MK Tak Yakin Bansos Pemerintah Pengaruhi Pilihan Pemilih Pilpres 2024
MK menyatakan tidak dapat mengungkap niat lain penyaluran bansos di luar tujuan program perlindungan sosial.
Oleh
IQBAL BASYARI, SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi tidak memiliki keyakinan bantuan sosial yang disalurkan pemerintah mampu mempengaruhi pilihan pemilih pada Pilpres 2024. Bahkan, MK juga tidak dapat mengetahui niat lain dari penyaluran bantuan sosial di luar tujuan program perlindungan sosial yang dicanangkan pemerintah.
Hakim Konstitusi, Arsul Sani, mengatakan, pencermatan terhadap Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024 menunjukkan, perencanaan dan distribusi bantuan sosial (bansos) merupakan tindakan yang sah secara hukum. Pemberian bansos diatur dalam peraturan perundang-undangan meski dengan catatan regulasi penyaluran program perlindungan sosial tersebut dibuat oleh presiden dan menteri yang juga merupakan pelaksana undang-undang.
Bahkan, berdasarkan notulensi rapat pembahasan bansos serta keterangan sejumlah menteri terkait yang didapat MK diketahui, program bansos sebagai bagian dari program perlindungan sosial yang dirancang Presiden Joko Widodo telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mekanisme ini sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Pasal 23 Ayat (2) juncto Ayat (1) UUD 1945.
”Mengenai adanya kecurigaan bahwa terdapat intensi tertentu dalam penyusunan program perlinsos (perlindungan sosial), Mahkamah tidak dapat mengetahui intensi atau niat lain di luar tujuan penyaluran dana perlinsos sebagaimana yang disampaikan para menteri dalam persidangan, khususnya menteri keuangan,” ujar Arsul saat sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilu (PHPU) presiden dan wakil presiden tahun 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Dalam persidangan perkara sengketa hasil pilpres yang diajukan pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar itu, MK juga tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan adanya intensi lain dari penyaluran bansos. Karena itu, jika ditemukan indikasi penyalahgunaan anggaran perlindungan sosial, MK mempersilakan lembaga penegak hukum untuk menindaklanjutiya.
Bukan hanya itu, MK juga tidak dapat mengetahui intensi penentuan jangka waktu penyaluran program perlindungan sosial. Instrumen hukum acara di MK, khususnya hukum acara PHPU, tidak memberikan cukup ruang, waktu, serta alat atau sarana mendalami ataupun menyelidiki intensi pembuatan suatu kebijakan publik.
Sebab, penentuan jangka waktu pelaksanaan program perlindungan sosial terkait erat dengan tujuan dari program tersebut. Apakah bantuan itu untuk mengantisipasi bencana ataukah guna memitigasi dampak bencana.
Mengenai adanya kecurigaan bahwa terdapat intensi tertentu dalam penyusunan program perlinsos (perlindungan sosial), Mahkamah tidak dapat mengetahui intensi atau niat lain di luar tujuan penyaluran dana perlinsos
Apabila ditujukan sebagai antisipasi, lanjut Arsul, sudah pada tempatnya bansos disalurkan sebelum bencana alam terjadi. Sementara jika bertujuan sebagai mitigasi, bansos semestinya disalurkan setelah bencana terjadi.
”Dengan demikian, menurut Mahkamah, program perlinsos memang dapat dan lazim dilakukan sebelum ataupun setelah suatu bencana, kata Arsul.
Di sisi lain, MK menilai tidak terdapat kejanggalan atau pelanggaran peraturan sebagaimana yang didalilkan Anies-Muhaimin selaku pemohon. Sebab, mekanisme pengalokasian anggaran telah diatur secara jelas, mulai dari tahapan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban. Anggaran bansos yang disalurkan Presiden dan menteri juga dinilai sebagai bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya.
Adapun dari sisi pembuktian, hasil survei dan keterangan ahli dari pemohon tidak memunculkan keyakinan bagi MK akan adanya korelasi positif antara bansos dan pilihan pemilih secara faktual. Berpijak dari hal tersebut, menurut MK, tidak terdapat alat bukti yang secara empiris menunjukkan bahwa bansos nyata-nyata telah memengaruhi atau mengarahkan secara paksa pilinan pemilih.
”Andai benar terjadi pembagian bantuan kepada masyarakat oleh Presiden, pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah apakah bantuan yang dimaksud oleh pemohon adalah bansos oleh Kementerian Sosial ataukah bantuan kemasyarakatan oleh Presiden yang bersumber dari dana operasional Presiden,” kata Arsul.
Hakim Konstitusi Ridwan Masyur menambahkan, MK tidak mendapatkan keyakinan akan bukti adanya maksud atau intensi dari Presiden terkait dengan penyaluran bansos yang bertujuan untuk menguntungkan Prabowo-Gibran.
”Dalil pemohon terkait dengan adanya bansos yang berkorelasi dengan perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak terbukti sehingga tidak beralasan, menurut hukum,” katanya.