunculan sebagian besar sekolah berbasis keagamaan dasawarsa terakhir mewarnai pertarungan kualitas sekolah. Kualitas yang dihasilkan tergolong signifikan. Terlebih dengan penerapan konsep sekolah berasrama (boarding school), sekolah berlabel unggulan, ataupun sekolah terpadu, yang lebih mengkhususkan konsentrasi perhatian siswa dalam pendidikan.
Tidak heran pula, jika dicermati, sekolah-sekolah swasta keagamaan (terutama yang relatif baru berdiri) dan juga MA yang masuk dalam 1.000 peringkat atas UTBK umumnya mengusung konsep sekolah berasrama, unggulan, ataupun terpadu. Prestasi semacam itu memperlebar ruang perbedaan kualitas sekolah berbasis keagamaan lainnya. (LITBANG KOMPAS).