Nilai solidaritas dan gotong-royong pada Pancasila bisa menjadi perekat anak bangsa hadapi pandemi Covid-19. Di akar rumput, nilai-nilai itu telah diamalkan rakyat. Sebaliknya elit sibuk memperkaya diri lewat korupsi.
Oleh
EREN MARSYUKRILLA/LITBANG KOMPAS
·6 menit baca
Lebih dari setahun pandemi Covid-19 membelenggu bangsa Indonesia. Selama itu pula wabah mengubah banyak tatanan kehidupan hingga berdampak pada krisis berkepanjangan. Pancasila sebagai ideologi bangsa yang sarat dengan nilai persatuan dan gotong royong menjadi modal besar untuk saling menguatkan dalam menghadapi kemelut multidimensi yang sedang dihadapi akibat pandemi.
Peringatan kelahiran Pancasila 1 Juni 2021 ini menjadi momentum peneguhan nilai-nilai yang terkandung di dalam dasar negara tersebut sebagai kekuatan bersama untuk menang melawan keterpurukan dampak pandemi. Terpaan Covid-19 merupakan persoalan yang sangat kompleks, sehingga memerlukan keselarasan dan gerak bersama seluruh pihak untuk mengatasinya.
Sejalan dengan itu, pemaknaan Pancasila sebagai kekuatan besar yang dimiliki bangsa ini dalam menghadapi berbagai kemungkinan buruk di masa pandemi, sebetulnya telah dipahami publik secara luas. Hasil jajak pendapat Kompas menangkap hal tersebut. Mayoritas responden (83,5 persen) menyakini pengamalan nilai-nilai Pancasila di tengah pandemi Covid-19 akan berdampak baik bagi upaya bangsa ini lepas dari krisis.
Berbagai kebijakan dan langkah penanganan yang terus diupayakan tentu tidak akan dapat berjalan efektif tanpa menjadikannya sebagai tanggung jawab bersama. Seluruh pihak sudah sepatutnya memahami bahwa kerja-kerja penanganan Covid-19 merupakan amanat besar bagi kemaslahatan bersama, sehingga perlu dilakukan dengan penuh tanggung jawab demi kepentingan kemanusiaan.
Banyaknya praktik oknum yang memanfaatkan situasi pandemi demi kepentingan pribadi maupun kelompok, menjadi pembuktian nyata dari absennya nilai-nilai Pancasila. Dalam setahun terakhir, upaya penanganan pandemi tercederai dengan temuan berbagai kasus. Sebut saja kasus korupsi dana bantuan sosial, penjualan vaksin ilegal, alat tes rapid palsu, hingga pemalsuan dokumen kesehatan. Kasus-kasus ini merupakan sederetan bukti bahwa praktik pelanggaran dan kejahatan yang jauh dari semangat Pancasila rentan terjadi di semua lapisan masyarakat.
Praktik kecurangan dalam pemulihan dampak pandemi itu tentu merugikan masyarakat secara luas. Bagaimana bisa seluruh kecurangan penanganan pandemi Covid-19 itu terjadi pada bangsa yang menjujung tinggi nilai kejujuran dan kemanusiaan. Bercermin dari hal tersebut, memang tak berlebihan kiranya jika bangsa saat ini sedang berada dalam masa darurat pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Banyaknya praktik oknum yang memanfaatkan situasi pandemi demi kepentingan pribadi maupun kelompok, menjadi pembuktian nyata dari absennya nilai-nilai Pancasila.
Pengamalan Pancasila
Beranjak dari potret buruk yang jauh dari semangat Pancasila tersebut, pandemi ternyata juga telah memantik banyak gerakan kebersamaan di lapisan masyarakat. Gerakan gotong-royong membantu sesama selama pandemi itu muncul di banyak wilayah. Inisiatif saling bantu itu muncul dalam berbagai bentuk, misalnya bantuan sembako kepada sesama, memberikan makanan untuk warga yang sedang terpapar Covid-19, aksi-aksi simpatik untuk para tenaga kesehatan, hingga gerakan sosial yang muncul di platform digital.
Berbagai gerakan gotong-royong yang berakar dari rasa persatuan dan kepedulian itu sudah sepatutnya diapresiasi karena telah menjadi oase di tengah minimnya teladan dalam pengamalan nilai Pancasila. Hal ini juga menjadi penyemangat dan memperkuat pemahaman bahwa pandemi hanya akan dapat teratasi jika semua pihak dapat bersatu dalam gerak yang selaras.
Meningkatnya rasa solidaritas, kemanusiaan, dan tanggung jawab di kalangan masyarakat tak lain merupakan cerminan dari sila kemanusiaan. Tidak kurang tiga perempat responden menyepakati masa pandemi telah menumbuhkan solidaritas, tanggung jawab, dan kemanusiaan dalam keseharian masyarakat.
Selain itu, gerakan swadaya kepedulian antar sesama juga secara nyata telah meruntuhkan sekat-sekat perbedaan di ruang sosial. Lebih dari 82,1 persen responden setuju bahwa persatuan masyarakat tetap terjaga di tengah sulitnya pembatasan aktivitas akibat pandemi.Bertumbuhnya rasa solidaritas juga tak terlepas dari memaknainya sebagai bagian dari anugerah Tuhan YME yang tidak lain adalah pengejawantahan dari sila pertama Pancasila. Dalam hal ini, sebagian besar responden (84,8 persen) memahami bahwa Covid-19 merupakan bagian dari kuasa Tuhan yang menguji umat-Nya agar lebih religius dan peduli sesama.
Di antara kelima sila dasar tersebut, sorotan publik terkait kesejahteraan sosial memang sedikit berbeda. Kesepakatan publik memandang berbagai upaya yang dilakukan untuk menanggulangi persoalan akibat pandemi ternyata masih belum sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan.
Sebagian besar responden (84,8 persen) memahami bahwa Covid-19 merupakan bagian dari kuasa Tuhan yang menguji umat-Nya agar lebih religius dan peduli sesama.
Tidak kurang sekitar enam dari sepuluh responden menyatakan setuju bahwa upaya mewujudkan kesejahteraan pada masa pandemi ini telah dilakukan dengan optimal. Sementara lebih dari 33 persen responden justru berpendapat sebaliknya.
Tingginya respon kritis terhadap kinerja pemerintah dalam mengupayakan kesejahteraan sosial di masa pandemi tersebut sebetulnya tidak terlepas dari berbagai kasus penyelewengan yang telah terungkap. Kasus korupsi dana bantuan sosial yang menjerat menteri dan sejumlah elit lembaga negara tersebut, misalnya, menjadi manifestasi dari bobroknya moralitas para elit penyelenggara negara yang semestinya juga dapat memberikan teladan baik untuk penanaman nilai Pancasila.
Situasi pandemi yang penuh ketidakpastian membuat banyak orang berada dalam tekanan dan pesimis memandang situasi di masa mendatang. Dalam kondisi seperti ini sudah semestinya negara dapat menjadi suar yang mampu terus menghidupkan semangat untuk terus bangkit melewati kesulitan pandemi.
Langkah penanganan Covid-19 yang terus diusahakan pemerintah sudah semestinya juga mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat. Dengan demikian seluruh upaya pemulihan pun dapat diselesaikan sesuai target yang dicapai. Terkait dengan program vaksinasi misalnya, yang hingga saat ini masih terdapat sebagian kelompok masyarakat resisten terhadap hal tersebut.
Dengan dukungan dan sikap masyarakat yang solid, kerja-kerja pemerintah dalam upaya penanganan Covid-19 dapat dicapai sesuai dengan target yang diharapkan.
Menumbuhkan kepercayaan dan pemahaman publik bahwa pandemi adalah masalah bersama yang membutuhkan soliditas juga bukan perkara mudah. Namun dalam hal ini, dengan mengedepankan semangat kemanusiaan dan kepentingan bersama semestinya hal itu bukanlah mustahil untuk dicapai. Dengan dukungan dan sikap masyarakat yang solid, kerja-kerja pemerintah dalam upaya penanganan Covid-19 dapat dicapai sesuai dengan target yang diharapkan.
Namun demikian, hal terpenting yang juga menjadi pekerjaan rumah bersama dalam memilihara persatuan berakar pada besar ruang keterbelahan yang telah terbentuk di tengah masyarakat hari ini. Harus diakui, polarisasi yang terjadi dalam sikap penerimaan terhadap kebijakan penanganan pandemi tak lain juga buntut dari keterbelahan politik yang ada sebelumnya.
Penguatan persatuan, solidaritas, dan kepedulian sosial serta nilai-nilai Pancasila seutuhnya memang harus dilakukan secara serius terlebih di saat harus bertahan menghadapi pandemi. Peran inilah yang semestinya dioptimalkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Sayangnya, peran lembaga yang dibentuk untuk memupuk subur pengamalan nilai-nilai Pancasila di masyarakat ini dinilai belum efektif. Publik lebih berharap lembaga ini aktif hadir di tengah masyarakat untuk memperkuat kohesi sosial, terutama di saat pandemi ini.
Pada akhirnya, pengamalan nilai Pancasila dalam keseharian akan menjadi modal sosial bangsa ini menghadapi pandemi. Di momentum lahirnya Pancasila ini, sudah semestinya seluruh anak bangsa meneguhkan kembali nilai-nilai dari dasar negara untuk bersama-sama menghadapi dan memenangi “pertarungan” menghadapi pandemi.