Merintis Langit Biru dari Bus Transjakarta
Setelah menggunakan bus berbahan bakar gas, kini Transjakarta berencana melakukan konversi sejumlah bus konvensionalnya menjadi bus listrik.
Tahun ini, Transjakarta berencana mengoperasikan 100 bus listrik. Inovasi itu diharapkan menjadi langkah awal Indonesia mewujudkan program langit biru dari bidang transportasi bus, seperti yang sudah dilakukan negara-negara tetangga.
Menginjak usianya yang ke-17 tahun pada 15 Januari 2021, PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta terus mengupayakan inovasi. Setelah menggunakan bus berbahan bakar gas, kini Transjakarta berencana melakukan konversi sejumlah bus konvensionalnya menjadi bus listrik.
Dengan bus listrik, emisi mesin berbahan bakar gas yang sudah minim akan bisa dinihilkan. Dengan demikian, bus akan ramah lingkungan sehingga mengurangi pencemaran udara di jalanan Ibu Kota. Hal ini selaras dengan komitmen Pemerintah Indonesia yang menetapkan penurunan emisi karbon secara jangka panjang hingga 29 persen pada tahun 2030.
Jika sesuai rencana, bus listrik di jalur Transjakarta (TJ) sebenarnya sudah dimulai tahun 2020, diawali dengan pengoperasian 100 bus listrik atau sekitar 1 persen dari total keseluruhan 10.000 bus TJ. Menurut rencana, jumlah itu akan meningkat hingga mencapai 50 persen pada tahun 2025 dan 100 persen lima tahun berikutnya.
Meski agenda bus listrik itu ternyata mundur satu tahun dari rencana, persiapan TJ untuk mengoperasikan 100 bus listrik pertamanya terus digalakkan. Hingga awal tahun 2021, sudah ada sejumlah produk bus listrik yang dijajaki kelayakannya oleh manajemen TJ. Dimulai dari bus listrik merek BYD model K9 dan model C6 yang diuji coba mengangkut penumpang rute Blok M-Balai Kota pada Juli hingga Oktober 2020.
Kedua bus listrik kategori low entry itu merupakan produksi perusahaan otomotif China, BYD Automobile Co Ltd, dan didatangkan oleh PT Bakrie Autopart. Pada akhir tahun 2020, TJ juga melakukan pra-uji coba bus listrik jenis dek tinggi pertama di Indonesia, yaitu bus Skywell tipe NJL6126BEV. Merek bus yang juga buatan China ini dipegang PT Kendaraan Listrik Indonesia (KLI).
Mendekati jadwal pengoperasian bus listrik, TJ sudah menerima banyak tawaran uji coba dari sejumlah produk bus buatan luar ataupun dalam negeri. Selain BYD dan Skywell, ada pula bus E-Inobus buatan PT Inka bekerja sama dengan perusahaan Tron-E di Taiwan serta perusahaan karoseri Piala Mas di Malang, Jawa Timur. Ada pula penjajakan terhadap bus listrik merek Higer, Zhongtong, hingga Mobil Anak Bangsa (MAB).
Merek China
Dari banyaknya merek bus listrik tersebut, mayoritas merupakan produksi ”Negeri Tirai Bambu”. BYD, Skywell, Higer, dan Zhontong merupakan merek dari perusahaan otomotif China. Bahkan, bus listrik lokal buatan PT Mobil Anak Bangsa juga melakukan kerja sama dengan perusahaan di Shanghai, China.
Maraknya merek China tidak lepas dari program bus listrik yang gencar diaplikasikan di negara itu. Ini terlihat dari data International Energy Agency (IEA) tahun 2019 yang menyebutkan, 95 persen pasar bus listrik global ada di China.
Shenzhen, salah satu kota besar di China, menjadi kota pertama di dunia yang berhasil mengonversi 16.000 busnya dengan 100 persen bus listrik pada tahun 2019. Dalam pengoperasiannya, terdapat tiga operator bus yang ikut ambil bagian, yaitu Shenzhen Bus Group, Shenzhen Eastern Bus Company, dan Shenzhen Western Bus Company.
Program bus listrik di Shenzhen diawali dari tahap perkenalan pada tahun 2011 dengan pengoperasian 127 bus listrik. Kemudian meningkat menjadi 545 unit pada tahun 2015, melejit menjadi 6.000 unit pada tahun 2017, kemudian mencapai 16.000 unit pada tahun 2019. Pada tahun itu, angkutan bus di kota tersebut telah melayani 42 persen dari total 12 juta jiwa penduduk kota.
Pengoperasian bus sebanyak itu juga didukung fasilitas penunjang yang mumpuni. Contohnya, jumlah operator stasiun pengisian baterai di Shenzhen sudah lebih dari 1.700 titik, terdiri dari berkapasitas 150 kW dan 180 kW. Dukungan anggaran juga disediakan, yaitu subsidi pembelian bus listrik 140.000 dollar AS atau setara Rp 1,9 miliar per unit dari pemerintah daerah.
Besarnya kebutuhan bus listrik di China ini mendorong banyak perusahaan lokal untuk mengembangkan bus listrik dengan semua perlengkapan dan teknologi mereka. Perusahaan bus BYD, yang menjadi salah satu pionir, bahkan menyuplai sebagian besar bus listrik di kota Shenzhen dan juga mengekspornya. Pesanan bus listrik di Belanda, Inggris, Skotlandia, hingga Kolombia kini dirambah oleh bus BYD.
Negara tetangga
Meski belum memiliki porsi yang sangat besar seperti di China, sejumlah kota di Eropa, Amerika, dan Asia juga mulai fokus dalam pengaplikasian bus listrik. Contohnya Helsinki, ibu kota Finlandia, yang mulai mengoperasikan 48 bus listrik pada tahun 2020. Angka ini akan terus bertambah hingga mencapai 30 persen dari total 1.400 bus di kota itu pada tahun 2025.
Baca juga: Bus Listrik, Menikmati Bus Tanpa Berisik
Baca juga: Angkutan Publik Berbasis Listrik di Jakarta Terus Dikembangkan
Bus-bus yang digunakan berasal dari tiga produsen, yaitu bus Linkker produksi dalam negeri Finlandia, bus VDL produksi Belanda, dan Yutong produksi China. Sebanyak 15 bus dilengkapi pantograf layaknya kereta listrik untuk memudahkan pengisian ulang baterai. Sementara sisanya merupakan bus seperti pada umumnya dengan electric vehicle supply equipment (EVSE) statis.
Dalam hal regulasi, Helsinki Regional Transport (HSL) selaku otoritas penyelenggara angkutan umum setempat gencar melakukan promosi. Hal itu terutama terkait tender dengan persyaratan minimum agar menarik minat banyak calon operator bus listrik. Adapun tender stasiun pengisian baterai dibuat terpisah sehingga setiap operator fokus pada jasa yang menjadi tanggung jawabnya.
Sementara itu, Santiago di Chile sudah mengoperasikan lebih dari 400 bus listrik atau 6 persen dari total 7.000 bus di kota itu pada tahun 2020. Angka ini akan terus bertambah hingga pada tahun 2040 semua bus dikonversi menjadi bus listrik. Bus yang digunakan juga produksi BYD, China. Ada pula bus merek Yutong dan merek STP. Dari sisi regulasi, pemerintah Santiago mengadopsi standar Euro VI sejak tahun 2018 sebagai aturan bagi pengaplikasian bus listrik di kota itu.
Adapun di Kalkutta, India, sejak tahun 2019, West Bengal Transport Corporation (WBTC) sudah mengoperasikan 80 bus listrik produksi dalam negeri, yaitu Tata Motors. Jumlah bus listrik ini akan terus meningkat hingga mencapai sekitar 5.000 unit pada tahun 2030.
Baca juga: Program Kendaraan Listrik Terus Dipercepat
Melejitnya India dalam inovasi bus listrik turut didorong percepatan pembangunan manufaktur kendaraan listrik dan hibrida di negara itu. Pada fase pertama, Pemerintah India menyediakan dana untuk pengadaan 80 bus listrik beserta fasilitas pengisi daya.
Membandingkan perkembangan bus listrik di negara-negara tersebut dengan upaya yang sedang dilakukan TJ, tampak bahwa Indonesia tidaklah terlambat. Namun, jangan sampai terlena sebab masih ada misi utama, yaitu merealisasikannya dengan kerja sama antarsektor dalam hal regulasi, subsidi pengadaan bus, dan operasionalitas demi terciptanya langit Jakarta yang semakin biru.
(LITBANG KOMPAS)