Yogyakarta dan Pesan Kemerdekaan Soekarno
Yogyakarta menjadi tempat amanat kebangsaan untuk pertama kali disampaikan dalam perayaan perdana kemerdekaan Republik. Di Yogyakarta pula pidato kenegaraan pertama Presiden Soekarno disampaikan.
Yogyakarta menjadi labuhan pertama Presiden Soekarno untuk menjalankan pemerintahan di tengah kecamuk revolusi. Dari sinilah amanat kebangsaan untuk pertama kalinya disampaikan dalam perayaan perdana kemerdekaan Republik Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta-merta menghentikan praktik imperialisme. Setelah kekalahan Jepang dalam perang Asia Timur Raya, Indonesia harus berhadapan dengan Belanda yang ingin kembali berkuasa di Tanah Air.
Kondisi Jakarta yang semakin rawan setelah kedatangan tentara Belanda (NICA) memaksa Soekarno untuk memindahkan pusat pemerintahan. Tawaran dari Kesultanan Yogyakarta untuk menjadikan wilayah itu sebagai pusat pemerintahan diterima Soekarno, salah satunya dengan pertimbangan sektor keamanan.
”Kedudukan pemerintahan harus dipindahkan ke daerah yang bebas dari gangguan Belanda sehingga kita dapat mendirikan banteng Republik,” kata Soekarno saat diwawancarai oleh Cindy Adams seperti yang tertulis dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2011).
Pada 3 Januari 1946, Soekarno mengumumkan kepada jajaran para menteri agar bersiap pindah tanpa membawa harta benda. Perjalanan dilakukan dengan kereta yang didesain sedemikian rupa agar tidak dicurigai oleh tentara Belanda.
”Dan begitulah, di malam gelap tanpa bulan tanggal 4 Januari 1946, kami membawa bayi Republik Indonesia ke ibu kotanya yang baru, Yogyakarta,” kenang Soekarno.
Sejak saat itu, perjuangan revolusi mulai dikendalikan dari Yogyakarta. Dari sinilah Soekarno kerap memberi arahan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tak hanya itu, Yogyakarta juga menjadi saksi penyampaian pidato kenegaraan pertama Soekarno saat perayaan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1946.
Baca juga: Bung Karno sebagai Aset
Pesan revolusi
Dalam pidato kenegaraan itu, ada empat garis besar pesan kemerdekaan yang disampaikan secara langsung oleh Soekarno, yakni perjuangan revolusi, pemerintahan dalam negeri, politik luar negeri, dan konsepsi persatuan bangsa.
Perjuangan revolusi menjadi hal utama yang disampaikan dalam pidato. Secara terperinci, Soekarno bercerita tentang kembalinya Belanda ke Indonesia dan tantangan kemerdekaan yang harus dihadapi.
Ada satu pesan yang disampaikan Soekarno kepada para penjajah bahwa proklamasi adalah suatu pekik berhenti terhadap segala aktivitas penjajahan. Bangsa Indonesia saat itu juga ingin mengambil jalan damai untuk menyelesaikan persoalan dengan segala pihak yang ingin kembali menguasai Indonesia.
Sayangnya, jalan damai ini sulit dicapai mengingat sikap agresif dan provokatif yang ditunjukkan tentara Belanda setelah kembali mendarat di Pulau Jawa. Atas dasar itu, Soekarno secara tegas menyerukan gaung revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan. ”Kita hendak mempertahankan kehormatan kita dengan segala tenaga yang ada pada kita,” ujar Soekarno.
Meskipun Indonesia cinta damai, Soekarno menegaskan bahwa bangsa Indonesia lebih cinta kemerdekaan. Oleh sebab itu, segenap rakyat diminta bergerak mewujudkan cita-cita proklamasi dengan batin yang terang menderang.
Lahirnya kalimat ”batin yang terang menderang” menjadi warna tersendiri dalam pidato itu. Kata itu muncul sebagai refleksi kondisi negara yang berada di dalam impitan kesulitan. Walakin, saat itu Indonesia masih memiliki modal cahaya yang kuat dari semangat rakyat untuk keluar dari lorong kegelapan di tengah kepungan imperialisme.
Baca juga: Sejarawan Tanggapi Permintaan Maaf Raja Belanda kepada Indonesia
Pengurus negara
Selain meminta rakyat berjuang, dari sisi internal Soekarno juga tidak sungkan menasihati pemerintahan agar tak berjalan dengan sewenang-wenang dan melupakan kepentingan rakyat. Secara tegas, jajaran pemerintahan diminta Soekarno agar tidak mementingkan suatu golongan dalam menjalankan setiap kebijakan.
”Pemerintah bukanlah pengurus partai, bukan pengurus golongan, melainkan pengurus negara, kekuasaan negara,” kata Soekarno saat itu.
Pesan ini disampaikan Soekarno mengingat pentingnya peran, dedikasi, dan soliditas pemerintah selama masa periode revolusi. Tanpa pemerintahan yang kuat, Indonesia sulit menghadapi praktik imperialisme yang kembali mengancam di depan mata.
Saat semangat persatuan mulai memudar, politik identitas kembali mengakar, maka pemaknaan sejarahlah yang dapat membuat segenap bangsa ini sadar, tentang betapa berharganya persatuan yang dimiliki oleh Indonesia.
Selain itu, pesan ini juga disampaikan di tengah suasana pengambilalihan perusahaan kolonial. Menurut Soekarno, terdapat beberapa pihak yang memperkaya diri sendiri dengan menggunakan hasil keuangan perusahaan yang seharusnya menjadi milik negara. Kondisi ini membuat kondisi keuangan negara semakin berat.
”Kesulitan keuangan masyarakat dan keuangan pemerintah maha hebat, dan sebelum hal keuangan ini dapat disehatkan, belum dapatlah diusahakan perbaikan kemakmuran negeri. Belum dapat dibasmi tukang catut, belum dapat diberantas korupsi dengan sempurna,” kata Soekarno menegaskan.
Korupsi telah menjadi perhatian Soekarno dalam pidato pertama kenegaraan saat peringatan kemerdekaan Indonesia. Ini menunjukkan bahwa praktik rasuah telah menjadi ancaman selama 75 tahun kemerdekaan Indonesia.
Pada akhirnya, Soekarno mengimbau agar setiap pihak menghindari perselisihan dan mementingkan persatuan demi membangun bangsa. Baik pemerintah maupun masyarakat memiliki andil dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Kita dan Korupsi
Politik luar negeri
Dari sisi eksternal, konsep politik luar negeri juga menjadi pesan yang disampaikan Soekarno dalam pidato kenegaraan. Saat itu, Soekarno menekankan pentingnya penyelesaian setiap persoalan dengan negara lain dalam suasana persahabatan.
Politik jalan tengah juga menjadi konsep yang digaungkan. Sebagai negara yang merdeka, Indonesia juga memiliki tugas untuk memelihara persaudaraan antarbangsa sehingga konsep ini menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan.
”Di dalam politik pemerintah terhadap luar negeri, kita menjalankan haluan yang tetap. Tetap mengemudikan kapal negara Republik Indonesia di antara negara-negara yang lain, sehingga mendapatkan pengakuan dan serta kedudukan yang sama sederajat,” kata Soekarno.
Soekarno dalam pidatonya juga menegaskan corak hubungan luar negeri yang dianut oleh Indonesia, yakni sebagai bangsa yang suka memberi bantuan kepada bangsa lain. Sejak era autokrasi, corak ini telah digunakan sebagai khas dari bangsa Indonesia.
Inilah yang menjadi alasan bagi Soekarno untuk memberi bantuan 500.000 ton beras kepada India pada April 1946. Meski Indonesia berada dalam kondisi yang sulit, bantuan tetap diberikan sebagai wujud kepedulian dan menjadi corak politik luar negeri yang dianut oleh Indonesia.
”Tidaklah negeri kita dahulu sebagian dinamakan orang Jawa-dwipa, oleh karena kita selalu memberikan gandum kita kepada bangsa lain. Sebagian lagi dinamakan Swarna-Dwipa oleh karena kita selalu membagikan emas kita kepada bangsa lain,” ujar Soekarno. Dalam kalimat ini, Soekarno mencoba memberikan garis kebijakan politik luar negeri yang santun dan tetap membantu di tengah kesulitan bangsa lain.
Baca juga: Nasib Bung Karno
Gagasan persatuan
Segala pesan Soekarno dalam pidato kenegaraan pertama saat perayaan kemerdekaan Indonesia itu bermuara pada satu tujuan, yakni persatuan untuk mempertahankan kemerdekaan. Bukan kemerdekaan yang berusia satu atau dua tahun, tapi kemerdekaan yang bertahan hingga akhir zaman.
Ada delapan syarat utama yang menurut Soekarno harus dipenuhi oleh segenap bangsa agar Indonesia dapat terus bertahan, yakni jiwa merdeka dari praktik imperialisme, bekerja sungguh-sungguh, rela berkorban, dan jujur. Selanjutnya, konsep kesadaran bernegara, kerja sama, kemauan untuk maju, dan persatuan nasional juga harus dipahami oleh setiap lapisan masyarakat agar tidak mudah terpecah belah.
Konsep inilah yang perlu dilaksanakan dalam berbagai lini kehidupan demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tentu, butuh pemahaman dan kesadaran bersama agar tujuan untuk mempertahankan persatuan dapat terlaksana.
“Ingat, memproklamirkan negara adalah gampang. Tetapi menyusun negara, mempertahankan negara, memiliki negara buat selama-lamanya, itu adalah sukar,” Soekarno mengingatkan.
Seluruh gagasan yang disampaikan Soekarno dalam pidato kenegaraan pertama di Yogyakarta pada 17 Agustus 1946 adalah pesan yang tak lekang oleh zaman. Saat semangat persatuan mulai memudar, politik identitas kembali mengakar, maka pemaknaan sejarahlah yang dapat membuat segenap bangsa ini sadar, tentang betapa berharganya persatuan yang dimiliki oleh Indonesia. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?