Mereka Yang Membingkai Indonesia Lewat Inovasi
Di tengah ingar-bingar perebutan kekuasaan politik di tingkat nasional, sejumlah daerah dan lembaga tetap bekerja serius memperbaiki kualitas pelayanan publik. Bahkan, mereka melahirkan inovasi-inovasi yang mempermudah hidup masyarakat, meningkatkan kesehatan pada kaum yang terpinggirkan, dan membuat terobosan-terobosan di bidang akuntabilitas birokrasi dan publik.
Penghargaan tertinggi memang layak disematkan kepada pejuang-pejuang pelayanan publik yang bekerja keras dan cerdas mengatasi problem riil dari bangsa ini, mengejar ketertinggalan dengan akal sehat. Sejumlah inovasi terus lahir, baik dari ruang perkotaan yang sibuk maupun dari pelosok negeri yang jauh dari pusat kekuasaan.
Mereka merasa tidak cukup hanya menjalankan tugas keseharian tanpa kreativitas. Mereka memproduksi makna baru, menjalin relasi yang membuat masyarakat lebih bermartabat, lewat temuan-temuan mereka di bidang pelayanan publik. Di beberapa tempat juga berkembang upaya-upaya masyarakat meningkatkan kualitas hidup secara swadaya. Mereka membingkai wajah baru Indonesia lewat inovasi.
Di beberapa tempat juga berkembang upaya-upaya masyarakat meningkatkan kualitas hidup secara swadaya.
Selama lima tahun belakangan upaya-upaya melakukan terobosan lewat inovasi terus berkembang. Di bidang tata kelola pemerintahan, tumbuh terobosan-terobosan untuk meningkatkan partisipasi publik, akuntabilitas, transparansi, efektivitas, dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu juga untuk peningkatan kualitas regulasi, penegakan hukum, ketertiban sosial, dan kontrol terhadap korupsi dalam pelayanan publik.
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik juga menjadi landasan bagi sejumlah inovasi. Senada dengan itu, perbaikan kesejahteraan sosial dan penyelesaian masalah-masalah sosial, serta pelayanan langsung kepada masyarakat juga menjadi pilar baru yang manfaatnya dirasakan kian besar.
Gambaran kemajuan ini, setidaknya, terlihat dari meningkatnya jumlah inovasi yang didaftarkan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk diikutsertakan dalam kompetisi Sistem Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik).
Inovasi yang terdaftar dalam Sinovik adalah yang berasal dari kementerian, lembaga negara, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota. Kompetisi ini tidak menyertakan inovasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta, lembaga asing, maupun individual.
Inovasi berasal dari kementerian, lembaga negara, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota.
Meningkatnya antusiasme terhadap inovasi, setidaknya, terlihat dari penambahan jumlah pendaftaran inovasi selama 2014-2018. Pada tahun 2014 hanya 515 inovasi yang terdaftar untuk dilombakan, pada 2015 jumlahnya meningkat dua kali lipat menjadi 1.184 inovasi.
Jumlah ini naik dua kali lipat lagi menjadi 2.476 buah pada 2016, dan tahun berikutnya menjadi 3.054 buah atau sudah enam kali lipat jumlahnya dari pertama digelar (2014). Tahun 2018 sedikit menurun namun tetap tinggi, yaitu 2.824 inovasi.
Kabupaten Terbanyak
Setiap tahun, Kemenpan RB mengeluarkan daftar pemenang inovasi, setelah melalui enam tahapan seleksi dan penilaian oleh tim ahli independen, dan menetapkan 99 inovasi terbaik. Sehingga, selama lima tahun telah terkumpul 495 inovasi yang bukan saja menjadi unggulan, tetapi juga pantas direplikasi ke daerah atau lembaga lain.
Mereka dipandang memenuhi empat kriteria, yakni memperkenalkan pendekatan baru, produktif, berdampak dan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan memperkenalkan pendekatan baru adalah memperkenalkan gagasan yang unik, pendekatan yang aktual dalam penyelesaian masalah, atau kebijakan dan desain pelaksanaan yang unik, atau modifikasi dari inovasi pelayanan publik yang telah ada, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik.
Empat kriteria, yakni memperkenalkan pendekatan baru, produktif, berdampak dan berkelanjutan.
Sedangkan makna produktif adalah memberikan bukti hasil implementasi. Selanjutnya, berdampak adalah memberikan manfaat terhadap peningkatan atau perubahan kondisi dan memiliki daya dorong terhadap percepatan peningkatan kualitas. Terakhir, yang dimaksud berkelanjutan adalah memberikan jaminan bahwa inovasi pelayanan publik terus dipertahankan, diimplementasikan, dan dikembangkan dengan dukungan program dan anggaran, tugas dan fungsi organisasi, serta hukum dan perundang-undangan.
Dari total jumlah yang terkumpul, tercatat inovasi dari pemerintah kabupaten adalah yang terbanyak (36,4 persen), diikuti oleh pemerintah provinsi (20 persen), pemerintah kota (19 persen), dan kementerian (16,6 persen). Inovasi di jajaran pemerintah kabupaten terus mendominasi kemenangan sejak 2014 hingga 2018.
Teknologi Informasi
Penggunaan teknologi informasi sebagai perangkat inovasi cukup mewarnai kompetisi selama lima tahun berjalan. Gejala ini bisa dilihat dari penggunaan sistem berbasis online, aplikasi internet, atau media sosial lain yang mencapai 39,6 persen dari total inovasi pada 2014-2018. Sebanyak 60,4 persen tidak terkait dengan teknologi informasi karena sifat inovasinya yang berbeda, terutama pada inovasi-inovasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten.
Penggunaan teknologi informasi paling banyak dilakukan oleh jajaran lembaga negara, mencapai 63,3 persen dari total inovasi yang dimenangkannya. Hal ini juga terlihat pada kementerian yang mencapai 61 persen. Selain itu, inovasi pada level pemerintah provinsi, kota, dan BUMN juga hampir berimbang antara inovasi yang sifatnya online dan offline.
Bidang Kesehatan Terinovatif
Bidang kesehatan merupakan kelompok kegiatan yang paling inovatif dalam melakukan terobosan-terobosan pelayanan publik. Selama lima tahun, bidang ini telah meraih 131 kali (26,5 persen) dari total 495 penghargaan. Peraih terbanyak kedua adalah bidang pendidikan dengan 32 kali meraih, dan terbanyak ketiga diisi oleh dua bidang, yaitu komunikasi & informasi dan bisnis (termasuk perdagangan dan koperasi) dengan masing-masing meraih 23 kali.
Selain itu, bidang-bidang lain juga cukup banyak memperoleh penghargaan, seperti perpajakan, kepustakaan & data, kependudukan, kepegawaian, transportasi, pertanian, dan pertanahan. Kepolisian juga menjadi bidang kegiatan yang cukup fenomenal karena hampir setiap tahun menunjukkan inovasi terbaiknya. Inisiatif perbaikan layanan kepolisian tumbuh di kota besar maupun di level kabupaten.
Jawa Timur Mendominasi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur merupakan instansi yang paling banyak memenangkan kompetisi inovasi selama lima tahun ini, yaitu mencapai 30 kali masuk Top 99 penghargaan Sinovik oleh Kemenpan RB. Posisi kedua ditempati oleh dua instansi, yaitu Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan masing-masing mendapatkan 14 penghargaan.
Posisi ketiga ditempati oleh Kementerian Agraria & Tata Ruang – Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan 12 kali. Kementerian BPN bahkan tercatat sebagai instansi yang paling banyak mendapatkan penghargaan dibanding kementerian-kementerian lain, terutama karena banyaknya terobosan dalam sistem pengurusan legalitas tanah dan bangunan.
Selain itu, Kepolisian RI menjadi lembaga yang cukup menarik karena memenangkan 11 kali kompetisi inovasi. Berbagai terobosan yang dilakukannya kian memudahkan masyarakat mendapatkan layanan berbagai urusan kepolisian, mulai dari perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), hingga Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Pada tingkat kabupaten, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi merupakan instansi yang paling banyak melakukan inovasi dan memenangkan 10 kali penghargaan. Strateginya dalam memberdayakan masyarakat menjadi salah satu ciri yang kuat. Keberhasilannya membalik paradigma masyarakat terpinggirkan (Osing) menjadi pemain utama dalam kebudayaan mewarnai tidak hanya kultur lokal, tetapi juga turut membingkai kultur nasional.
Hampir serupa dengan Banyuwangi, Pemerintah Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, juga menjadi lembaga yang cukup banyak melahirkan inovasi. Upayanya untuk melahirkan terobosan di bidang kesehatan, pendidikan, peternakan, pariwisata, hingga pengaduan masyarakat membawanya mendapatkan delapan penghargaan selama lima tahun ini.
Pada tingkat pemerintahan kota, Surabaya di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini menjadi ikon kota yang inovatif. Kota Surabaya tidak hanya banyak memenangkan kompetisi di tingkat lokal, namanya juga harum pada level internasional. Beberapa kali Pemerintahan Kota Surabaya mengungguli kota-kota lain di dunia dalam soal inovasi. Terobosan walikota dan jajarannya dalam melakukan perbaikan segala bidang kehidupan membuat kota ini memiliki karakter yang kuat.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, meskipun memenangkan dalam jumlah yang sama dengan Pemerintah Kota Surabaya, namun memiliki kecenderungan yang unik. Pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) banyak inovasi telah dilakukan, namun jarang sekali mereka mendaftarkan inovasinya ke dalam kompetisi.
Baru, setelah kepemimpinan bergeser ke Gubernur Anies Baswedan, inovasi-inovasi di masa kepemimpinan Ahok banyak didaftarkan dan mendominasi kemenangan di tahun-tahun 2017-2018. Untuk diketahui, persyaratan pendaftaran untuk kompetisi adalah minimal telah satu tahun diimplementasikan.
Modal Sosial
Dua puluh tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, hampir seluruh daerah di Indonesia masih gagap, mencari-cari bentuk yang paling sesuai untuk mengekspresikan kewenangan di era otonomi daerah.
Sebagian daerah gagal mengartikulasikan desentralisasi politik karena memberi bobot terlalu besar pada kepentingan elite dalam demarkasi wilayahnya. Banyak elite politik terjerembab dan tumbang secara tidak hormat akibat korupsi, sesungguhnya akibat tak bisa mengaktualisasikan potensi modal sosial dalam politik pemerintahan.
Namun, kini, setelah 19 tahun pemberlakuan otonomi, tampaknya sejumlah daerah mulai menemukan kekuatan inti dari otonomi: modal sosial. Alih-alih mengeliminasi kekuatan partisipasi masyarakat, kini mereka bahkan memasukkannya, mengelolanya, menjadi sebuah perpaduan sempurna antara kekuatan warga dengan kepemimpinan daerah.
Terobosan-terobosan inovasi, yang mengakomodasi peran serta warga atau unit terkecil birokrasi dalam membentuk wajah daerah, menjadi langkah jitu menghimpun modal sosial dan menciptakan era baru kepemimpinan daerah. Bandul kewenangan, kue kesejahteraan, campur tangan warga, atau apapun yang diberikan kepada masyarakat, justru memberi dampak positif mengukir popularitas pemimpin daerah.
Meskipun caranya tampak berbeda-beda, namun pada intinya sama, yakni memperbesar partisipasi warga dalam membentuk keunggulan daerahnya. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengambil kebijakan menggaji pasukan sampah dan merekrut pengangguran menjadi pembersih got-got ibukota sehingga wajah Jakarta di musim hujan segera berubah.
Ia juga mempertontonkan problem korupsi di jajaran birokrasinya sebagai urusan publik, sehingga dalam waktu dua tahun dinas-dinas di bawah wewenangnya secara umum begitu takut untuk bersentuhan langsung dengan soal keuangan publik, meskipun belum seluruhnya bersih dari korupsi.
Walikota Bandung Ridwan Kamil lebih suka menyebut kepemimpinannya “ing madya mangun karsa” daripada “ing ngarso sung tulodo” atau “tut wuri handayani.” Makna “ing madya mangun karsa” adalah bersama-sama dengan masyarakat membangun Kota Bandung. Dengan gayanya yang khas, ia mengembangkan partisipasi warga dalam aneka kegiatan perbaikan wajah kota.
Bupati Banyuwangi Azwar Anas lebih mendahulukan “kegembiraan” warga dalam mengembangkan berbagai potensi sosial di daerahnya. Dengan berbagai festival yang diadakan, ia membagi pembangunan daerah ke pundak warga yang menyambut beban dengan riang dan bercitarasa seni.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo justru menjadi sosok yang makin diperhitungkan, ketika ia membuka keran besar-besaran bagi inovasi di tiap jajaran pemerintahannya. Lewat kompetisi inovasi, modal sosial bergerak dengan sendirinya membentuk citra birokrasi yang lebih melayani.
Demikian juga Walikota Surabaya Tri Rismaharini, lewat transparansi anggaran dan pelibatan masyarakat dalam musrembang yang didukung teknologi, menempatkan sosok walikota perempuan ini sebagai gambaran kepemimpinan bersih. Inovasi-inovasi yang dikembangkan di Kota Surabaya, selalu hadir dengan kualitas tinggi, mulai dari urusan gelandangan sampai dengan rumah sakit, sekolah, hingga sistem pemantauan kinerja birokrasi yang langsung terkoneksi dengan gadget yang digenggamnya.
Inovasi tidak hanya menjadi terobosan namun juga pertaruhan karir birokrasi
Inovasi juga menjadi pintu masuk bagi banyak kepala-kepala daerah lainnya untuk berada dalam pusaran kepentingan masyarakat, dan dari sana muncul sebagai sosok yang memberi harapan akan perubahan.
Inovasi tidak hanya menjadi terobosan di atas kelonggaran yang diberikan di bawah rezim otonomi daerah, namun juga menjadi pertaruhan karir bagi jajaran birokrasi yang bergerak di kementerian, lembaga, atau badan usaha milik negara. “One Agency, One Inovation (OAOI)” menjadi slogan yang mulai merayap ke dunia tindak, ketika berbagai kompetisi memaksa tiap lembaga mengembangkan cara paling transparan, efektif, efisien, dan berdampak positif bagi masyarakat di tiap sel lembaga birokrasi.
Melihat berbagai inovasi yang bermunculan dalam pelayanan publik di sejumlah daerah, tak bisa lain, tampaknya Indonesia memang sedang bergerak. Keberhasilan inovasi di satu daerah yang dengan cepat direplikasi ke daerah-daerah lain, ibarat mozaik yang terus tumbuh membentuk formasi wajah keindonesiaan yang baru. (Bambang Setiawan/Litbang Kompas)