Persoalan Administrasi Masih Menghambat Penanganan Pandemi
Keluhan masyarakat terhadap persoalan administrasi yang berbelit dalam program vaksinasi hingga pemberian bantuan sosial kembali menguak buruknya data dan tata kelola kependudukan di Indonesia.
Keluhan masyarakat terhadap persoalan administrasi yang berbelit dalam program vaksinasi hingga pemberian bantuan sosial kembali menguak buruknya tata kelola kependudukan di Indonesia. Upaya untuk menghadirkan keakuratan data kependudukan yang efesien lewat KTP berbasis elektronik pun masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Dalam situasi darurat pandemi Covid-19 saat ini, seluruh lini penanganan dituntut untuk bekerja dengan cepat. Pemerintah telah berkomitmen, program vaksinasi hingga bantuan sosial harus seoptimal mungkin tersampaikan kepada masyarakat.
Namun, gaung semangat penanggulangan pandemi Covid-19 harus tersandung persoalan klasik di negeri ini, terkait administrasi kependudukan. Dalam situasi ini, data kependudukan yang akurat tentu sangat diperlukan guna memastikan program penanganan pandemi berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan.
Potret buruknya pengelolaan administrasi kependudukan kembali ramai menjadi perbincangan masyarakat setelah salah seorang pengguna media sosial menyampaikan keluh kesahnya di platform Twitter.
Seorang warganet berkisah tentang kakek dan neneknya yang ditolak mengikuti vaksinasi karena tidak membawa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) sebagai persyaratan.
Padahal, saat itu yang bersangkutan membawa KTP elektronik (KTP-el) dan telah menunjukkan sebagai bukti keaslian identitas, tetapi tetap ditolak oleh petugas dan batal memperoleh vaksin.
Berbagai komentar pun ramai, termasuk respons dari mereka yang punya pengalaman serupa saat mengikuti program vaksinasi. Persoalan mengenai fotokopi KTP-el tersebut pun sempat menjadi trending topik jagat Twitter pada Jumat (23/7/2021).
Cerita itu tentulah hanya bagian dari hal jamak yang dialami masyarakat, bahkan masih harus dijumpai saat penanganan keduratan pandemi. Hal ini harus menjadi catatan pekerjaan rumah penting bagi pengelolaan kependudukan di negeri ini untuk segera diselesaikan.
Tak hanya itu, masih terkait penanganan darurat pandemi, publik juga ramai menyoroti rencana Kementerian Sosial untuk mencetak kartu elektronik guna mempermudah penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos).
Dalam keterangannya, secara resmi Kementerian Sosial telah membicarakan hal tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Padahal, semestinya hal tersebut sudah tak perlu lagi dilakukan karena masyarakat telah terdata dan mengantongi identitas KTP-el.
Baca juga: Cerita tentang Sulitnya Warga Lansia Mendaftar Vaksinasi Covid-19
Teknologi KTP-el
Dalam hal ini, kita patut kembali mempertanyakan bagaimana keefektifan fungsi dari KTP-el yang semestinya dapat memutus proses administrasi cara lama. Teknologi yang tertanam dalam KTP-el tersebut dibuat untuk efisiensi vefikasi dan akurasi data penduduk.
Bagi banyak orang yang pernah mengalami, berhadapan dengan persoalan administrasi kependudukan barangkali telah menjadi lumrah di tengah realisasi sistem pemanfaatan kartu identitas tersebut yang tidak bertransformasi. Dalam ini, tak salah memang jika keberadaan KTP-el tak ubahnya sebagai KTP konvensional lama yang tak berteknologi.
Padahal, dengan nilai fantastis mencapai triliunan rupiah dalam proyek pengadaannya, teknologi yang dalam KTP-el sebetulnya bukan abal-abal, meskipun tak optimal termanfaatkan.
Badan Pengkajian Penelitian Teknologi (BPPT) yang sejak 2009 telah mendamping Kementerian Dalam Negeri terkait pemanfaatan KTP berbasis elektronik ini menjelaskan bahwa di dalamnya terdapat cip.
Dengan nilai fantastis mencapai triliunan rupiah dalam proyek pengadaannya, teknologi yang dalam KTP-el sebetulnya bukan abal-abal, meskipun tak optimal termanfaatkan.
Cip KTP-el ini merupakan kartu pintar berbasis mikroprosesor dengan kapasitas 8 kilobytes, dengan karakter nikontak (contactless) dan memiliki metode pengamanan data berupa autentikasi antarcip dan reader/writer yang membuat anticloning, serta menjaga kerahasiaan data (enkripsi).
Pemanfaatan KTP-el ini juga menggunakan teknolofi biometrics sehingga dapat menghasilkan ketunggalan identitas. Proses identifikasi ketunggalan identitas ini dilakukan dengan memadankan data biometrics berupa sidik jari, iris mata, dan foto wajah yang semuanya terekam dalam data center.
Dalam perjalanannya, penggunaan KTP elektronik yang dimulai sejak tahun 2009 telah menuai polemik panjang, mulai dari karut-marut penyusunan dan akurasi data, keterlambatan perekaman dan pencetakan, hingga adanya kasus megakorupsi dalam proyek ini.
Belum lagi terkait kabar beredar mengenai adanya kebocoran dan penjualan data kependudukan yang juga sempat mencuat, kian meruntuhkan keyakinan masyarakat pada manfaat dan kecanggihan teknologi KTP-el.
Baca juga: Vaksinasi di Surabaya Cukup Daftar lewat Rukun Tetangga
Pemanfaatan tak optimal
Lebih dari satu dekade sebetulnya bukan waktu yang sebentar untuk terus melakukan evaluasi dan pengembangan tahap lanjutan dari penerapan fungsi KTP-el tersebut.
Terus berulangnya kasus ketidakefektifan proses administrasi kependudukan menjadi cerminan bahwa sistem KTP-el ini memang masih perlu banyak pembenahan.
Bahkan dalam hal pengoptimalan proses administrasi seperti biodata dasar pemilik masih belum sepenuhnya berjalan merata di semua daerah. Ada beberapa faktor mendasar sebetulnya yang menyebabkan teknis pelayanan administrasi kependudukan dan penggunaan KTP-el masih belum sepenuhnya optimal, mulai dari persoalan terkait sarana alat pemindai kartu yang belum tersedia merata sampai ketidaksingkronan aturan pemberlakuan kegunaan KTP-el.
Baca juga: Optimalkan PPKM Darurat Bersama Akar Rumput
Belum selesai dengan persoalan pemanfaatan KTP-el sesuai fungsi modernnya, pada bulan Juni lalu masyarakat kembali harus dibuat bertanya-tanya ihwal wacana pembuatan KTP digital.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menyatakan, gagasan KTP digital merupakan inovasi yang nantinya akan disebut sebagai Digital ID.
Dalam klaimnya, adanya digital ID atau KTP dalam format digital tersebut dapat lebih memudahkan masyarakat kerena dapat disimpan dalam gawai dan lebih efesien dalam menjalankan proses administrasi. Satu hal yang perlu dilihat dalam wacana ini adalah kekhawatiran pada optimalisasi fungsi yang berjalan tidak semestinya.
Dalam kasus pemberlakuan fotokopi KTP sebagai persyaratan administrasi vaksinasi, Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa hal tersebut bukan menjadi ketetapan dan hanya aturan dari tingkat penyelenggara.
Ekspektasi penggunaan KTP-el yang berteknologi sebagai satu pintu data kependudukan memang masih jauh dari yang diharapkan. Sejauh ini, manfaat penggunaan KTP-el juga tak banyak berubah dari bentuk konvensionalnya.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.01/07/MENKES/4638/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 memang tidak mencantumkan fotokopi KTP sebagai persyaratan yang perlu dibawa oleh masyarakat penerima vaksin.
Padahal, penggunaan sistem KTP berbasis elektronik yang dapat bekerja dengan komputerisasi begitu memungkinkan untuk menyimpan banyak informasi tak hanya terkait biodata pengguna, tetapi juga terintegrasi dengan data-data lainnya.
KTP-el sejatinya memang dirancang untuk menjadi lompatan besar bagi kartu identitas di masa depan. Penggunaan kartu pintar nirkontak (contactless smart card) sebagai KTP-el merupakan langkah signifikan bagi optimalisasi layanan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik lainnya berbasis komputerisasi.
Teknologi KTP-el sebagai kartu pintar tersebut sangat memungkinkan dikembangkan pemanfaatannya sebagai kartu multifungsi untuk berbagai keperluan, seperti digunakan sebagai kartu jaminan sosial, subsidi BBM, Kartu Debet, termasuk pula penerima bantuan sosial.
Dalam hal ini, pembenahan dari sistem tata kelola administrasi kependudukan memang harus dilakukan secara menyeluruh. Termasuk pula integrasi seluruh data-data terkait dalam satu sistem data terpusat, sehingga harapan kartu identitas yang berteknologi tinggi tersebut dapat termanfaatkan dengan sangat optimal sesuai fungsi yang direncanakan, terlebih dalam kondisi darurat penanganan pandemi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Ironi di Tengah Pembatasan Mobilitas