Kepastian Hukum Jadwal Pemilu
Jadwal pemilu belum disepakati oleh pemerintah, penyelenggara pemilu, dan DPR. Memastikan jadwal pemilu penting untuk menghadirkan kepastian hukum dari pelaksanaan pemilu itu sendiri.
Jadwal pelaksanaan pemilihan umum 2024 yang akan dilakukan secara serentak dengan pemilihan kepala daerah belum disepakati. Padahal sinkronisasi jadwal pemilu dan pilkada menjadi sebuah keniscayaan yang berpengaruh pada jadwal pemungutan suara pemilu.
Ketidakpastian jadwal pemilihan umum ini makin terlihat dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri Tito Karnavian dan pimpinan penyelenggara pemilu, Kamis pekan lalu (16/9/2021).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan hari pemungutan suara Pemilu 2024 diselenggarakan pada 21 Februari. Sebaliknya, pemerintah lebih menginginkan di bulan April atau Mei 2024.
Pembahasan dalam rapat kerja itu berlangsung alot dan pertemuan kembali gagal mengambil keputusan soal kapan hari pemungutan suara pemilu diselenggarakan.
Padahal, kepastian jadwal pemungutan suara setidaknya akan menjadi rujukan agenda-agenda tahapan pemilu lainnya. Apalagi, dari sisi penyelenggara juga akan dihadapkan pada agenda pergantian komisioner, baik KPU maupun Bawaslu, di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
KPU sendiri masih mengusulkan hari pemungutan suara pemilu digelar pada 21 Februari, sedangkan pilkada pada 27 November 2024. KPU merancang tahapan pemilu dimulai 25 bulan sebelum pemungutan suara atau Januari 2022.
Tahapan ini lebih panjang dari pemilu sebelumnya dengan pertimbangan persiapan bisa dilakukan lebih matang. KPU mengalokasikan lima bulan pertama tahapan untuk persiapan internal (Kompas, 17/9/2021).
Sementara pemerintah keberatan dengan usul KPU soal pemungutan suara pemilu pada 21 Februari karena dianggap memajukan semua tahapan sebelumnya, setidaknya dari Juni 2022, sebagai konsekuensi aturan tahapan mulai paling lambat 20 bulan sebelum pemungutan suara.
Di mata pemerintah, ini akan memancing panasnya suhu politik nasional dan daerah yang dapat berdampak pada aspek keamanan.
Untuk menghindari panasnya suhu politik lebih awal, pemerintah mengusulkan tiga alternatif jadwal pemungutan suara pemilu 2024, yakni 24 April, 8 Mei, dan 15 Mei.
Pemerintah, penyelenggara pemilu, dan Komisi II DPR bersepakat akan bekerja maraton agar kesepakatan mengenai jadwal pemilu bisa dicapai sebelum DPR memasuki masa reses pada 8 Oktober 2021.
Baca juga : Mulailah Tahapan Pemilu Lebih Awal
Sinkronisasi
Penentuan jadwal pemungutan suara pemilu juga harus memperhatikan batasan-batasan waktu yang sudah disebutkan secara tertulis dalam perundang-undangan yang tidak mungkin diabaikan.
Untuk itu, sinkronisasi antara agenda pemilu dan pilkada menjadi sebuah keniscayaan guna menetapkan waktu penyelenggaraan pemilu.
Dengan demikian, pelaksanaan pemilu serentak 2024 akan merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Di undang-undang pemilu, sudah ditegaskan batasan waktu terkait tahapan pemilu yang harus dimulai 20 bulan sebelum pemungutan suara dengan hari dan tanggal pemungutan suara ditetapkan oleh KPU.
Hal ini tercantum dalam Pasal 167 ayat 6 UU 7/2017. Seperti sudah disinggung di atas, KPU membuka opsi hari pemungutan suara pemilu 21 Februari 2024 dan tahapan dimulai lebih cepat dengan alasan persiapan lebih matang, yakni 25 bulan sebelum pemungutan suara atau Januari 2022.
Sementara pelaksanaan pilkada juga sudah dikunci oleh ketentuan batasan waktu, yakni ditetapkan pada November 2024. Hal ini disebutkan dalam Pasal 201 ayat 8 UU Pilkada.
Maka, keterkaitan antara tahapan pemilu dan pilkada adalah soal pendaftaran pasangan calon kepala daerah, terutama yang berangkat dari jalur dukungan partai politik.
Terkait dukungan partai politik inilah muncul pertanyaan, apakah cukup waktu bagi partai politik menyiapkan pasangan calon, sedangkan hasil pemilu 2024 sudah dipastikan jadi pegangan bagi partai untuk bisa mengajukan pasangan calon di pilkada.
Jika mengacu usulan KPU pemungutan suara 21 Februari 2024 dan pelaksanaan pilkada November 2024, maka ada rentang waktu sembilan bulan antara pemungutan suara pemilu dengan pemungutan suara pilkada di tahun yang sama.
Jika disimulasikan, pemungutan suara Februari 2024 dan penetapan hasil pemilu sebulan kemudian (Maret 2024). Jika ada perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) maka bagi Mahkamah Konstitusi paling lama akan menyelesaikan sengketa selama satu bulan untuk pemilihan leguslatif dihitung sejak hari pertama kasus PHPU.
Hal ini tertuang dalam PMK Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum.
Baca juga : Memastikan Keberadaan Penyelenggara Pemilu
Internal partai
Jika PHPU menjadi salah satu isu yang turut memengaruhi penentuan jadwal pemilu, maka jika dilihat pengalaman di Pemilu 2019, sebagian besar PHPU didominasi oleh perkara sengketa antar calon legislatif di internal partai politik.
Hal ini tidak lepas dari sistem pemilu proporsional terbuka dengan suara terbanyak yang menjadi basis penentuan siapa yeng berhak menduduki kursi yang diraih partai.
Artinya, jika mengacu pada 12 perkara PHPU Pileg 2019 yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya 6-9 Agustus 2019, dapat disimpulkan bahwa perolehan kursi oleh partai politik di DPRD, baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun kota itu sudah dapat dipastikan sebelum Agustus 2019.
Hanya saja yang belum bisa dipastikan adalah siapa yang berhak menduduki kursi dari partai politik peraih kursi tadi karena masih ada sengketa antara calon legislatif di internal partai politik yang sama.
Jika mengacu kasus PHPU tersebut, perolehan kursi partai di DPRD yang menjadi basis untuk mengajukan pasangan calon di pilkada sudah bisa diketahui pada Juli 2019 atau tiga bulan sejak hari pemungutan suara (17 April 2019).
Artinya, kalaupun nantinya diputuskan pemungutan suara April 2024 sesuai usulan pemerintah, pada Juli 2024 sudah ada kepastian hukum terkait perolehan kursi partai yang dijadikan dasar untuk syarat pencalonan pilkada yang digelar pada November 2024.
Memastikan jadwal pemilu juga menjadi bagian dari upaya menghadirkan kepastian hukum dari pelaksanaan pemilu itu sendiri
Untuk itu belajar dari sengketa PHPU yang sebagian besar didominasi antar calon legislatif dari internal partai yang sama ini bisa menjadi salah satu rujukan untuk menentukan jadwal pemilihan umum demi kepastian penyelenggaraan pemilu itu sendiri.
Tentu kita memahami bahwa tidak direvisinya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, salah satunya ditujukan untuk melahirkan kepastian hukum pelaksanaan pemilihan umum di tengah bangsa ini masih harus menghadapi masa pandemi.
Tentu, memastikan jadwal pemilu juga menjadi bagian dari upaya menghadirkan kepastian hukum dari pelaksanaan pemilu itu sendiri. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Problematika Pemilu Serentak 2024