Kasus suap agar lolos dari kewajiban karantina dan temuan penggunaan alat tes cepat antigen bekas kembali menguak lemahnya pengawasan dan keseriusan dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19.
Oleh
Eren Marsyukrilla
·4 menit baca
Praktik suap agar lolos dari kewajiban karantina dan temuan penggunaan alat tes cepat antigen bekas kembali menguak lemahnya pengawasan dan keseriusan dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Lebih mengkhawatirkan lagi, dua kasus tersebut justru terungkap saat pemerintah tengah gencar menegakkan aturan pengetatan mobilitas jelang masa mudik Lebaran.
Tak lama setelah memberlakukan perluasan kebijakan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN), pemerintah dihadapkan dengan sejumlah persoalan yang mencoreng komitmen untuk tegas dalam penegakan aturan pembatasan mobilitas. Hal itu menjadi tantangan berat untuk membangun kesadaran publik untuk turut andil dalam menekan angka penularan Covid-19.
Kasus pertama yang terungkap adalah adanya suap untuk meloloskan diri dari kewajiban melakukan karantina bagi penumpang yang berasal dari luar negeri. Peristiwa yang terjadi di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Banten, itu pun menyeret sejumlah oknum petugas bandara sebagai tersangka.
Dalam keterangan resmi kepolisian, pelaku yang juga oknum petugas di bandara meminta uang senilai Rp 6,5 juta kepada penumpang agar dapat dibantu untuk lolos dari kewajiban melakukan karantina.
Praktik suap ini diduga telah tumbuh cukup masif dengan melibatkan banyak oknum dari berbagai lembaga pengelola yang bertugas di bandara. Saat ini penyidik telah menetapkan 11 tersangka dan masih dalam tahap pengembangan kasus.
Temuan kasus suap agar lolos dari kewajiban karantina sangat mencederai komitmen yang dibangun pemerintah dalam menegakkan pengetatan pembatasan bagi pelaku perjalanan jelang masa mudik Lebaran.
Padahal, kewajiban karantina bagi pelaku perjalanan, sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 8 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19, menjadi penting untuk memastikan bahwa pelaku perjalanan benar dalam kondisi bebas Covid-19.
Melonggarkan, bahkan meniadakan kewajiban karantina ini tentulah akan berpotensi menimbulkan imported case Covid-19 semakin tak terdeteksi.
Selain kasus suap untuk kewajiban karantina, kegundahan publik di tengah ada larangan mudik semakin menjadi-jadi saat menyeruak kabar terkait penggunaan alat tes cepat antigen bekas pakai di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara.
Kasus tersebut terungkap setelah sejumlah calon penumpang merasa curiga dengan mayoritas hasil tes cepat antigen yang menunjukkan hasil positif. Padahal, tes cepat antigen itu dilakukan di laboratorium klinik milik BUMN tepercaya yang bekerja sama dengan Angkasa Pura.
Rilis kasus yang disampaikan oleh kepolisian mengungkap modus yang dilakukan adalah penggunaan berulang alat tes cepat antigen yang seharusnya hanya untuk sekali pakai.
Para pelaku mencuci dan membersihkan alat tes cepat antigen yang telah digunakan, kemudian membungkusnya kembali ke dalam kemasan sehingga terlihat seperti baru dan layak digunakan untuk pasien berikutnya.
Pihak kepolisian telah menetapkan lima tersangka dalam kasus di Laboratorium Kimia Farma Bandara Kualanamu tersebut. Aksi itu telah dilakukan sejak Desember 2020 dengan korban diperkirakan 30.000 orang dan uang yang diraup Rp 1,8 miliar.
Berbagai aturan yang dikeluarkan dalam penanganan Covid-19 mustahil bisa berjalan secara efektif jika tidak ditegakkan secara tegas dengan penuh komitmen.
Kasus suap karantina dan daur ulang alat tes cepat Covid-19 menjadi kegagalan nyata dari upaya penegakan aturan yang berintegritas.
Dalam kasus daur alat tes cepat, misalnya, kembali memicu polemik di tengah masyarakat yang mempertanyakan efektivitas dokumen keterangan bebas Covid-19 sebagai persyaratan untuk melakukan perjalanan.
Padahal, seperti yang diinformasikan, di awal masa kemunculannya dan masih sangat terbatas, tes cepat antigen justru tidak direkomendasikan sebagai persyaratan perjalanan dan hanya diperuntukkan bagi kepentingan epidemiologi perluasan tracing pasien positif Covid-19.
Namun, seiring waktu berjalan, tes cepat antigen telah banyak tersedia di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari kelas klinik hingga rumah sakit milik pemerintah ataupun swasta.
Penggunaan tes cepat antigen sebagai salah satu persyaratan mutlak perjalanan yang dapat menunjukkan bukti bebas dari Covid-19 menjadi hal yang sangat mungkin dijangkau para calon penumpang.
Belakangan, bahkan, dengan adanya perluasan pembatasan pelaku perjalanan sebelum masa mudik, masa berlaku keterangan bebas Covid-19 dengan metode tes cepat antigen hanya berlaku selama 1x 24 jam.
Kecurangan pengunaan alat tes cepat bekas yang terungkap setidaknya mempertebal pandangan di tengah masyarakat bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah semata bertujuan mengakomodasi kepentingan bisnis.
Begitu pun dengan kasus suap kepada oknum petugas bandara untuk terhindar dari kewajiban karantina telah menjadi preseden buruk bagi nilai profesionalitas para petugas berwenang.
Tak dimungkiri pula, celah kecurangan dengan membuat kesepakatan membayarkan sejumlah uang tertentu juga dapat terjadi di beberapa tempat lain, termasuk check point yang tersebar di beberapa titik ruas jalan yang saat ini gencar melakukan razia bagi para pemudik nekat.
Evaluasi
Kasus suap untuk lolos karantina hingga penggunaan alat tes Covid-19 daur ulang menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan ketat guna memutus celah pelanggaran yang terus berkembang dengan berbagai modus kriminal.
Dalam kasus yang sudah terjadi, praktik kecurangan dalam menyiasati aturan berisiko tinggi terjadi akibat ketiadaan komitmen dan pengawasan para petugas yang semestinya bekerja secara profesional.
Jika sudah demikian, di tengah masa pemberlakuan pengetatan perjalanan dan peniadaan mudik Lebaran ini, penguatan sistem evaluasi dan pengawasan penegakan aturan menjadi begitu penting.
Selain itu, pemerintah juga perlu kembali menumbuhkan dukungan juga kepercayaan publik untuk kesuksesan pembatasan mobilitas dan peniadaan mudik.(LITBANG KOMPAS)