Vaksin ”Pan-Coronavirus”, Bersiap Cegah Pandemi Covid-19 demi Masa Depan
Pengembangan vaksin ”pan-coronavirus” menjadi langkah selanjutnya setelah penemuan vaksin untuk Covid-19.
Diperlukan vaksin andal untuk melawan serangan virus yang dapat menjelma menjadi beberapa penyakit. Salah satu vaksin itu adalah vaksin pan-coronavirus yang dikembangkan untuk dapat melawan lebih dari satu jenis virus korona. Upaya ini diharapkan dapat mencegah pandemi di masa depan.
Covid-19 menyadarkan dunia bahwa ancaman virus sangatlah nyata. Layanan kesehatan lumpuh, perekonomian jatuh, 2,48 juta orang meninggal akibat Covid-19.
Karena itulah, negara-negara bergegas untuk menemukan dan memproduksi vaksin Covid-19 sebagai salah satu senjata melawan pandemi. Dengan memaksimalkan teknologi dan ilmu pengetahuan, vaksin berhasil ditemukan dan didistribusikan hanya dalam beberapa bulan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi.
Hingga 15 Februari 2021 tercatat 10 vaksin Covid-19 telah digunakan. Empat di antaranya, yaitu pengembangan dari Pfizer-BioNTech, Moderna, Sinopharm, dan Sinovac, telah memperoleh izin penggunaan penuh di sejumlah negara.
Sementara enam lainnya, yaitu Sputnik V, vaksin pengembangan University of Oxford-AstraZeneca, CanSinoBio, Bektop, Sinoparm-Wuhan Institute of Biological Products, dan Bharat Biotech-Indian Council of Medical Research, telah digunakan untuk kepentingan terbatas. Masih ada 70 vaksin lain yang masih dalam uji klinis dan 89 vaksin dalam proses uji praklinis.
Pengembangan vaksin tak berhenti di situ. Melihat dampak Covid-19 sangat parah, para peneliti berupaya untuk mencari cara supaya pandemi tidak terulang lagi. Mereka berpacu untuk mengembangkan vaksin untuk mengatasi lebih dari satu jenis virus korona.
Vaksin itu disebut pan-coronavirus vaccine. Jika berhasil, satu vaksin pan-coronavirus dapat digunakan untuk menumbuhkan kekebalan tubuh terhadap lebih dari satu jenis virus korona.
Pengembangan vaksin ini menyerupai vaksin influenza universal yang juga sedang dalam proses penyempurnaan. Selama ini, setiap musim peneliti merancang vaksin flu baru yang menargetkan bagian tertentu dari virus. Ini disebabkan karena virus influenza selalu berubah cepat.
Vaksin influenza universal hadir untuk menguasai berbagai strain virus influenza sehingga masyarakat tidak perlu berulang kali menerima vaksinasi. Selain melindungi tubuh dari virus flu musiman, vaksin juga dapat digunakan untuk menumbuhkan kekebalan tubuh terhadap penyakit menular influenza baru di masa depan.
Ide yang sama dikembangkan para peneliti untuk menghadapi berbagai virus korona yang mungkin saja menyebar kembali di masa depan. Harapannya jika ada ancaman pandemi selanjutnya, dunia dapat menghentikannya sebelum itu menyebar dan berdampak terhadap seluruh lini kehidupan.
Pengembangan
Berdasarkan data pengembangan vaksin Covid-19 yang dicatat WHO, hingga 12 Februari 2021 ada empat vaksin pan-coronavirus yang sudah mencapai tahap uji praklinis. Dalam tahap ini, keempat calon vaksin ini telah diujicobakan pada hewan.
Keempat calon vaksin pan-coronavirus itu adalah pengembangan dari VBI Vaccines (Amerika Serikat), University of Cambridge dan DIOSynVax (Inggris), Osivax (Perancis), dan Valo Therapeutics (Finlandia). Calon vaksin dari VBI dan Osivax menggunakan pengembangan platform Viral Like Particle. Sementara vaksin dari University of Cambridge dan DIOSynVax dan Valo Therapeutics mengembangkan vaksin berbasis DNA dan viral vektor.
VBI Vaccines mengembangkan vaksin yang terbentuk dari partikel mirip virus yang telah ditaburkan protein spike dari virus penyebab SARS, MERS, dan Covid-19. Calon vaksin ini telah berhasil diujikan pada tikus. Tikus yang disuntikan vaksin berhasil membentuk antibodi untuk melawan tiga virus korona, termasuk satu virus korona lain yang tidak menjadi bahan vaksin.
Menggunakan platform yang sama, Osivax mengembangkan vaksin universal Covid-19 dengan cara yang berbeda. Pengalaman mengembangkan vaksin influenza universal yang telah dalam tahap uji klinis menjadi ide dari pengembangan vaksin Covid-19 universal. Ini dilakukan dengan menargetkan sel T yaitu sel limfosit pada tubuh yang salah satu fungsinya adalah membunuh sel-sel yang terinfeksi virus.
Sel T juga menjadi target dari pengembangan vaksin milik Valo Therapeutics. Perusahaan asal Finlandia ini menggunakan teknologi PeptiCRAd untuk melapisi vektor vaksin adenovirus dengan peptida khusus untuk meningkatkan kekebalan sel T.
Sementara University of Cambridge dan DIOSynVax menggunakan kumpulan rangkaian genetik dari semua jenis virus korona, termasuk penyebab SARS, MERS, dan Covid-19. Mereka juga menggunakan informasi genetik dari virus korona lain dari hewan seperti kelelawar yang diduga dapat membawa virus-virus ini ke manusia di masa depan.
Selain empat calon vaksin itu, masih ada tiga pengembang vaksin pan-coronavirus lainnya yang mulai bekerja sejak adanya pandemi Covid-19. Ketiganya ialah California Institute of Technology-University of Oxford-The Rockefeller University, Institut Penelitian Militer Walter Reed, dan Saint Louis University- Gritstone Oncology.
Dari SARS ke Covid-19
Pengembangan vaksin pan-coronavirus ini menjadi bukti kemajuan penelitian tentang virus korona itu sendiri. Pandemi Covid-19 benar-benar menyadarkan dunia bahwa virus korona ini seharusnya benar-benar dianggap sebagai ancaman yang harus dapat diantisipasi di masa depan.
Sejak virus korona diidentifikasi pertama kalinya pada 1965 oleh DA Tyrrell dan ML Bynoe dari Rumah Sakit Harvard, Inggris, belum ada vaksin untuk mencegah penularannya. Saat itu, Tyrrell dan Bynoe mengisolasi virus dari saluran pernapasan orang dewasa yang mengalami flu biasa.
Satu vaksin pan-coronavirus dapat digunakan untuk menumbuhkan kekebalan tubuh terhadap lebih dari satu jenis virus korona.
Pada kajian selanjutnya di tahun 2005 oleh Jeffrey S Kahn dan Kenneth McIntosh disebutkan bahwa virus korona menyebabkan infeksi saluran pernapasan berupa pneumonia pada bayi dan anak. Virus ini juga menyebabkan gangguan pernapasan pada orang dewasa dan lansia.
Virus korona kemudian menyebabkan wabah penyakit cukup parah pada 2002-2003 berupa SARS. Sepuluh tahun kemudian, virus korona kembali menyebabkan MERS.
Merespon dua wabah ini, peneliti telah melakukan penelitian dan pengembangan vaksin untuk mencegah penyebaran penularan. Menurut jurnal Coronavirus vaccine development: from SARS and MERS to Covid-19 tercatat ada dua vaksin untuk menangani SARS dan delapan vaksin untuk MERS yang sudah mencapai tahap uji klinis. Sayangnya, tidak ada yang berhasil mendapatkan persetujuan penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Melansir dari The New York Times, setelah wabah selesai, investor tidak tertarik pada pengembangan vaksin virus korona. Virus korona tidak dianggap penting. Akibatnya, pengembangan vaksin terhambat.
Ahli virus di Baylor College of Medicine, AS, Maria Elea Bottazzi, menyebutkan, pada 2016 timnya mengajukan permohonan pendanaan kepada Pemerintah AS untuk penelitian vaksin pan-coronavirus. Namun, permohonan itu ditolak karena Pemerintah AS tidak tertarik dengan vaksin tersebut. Tim juga kehilangan pendanaan untuk vaksin SARS yang telah berhasil diujicobakan pada tikus.
Mencegah pandemi selanjutnya
Kondisi tersebut berbalik saat virus korona kembali menyebabkan wabah penyakit, yaitu Covid-19. Semuanya bergerak cepat untuk segera menemukan vaksin dan mendistribusikannya berapa pun dana dan sumber daya yang harus dikeluarkan.
Pengembangan pan-coronavirus menjadi langkah selanjutnya setelah penemuan vaksin untuk Covid-19. Ini dilakukan demi mencegah pandemi selanjutnya.
Terkait hal itu ada cara lain yang telah dilakukan peneliti untuk mencegah pandemi berikutnya. Mereka mengumpulkan sebanyak mungkin ragam virus korona pada hewan untuk diteliti. Dari kumpulan informasi virus itu, peneliti kemudian memperkirakan virus yang dapat menular ke manusia dan dampak penularan virus terhadap manusia.
Dari virus-virus itu, vaksin dibuat berdasarkan karakteristik setiap virus. Harapannya, ketika virus benar-benar menyebar ke manusia, vaksin sudah siap digunakan.
Baca juga: Dunia Menyambut Vaksin Covid-19
Dua upaya tersebut yaitu pengembangan vaksin pan-coronavirus dan ”bank” vaksin korona kiranya mendapat dukungan penuh pemerintah, lembaga, dan organisasi dunia. Pengembangan vaksin itu hanyalah bagian kecil dari pengembangan teknologi, ilmu pengetahuan, dan penelitian terkait patogen berbahaya yang juga butuh diakselerasi.
Jangan sampai kejadian pengembangan vaksin SARS dan MERS yang tidak selesai terulang setelah Covid-19 berakhir. Sebaliknya, biarlah Covid-19 ini memacu semua pihak untuk berinovasi mengembangkan vaksin, pengobatan, pelacakan, atau sistem kesehatan baru demi mencegah pandemi terjadi di masa depan.
Vaksin pan-coronavirus yang disebut sebagai vaksin generasi ketiga ini kiranya menjadi langkah awal untuk mengatasi pandemi yang dapat terjadi kembali kapan saja. (LITBANG KOMPAS)