Peta Jalan Menuju Pemulihan Covid-19 di Indonesia
Kelambanan menangani pandemi sejak awal dan pemburukan kasus akibat munculnya virus varian baru memberi pelajaran berharga tentang pentingnya segera menyusun peta jalan menuju pemulihan dari Covid-19.
Kelambanan menangani pandemi sejak awal dan pemburukan kasus akibat munculnya virus varian baru memberi pelajaran berharga tentang pentingnya segera menyusun peta jalan menuju pemulihan dari Covid-19.
Menjadi penting karena situasi ke depan masih diliputi ketidakpastian karena daya kembang virus lebih cepat dibanding respons penanganan. Peta jalan pemulihan harus disiapkan dan disosialisasikan agar semua pihak antisipatif terhadap pemburukan situasi yang mungkin kembali terjadi.
Dunia atau pemerintahan negara mana pun tidak menyangka virus SARS CoV-2 penyebab Covid-19 bermutasi menjadi varian yang membahayakan dan mengguncang pertahanan kesehatan yang berusaha dibangun.
Sejak kemunculan empat varian virus yang membahayakan, terutama varian Delta, banyak negara yang mengalami lonjakan kasus. Optimisme vaksinasi yang dijalankan menjadi goyah.
Tak terkecuali di Indonesia. Bahkan, Indonesia mencatat penambahan kasus terkonfirmasi yang signifikan dalam dua bulan (Juni-Juli) yang menyebabkan Indonesia menjadi episentrum baru kasus Covid-19 di dunia.
Hingga Mei 2021, jumlah kumulatif kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1,8 juta kasus. Selama dua bulan selanjutnya terjadi lonjakan kasus akibat varian Delta. Terjadi penambahan sebanyak 1.587.955 kasus. Angka tersebut setara dengan jumlah kasus yang terjadi selama 13 bulan pertama pandemi.
Puncak penambahan kasus tertinggi terjadi pada 15 Juli 2021 dengan jumlah 56.757 kasus dalam sehari. Meski sejak awal Agustus penambahan kasus harian cenderung turun, per 15 Agustus 2021 jumlah masyarakat Indonesia yang terinfeksi Covid-19 telah mencapai 3.854.354 kasus.
Jumlah kematian yang terjadi karena pemburukan penanganan menyebabkan Indonesia hingga saat ini berada di posisi teratas dalam hal kasus kematian.
Jumlah kematian yang terjadi karena pemburukan penanganan menyebabkan Indonesia hingga saat ini berada di posisi teratas dalam hal kasus kematian. Pada 4 Agustus 2021, angkanya tembus 100.000 kematian.
Tanggal 27 Juli 2021 dicatat sebagai hari di mana kematian mencapai puncaknya dengan angka 2.069 kasus dalam sehari. Per 15 Agustus 2021, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia sebanyak 117.588 kasus, masuk dalam sepuluh besar tertinggi di dunia.
Baca juga : Pentingnya Tetap Memakai Masker meski Sudah Divaksin
Versi indeks
Penanganan pandemi di Indonesia dinilai buruk. Hal itu ditunjukkan oleh pengukuran indeks yang dilakukan sejumlah lembaga. Nikkei Asia dalam The Nikkei Covid-19 Recovery Index per 7 Juli 2021 menempatkan Indonesia di posisi ke-110 dari sekitar 120 negara dengan skor 31 dalam hal pemulihan dari pandemi Covid-19.
Sebelumnya pada 1 Juli 2021, The Economist melalui The Global Normalcy Index menyebutkan Indonesia di urutan ke-40 dari 50 negara dengan skor 58,3 dalam perjalanan menuju normal seperti sebelum pandemi. Skor Indonesia ini turun 5,3 poin dari kondisi dua minggu sebelumnya. Indonesia menjauh dari arah kenormalan.
Adapun dalam The Covid Resilience Ranking versi Bloomberg pada 28 Juli 2021, peringkat Indonesia adalah yang ke-53 dari 53 negara dengan skor 40,2 dalam hal daya tahan terhadap Covid-19. Indonesia dianggap menjadi negara yang terakhir pulih atau keluar dari situasi pandemi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama dalam diskusi bersama Litbang Kompas pada Sabtu (14/8/2021) menyatakan dunia belum bebas dari pandemi dan belum tahu kapan pandemi akan selesai.
Belum ada negara yang bisa disebut sukses menangani pandemi. Negara yang sekarang dinilai berada di posisi teratas indeks-indeks tersebut belum tentu beberapa waktu ke depan tidak akan mengalami sesuatu yang dapat membuat kasusnya memburuk.
Kemunculan varian Delta membuktikan hal tersebut. Indikator-indikator yang menunjukkan pandemi terus bergerak naik-turun memengaruhi kecepatan pemulihan.
Upaya-upaya pemulihan harus terus dilakukan sampai indikator-indikator kesehatan terkendali. Diperlukan semacam peta jalan (road map) yang menjadi acuan untuk pemulihan berjalan pada jalurnya.
Baca juga : Pasca-Pandemi, Kembali Kerja 9 to 5?
Peta jalan
Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebutkan, sejauh ini belum ada definisi baku yang menjadi peta jalan untuk pemulihan dari pandemi.
Namun, berdasarkan analisis dari langkah-langkah yang dilakukan pemerintahan banyak negara dapat dikatakan bahwa peta jalan menuju pemulihan merupakan kerangka kerja bertahap yang dilakukan pemerintah dan didukung semua pemangku kepentingan untuk mengendalikan pandemi Covid-19, sehingga aktivitas sosial-politik-ekonomi-keagamaan dapat dilakukan dengan dampak minimal pada indikator kesehatan.
Penekanannya adalah pada dampak minimal indikator kesehatan yang dicapai secara bertahap. Indikator kesehatan tersebut secara epidemiologi bisa dilihat antara lain dari kasus infeksi, angka positif (positivity rate), dan angka kematian. Salah satu dari ketiga indikator ini tidak boleh hilang karena akan menjadi suatu kecelakaan besar dalam melihat tingkat keparahan pandemi.
Indikator kesehatan merupakan satu dari tiga target pemulihan. Dua target lainnya adalah terlindunginya masyarakat dari sakit parah dan kematian serta terjaminnya akses dan layanan kesehatan bagi masyarakat.
Dalam target melindungi masyarakat dari sakit parah dan kematian, pelaksanaan vaksinasi memegang peran penting dengan penggunaan vaksin berefikasi setinggi mungkin. Namun, yang menjadi target bukan sekadar kuantitas, melainkan juga kualitas dari vaksinasi.
Tercapainya vaksinasi secara kuantitas tidak akan berarti jika tidak menyasar kelompok-kelompok yang rawan seperti kaum lansia, tenaga kesehatan, dan sebagainya.
Tingkat ketercapaian vaksinasi bisa saja tinggi, tetapi angka kematian akan tetap tinggi jika kelompok-kelompok rentan tersebut tidak menjadi perhatian atau belum divaksin.
Target ketiga adalah terjaminnya akses dan layanan kesehatan bagi masyarakat, yang meliputi ketercukupan tenaga kesehatan, kapasitas tempat tidur, unit perawatan intensif (ICU), ventilator, obat-obatan, dan alat kesehatan.
Ketersediaannya harus mampu melayani seluruh masyarakat saat terjadi kasus yang tidak diperkirakan sebelumnya. Selain itu, tidak cukup hanya mencukupi kebutuhan tempat tidur, tapi juga ketersediaan ventilator karena kematian bisa tetap tinggi jika fasilitas tersebut dan lainnya tidak ada.
Pemerintah harus mampu membaca celah kemungkinan suatu daerah akan mengalami kurva pandemi yang baru, dalam arti masa krisisnya baru akan dimulai.
Dalam pandemi, bobot utama kebijakan terletak pada strategi preventif, deteksi dini atau mitigasi, dan promotif. Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, mitigasi menjadi hal yang penting untuk melihat atau memperkirakan terjadinya pemburukan situasi.
Pemerintah harus mampu membaca celah kemungkinan suatu daerah akan mengalami kurva pandemi yang baru, dalam arti masa krisisnya baru akan dimulai. Dengan demikian, upaya preventif yang meliputi 3T (tes, telusur, tangani) bisa difokuskan di daerah tersebut.
Pemulihan dilakukan di berbagai tingkat pemerintahan dengan prinsip kolaborasi dan sinergi antarinstansi dan organisasi. Kemitraan antara masyarakat dan pemerintah pun diperlukan dengan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam tiap tahapan pemulihan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Saatnya Melanjutkan Momentum Pemulihan Ekonomi