Cerita tentang Sulitnya Warga Lansia Mendaftar Vaksinasi Covid-19
Beragam kesulitan masih dialami warga lansia untuk mengakses vaksinasi Covid-19. Mungkinkah ada program jemput bola untuk warga lansia agar bisa mudah mendapatkan vaksin Covid-19?
JAKARTA, KOMPAS — Hampir sebulan program vaksinasi Covid-19 bagi warga lanjut usia atau lansia berjalan di Jakarta. Namun, masih banyak warga lansia yang belum mengikuti program vaksinasi Covid-19.
Tak hanya itu, sebagian kaum lansia di Jakarta yang merupakan para perantau dari daerah juga belum sadar pentingnya vaksinasi Covid-19 untuk melindungi diri mereka dari wabah ini.
Raharjo (78) hanya bisa gigit jari saat melihat pelaksanaan vaksinasi orang lansia melalui televisi tabung miliknya. Warga RT 008 RW 004 Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat, ini tidak mengetahui cara mendaftar program vaksinasi tersebut. Setiap hari dia hanya menanti ada pihak yang mendatanginya dan menawarkan pendaftaran vaksinasi tersebut. Sayangnya, hal itu tidak kunjung datang.
”Enggak pernah ada yang mendata. Mau datang ke puskesmas juga enggak sempat karena harus jagain kios (bensin) milik teman,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Minggu (14/3/2021) siang.
Raharjo kebingungan harus meminta bantuan kepada siapa karena dia tinggal seorang diri. Sejak tahun 1977 Raharjo sudah berpisah dari istrinya. Dia juga harus merelakan kedua anaknya yang memilih tinggal bersama sang ibu.
Meski kini menumpang di rumah adiknya di Palmerah, Raharjo lebih sering menghabiskan waktu di kios bensin milik temannya. Dia mengaku tidak ingin merepotkan adiknya yang juga tinggal bersama keluarganya.
”Tidur ya di sini (kios). Sambil jagain barang-barang. Mandi juga di (toilet umum) sebelah. Pulang ke rumah adik jarang-jarang,” ungkapnya.
Baca juga : Bantu Warga Lanjut Usia Mengakses Vaksin Covid-19
Kesukaran Raharjo juga semakin bertambah karena tidak memiliki telepon genggam pintar dan alat bantu lain untuk mengakses tautan pendaftaran vaksinasi. Terlebih dia sangat asing dengan dunia teknologi.
”Handphone saya enggak punya. Boro-boro handphone yang canggih, yang jadul saja saya enggak ada,” katanya.
Warga lansia lainnya, Neti (63), yang tinggal di RT 001 RW 002 Kelurahan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, sebenarnya ingin sekali mendapatkan vaksin. Namun, dia masih ketakutan lantaran memiliki riwayat alergi obat. Kelopak matanya sering kali membengkak disertai sesak napas ketika menerima obat baru dari dokter.
Ketakutan ini membuat Neti menunda untuk mendaftar vaksinasi. Sementara suaminya yang tidak memiliki riwayat penyakit sudah mendaftarkan diri.
”Enggak berani saya. Kemarin suami saya saja yang daftar. Saya enggak. Takut kalau kenapa-kenapa,” ucapnya.
Kesulitan perantau
Sementara Didi (65), pedagang kaki lima di Jalan KS Tubun, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, tidak berharap menerima vaksin Covid-19. Dia membayangkan akan sulit mengurus pendaftaran vaksinasi karena merupakan warga pendatang di Jakarta.
Selama ini Didi mengontrak rumah di kawasan Petamburan. Sementara alamat KTP-nya berada di Sumedang, Jawa Barat. Artinya, untuk mengikuti vaksinasi dia harus pulang ke kampung halamannya setidaknya dua kali dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.
Alternatif lainnya, Didi harus menetap di Sumedang setidaknya selama 28 hari. ”Saat-saat kayak gini nyari duit susah. Apalagi buat ongkos pulang. Mendingan fokus nyari duit buat anak dulu deh,” ujarnya.
Ini karena interval waktu pemberian vaksin dosis pertama dan kedua bagi orang lansia adalah 28 hari. Berbeda dengan kelompok usia dewasa lainnya, yakni interval pemberian vaksin dosis pertama dan kedua minimal 14 hari.
Handphone saya enggak punya. Boro-boro handphone yang canggih, yang jadul saja saya enggak ada.
Di samping itu, Didi juga mengaku masih ragu dengan keamanan vaksin Covid-19. Awal tahun lalu beredar rumor di kampungnya bahwa vaksin Covid-19 justru dapat menyebabkan penerimanya terkena Covid-19. Rumor tersebut beredar luas secara lisan dari satu warga ke warga yang lain.
”Banyak yang ngomongin begitu. Mereka takut malah jadi kena, terus dikarantina. Akhirnya enggak bisa nyari duit,” ungkapnya.
Kepanikan bahkan sempat terasa saat proses pendaftaran vaksinasi dimulai di kampungnya. Banyak perantau yang saat itu pulang kampung mendadak kembali ke kota-kota perantauan demi menghindari pendataan vaksin.
”Banyak yang balik ke Jakarta. Takut mereka. Takut kalau tiba-tiba didatangi di rumahnya,” ujar Didi.
Saat-saat kayak gini nyari duit susah. Apalagi buat ongkos pulang. Mendingan fokus nyari duit buat anak dulu.
Sementara Sahiri (65), warga Kabupaten Tegal yang saat ini merantau ke Jakarta, terang-terangan menolak divaksin. Bukan karena terpapar narasi negatif soal vaksin, melainkan karena dia merasa tidak perlu menerima vaksin.
”Kalau saya, mah, pasrah saja sama Allah. Berdoa saja semoga selalu dikasih sehat. Alhamdulillah selama ini tidak ada masalah,” tutur Sahiri yang sehari-hari berjualan ketoprak di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
Menurut Sahiri, tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang Covid-19. Anggapannya itu karena sejauh ini tidak ada keluarga, kerabat, ataupun tetangganya yang terkena Covid-19. Hal ini membuat Sahiri tak acuh dengan informasi mengenai vaksin. Dia enggan mencari tahu tata cara pendaftaran vaksinasi.
”Kalau pulang kampung saya sering. Biasanya sebulan sekali naik bus. Kemarin-kemarin sih enggak ada info apa pun soal vaksin di kampung. Aman-aman saja di sana,” katanya.
Selama ini Sahiri berjualan di salah satu rumah penyintas Covid-19 yang sudah berusia lansia.
Menurut dia, saat terjangkit Covid-19, pemilik rumah masih terlihat bugar. Hal ini semakin meyakinkannya bahwa Covid-19 bukanlah ancaman sehingga dia tidak memerlukan vaksin.
”Sudah sembuh orangnya. Pembantunya yang tinggal serumah juga baik-baik saja,” katanya.
Baca juga: ”Ngotot” Antre di Puskesmas hingga Dibantu Sopir Ojek biar Bisa Daftar Vaksinasi
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti sebelumnya menargetkan 3,5 juta warga lansia dan pelayan publik yang akan menerima vaksinasi tahap kedua. Program vaksinasi warga lansia yang dimulai 19 Februari 2020 saat itu melibatkan 1.600 vaksinator di 44 kecamatan dan 512 fasilitas kesehatan (Kompas, 20/2/2021).
Sebelumnya, survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan, 59,9 persen warga tidak meragukan vaksin Covid-19. Namun, masih ada 38,8 persen warga yang tidak memercayai vaksin Covid-19. Survei yang dilakukan pada 13-18 Januari 2021 ini menyasar 800 orang di dua wilayah, yakni Jakarta dan Yogyakarta.