Vaksinasi Gotong Royong, Harapan di Titik Rendah Vaksinasi
Vaksinasi gotong royong diharapkan dapat mempercepat tercapainya kekebalan kelompok. Namun, harga vaksin dikhawatirkan tidak dapat dijangkau perusahaan-perusahaan kecil.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·3 menit baca
Vaksinasi gotong royong yang dimulai pada Selasa (18/5/2021) menjadi oase bagi penanganan Covid-19 dan dunia usaha di tengah melambatnya laju vaksinasi. Program ini diharapkan menjadi katalisator vaksinasi sehingga target kekebalan kelompok dapat segera tercapai. Di sisi lain, hal itu akan sulit tercapai karena tidak semua perusahaan mampu menyediakan vaksin ini.
Program vaksinasi semakin diperluas. Setelah tenaga kesehatan, tenaga pendidik, dan warga lansia, vaksinasi akan menyasar para pekerja di badan usaha melalui vaksinasi gotong royong.
Vaksinasi gotong royong mulai dilakukan pada 18 Mei 2021 kepada 18 perusahaan manufaktur dengan target vaksinasi 40.000 pekerja. Menurut keterangan Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani, sebanyak 22.736 perusahaan telah mendaftar program ini. Dari jumlah tersebut, terdapat lebih dari 10 juta peserta vaksinasi yang telah terdaftar.
Vaksinasi gotong royong merupakan bagian dari program vaksinasi Covid-19 yang direncanakan pemerintah. Ada dua rencana vaksinasi yang digagas pemerintah, yaitu vaksinasi program dan vaksinasi gotong royong.
Vaksinasi program diberikan untuk kelompok prioritas, seperti tenaga kesehatan, petugas pelayan publik, warga lansia, serta masyarakat yang rentan secara geospasial, sosial, dan ekonomi. Peserta vaksinasi tidak ditanggungkan biaya apa pun.
Sementara vaksinasi gotong royong ditujukan untuk karyawan dan keluarga. Vaksinasi ini merupakan implementasi gagasan vaksinasi mandiri yang dibahas pemerintah awal tahun ini. Karyawan dan keluarga yang divaksin tidak perlu membayar karena biaya pelaksanaan dan pelayanan vaksinasi ditanggung badan usaha.
Harga vaksin dan tarif layanan vaksinasi telah ditetapkan pemerintah. Harga pembelian vaksin ditetapkan Rp 879.140 dengan rincian harga tertinggi vaksin per dosis Rp 321.660 dan tarif layanan vaksinasi tertinggi sebesar Rp 117.910 per dosis.
Untuk jenis vaksin, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 menetapkan bahwa vaksinasi gotong royong harus menggunakan jenis vaksin yang berbeda dengan vaksin untuk vaksinasi program. Karena itu, vaksin yang dipilih adalah Sinopharm, vaksin asal China. Hingga 1 Mei 2021, pemerintah telah menerima 982.400 vaksin jadi Sinopharm yang siap digunakan untuk vaksinasi ini.
Vaksinasi gotong royong diharapkan dapat mempercepat tercapainya kekebalan kelompok (herdimmunity). Target kekebalan kelompok Indonesia adalah 70 persen dari populasi atau 181 juta penduduk. Menurut proyeksi pemerintah, target tersebut akan tercapai pada Maret 2022 bergantung pada kecepatan penyediaan vaksin.
Perkembangan vaksinasi
Hingga 8 Mei 2021, Indonesia telah mengamankan 75,91 dosis vaksin. Jumlah tersebut terdiri dari 65,5 juta dosis bahan baku Sinovac, 3 juta vaksin jadi Sinovac, 6,41 juta vaksin jadi AstraZeneca, dan 982,4 ribu vaksin jadi Sinopharm. Berbagai vaksin tersebut didapatkan dari permintaan mandiri Pemerintah Indonesia dan jalur multilateral Covax.
Total dosis vaksin yang dipesan 329,5 juta dosis. Selain empat jenis vaksin itu, Indonesia juga memesan vaksin Merah Putih, Moderna, dan Pfizer Inc and BioNTech sehingga ada enam jenis vaksin yang akan digunakan Indonesia.
Hingga saat ini, vaksin telah didatangkan dalam 12 tahap. Tahap terakhir atau tahap 12 pada 8 Mei 2021, sebanyak 1,389 juta dosis vaksin siap pakai AstraZeneca tiba di Indonesia.
Untuk pelaksanaan vaksinasi, hingga 17 Mei 2021, baru 3,3 persen dari populasi atau 9,07 juta penduduk yang telah selesai menerima vaksinasi kedua. Penduduk yang telah menerima vaksinasi pertama tercatat 5,1 persen dari populasi atau 13,8 juta penduduk.
Artinya, sejak vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari 2021, jika dirata-rata, setiap bulan kurang dari satu persen penduduk telah divaksinasi penuh.
Reuters mencatat, rata-rata pemberian dosis vaksin dalam seminggu terakhir mencapai 183.235 dosis per hari. Dengan jumlah tersebut dibutuhkan 296 hari atau 9,8 bulan untuk memvaksin 10 persen dari populasi lainnya. Jika mengikuti perhitungan tersebut, target kekebalan kelompok pada Maret 2022 akan sulit dicapai.
Karena itu, dibutuhkan upaya lebih cepat dan merata dalam vaksinasi untuk mencapai target kekebalan kelompok, salah satunya dengan vaksinasi gotong royong ini. Program ini menjadi harapan di tengah menurunnya laju vaksinasi.
Kendala
Salah satu penyebab lambatnya laju vaksinasi di Indonesia adalah ketersediaan pasokan yang bergantung pada produsen vaksin di negara lain. Sejak awal April 2021, laju vaksinasi cenderung menurun. Karena keterbatasan persediaan vaksin, pemerintah mengatur laju vaksinasi dengan prioritas untuk kelompok-kelompok tertentu.
Selain itu, masa Ramadhan juga memperlambat laju vaksinasi di beberapa daerah. Di Sumatera Barat, lambatnya laju vaksinasi disebabkan karena berkurangnya minat masyarakat untuk divaksin. Sebagian masyarakat menganggap vaksinasi akan berpengaruh pada kondisi tubuh saat berpuasa.
Potensi penurunan laju vaksinasi juga diperparah dengan ditangguhkannya vaksin AstraZeneca kumpulan produksi CTMAV547. Hal ini dilakukan untuk memastikan keamanannya setelah ada dua laporan kasus fatal yang diduga disebabkan oleh vaksinasi. Badan Pengawas Obat dan Makanan akan melakukan pengujian toksisitas dan sterilitas.
Adapun vaksin AstraZeneca kumpulan produksi CTMAV547 yang dihentikan sementara penggunaannya berjumlah 448.480 dosis. Batch tersebut merupakan bagian dari 3.852.000 dosis vaksin AstraZeneca yang diterima Indonesia pada 26 April 2021 melalui skema multilateral Covax Facility. Vaksin kumpulan produksi CTMAV547 telah didistribusikan untuk TNI dan ke wilayah DKI Jakarta serta Sulawesi Utara.
Terlepas dari kendala itu, dimulainya vaksinasi gotong royong diharapkan dapat meningkatkan laju vaksinasi demi mempercepat tercapainya kekebalan kelompok. Namun, bukan berarti program ini dapat dengan mudah diterapkan.
Harga yang terlalu tinggi dikhawatirkan tidak dapat dijangkau perusahaan-perusahaan kecil. Akibatnya, banyak perusahaan akan enggan menyediakan vaksinasi untuk karyawannya. Dengan demikian, target vaksinasi akan sulit terpenuhi.
Pemerintah diharapkan mempertimbangkan kembali penetapan harga vaksin gotong royong. Selain itu, ketersediaan vaksin diharapkan terus diupayakan agar vaksinasi tetap berjalan lancar. Hal ini mengingat 75 persen dosis vaksin selanjutnya baru akan datang pada Juli 2021 dan Desember 2021. Bagi masyarakat, sembari menunggu vaksinasi, diharapkan tetap terus menjaga diri dan orang sekitar dengan mematuhi protokol kesehatan. (LITBANG KOMPAS)