Dugaan Tindak Asusila Ketua KPU Bisa Dibawa ke Ranah Pidana
Komnas Perempuan menyatakan dugaan tindak asusila Ketua KPU Hasyim Asy’ari bisa dibawa ke ranah pidana, selain etik.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari terhadap seorang petugas Panitia Penyelenggara Pemilihan Umum Luar Negeri atau PPLN tak hanya bisa dibawa ke ranah etik, tetapi juga peradilan pidana. Pengusutan secara etik dan pidana diyakini bisa memberikan efek jera agar tindak kekerasan seksual di lingkungan penyelenggara pemilu tak lagi berulang.
Anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Siti Aminah Tardi, mengatakan, dugaan tindak asusila Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari terhadap anggota PPLN tidak hanya bisa dibawa ke ranah etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Jika memenuhi unsur kekerasan seksual, tindakan tersebut juga bisa diproses di ranah pidana.
Terlebih, semangat dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menekankan bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual, harus diselesaikan melalui sistem peradilan pidana. Dengan demikian, dugaan tindak asusila tersebut bisa diproses secara bersamaan di DKPP maupun kepolisian.
”Jadi ketika bicara tindak pidana kekerasan seksual, itu bisa diselesaikan secara etik dan atau dengan sistem peradilan pidana,” ujarnya saat ditemui di Kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Minggu (21/4/2024).
Siti menuturkan, ada 14 bentuk kekerasan terhadap perempuan, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, politik, dan sosial. Penyelenggara pemilu pun termasuk dalam salah satu kelompok yang rentan mengalami kekerasan seksual. Hal itu bisa terjadi saat pemeriksaan kesehatan di proses seleksi berupa serangan terhadap tubuh dan seksualitas. Termasuk juga di antaranya kasus dugaan asusila yang dilaporkan anggota PPLN ke DKPP.
Menurut dia, kekerasan seksual, apa pun bentuknya, merupakan tindak pidana. Proses peradilan etik di DKPP pun bisa ditempuh oleh korban karena terduga pelaku ketua KPU merupakan pejabat negara. ”Tetapi ketika itu memenuhi bentuk-bentuk di dalam tindak pidana kekerasan seksual, diselesaikan secara pidana,” katanya.
Meskipun demikian, saat ini Komnas Perempuan masih memantau dan mengikuti perkembangan penanganan laporan dugaan tindak asusila tersebut oleh DKPP. Dukungan kepada korban dan pendamping korban akan diberikan agar bisa menyelesaikan seluruh proses peradilan yang sedang berlangsung. Para pihak pun diharapkan mendukung seluruh upaya yang dilakukan korban.
Sebelumnya, seorang anggota PPLN melaporkan Hasyim ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Laporan disampaikan oleh kuasa hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FH-UI), Kamis (18/4/2024). Waktu kejadian berlangsung sejak Agustus 2023 hingga Maret 2024 di Indonesia dan luar negeri.
Jadi ketika bicara tindak pidana kekerasan seksual, itu bisa diselesaikan secara etik dan atau dengan sistem peradilan pidana.
Dalam laporannya, anggota PPLN itu mengungkapkan bahwa Hasyim antara lain melakukan tindakan-tindakan yang melanggar integritas penyelenggara pemilu atas prinsip jujur dan adil. Hasyim dinilai mengutamakan kepentingan pribadi dan memberikan perlakuan khusus kepada anggota PPLN tersebut dibandingkan anggota PPLN yang lain.
Hasyim juga diduga melakukan tindakan-tindakan yang melanggar profesionalitas penyelenggara pemilu atas prinsip proporsional. Sebab sikap dan tindakan Hasyim yang tidak mengumumkan adanya hubungan atau keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan situasi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas penyelenggara pemilu. Dalam hal ini, Hasyim menjanjikan ikatan perkawinan dengan anggota PPLN tersebut.
Saat dikonfirmasi, Hasyim kembali tidak memberikan komentar banyak. ”Nanti saya tanggapi pada waktu yang tepat, mohon maaf,” katanya melalui aplikasi pesan singkat.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka mengatakan, dugaan tindak asusila yang dilakukan Hasyim merupakan masalah yang serius. Sebab tindakan itu dilakukan oleh pucuk pimpinan KPU dan diduga berulang. Padahal, DKPP telah menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim atas hubungannya dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni.
”DKPP harus memberikan sanksi tegas berupa pemberhentian tetap dari jabatan ketua KPU sesuai petitum. Karena sebagai ketua KPU, tidak hanya bicara soal aspek teknis kepemiluan, tetapi moralitas juga penting,” katanya.
Pada Senin (3/4/2023), DKPP telah menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir bagi Hasyim karena ia terbukti melanggar prinsip profesional dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
Dalam pertimbangan putusan DKPP diuraikan, Hasyim terbukti melakukan pertemuan dan perjalanan dengan Hasnaeni pada 18 Agustus 2022 dari Jakarta menuju Yogyakarta. Keduanya berziarah ke sejumlah tempat di Yogyakarta. Hasyim juga terbukti memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni. Keduanya berkomunikasi secara intensif melalui media sosial untuk berbagi kabar di luar agenda pemilu.
Meski demikian, Hasyim tak terbukti melakukan tindak pelecehan seksual terhadap Hasnaeni seperti yang diadukan. Sebab, tak ada bukti dan saksi yang menguatkan.
Senada dengan Komnas Perempuan, lanjut Mike, KPI juga mendukung langkah penyelesaian dugaan tindak asusila Hasyim melalui jalur pidana. Sebab tindakan Hasyim bisa memenuhi unsur kekerasan seksual yang diatur di UU TPKS. Terlebih jika DKPP tidak bisa memberikan sanksi tegas sehingga tidak memberikan efek jera. Bahkan jika sanksi hanya peringatan keras, tindak kekerasan seksual di lembaga penyelenggara pemilu bisa dianggap sebagai hal biasa.
”Koalisi Perempuan mendukung kalau dugaan tindak asusila yang berproses di DKPP juga dibawa ke ranah pidana. Karena ini, juga penting supaya efek jeranya semakin efektif,” tuturnya.
Lebih jauh, kata Mike, korban membutuhkan perlindungan yang kuat karena berhadapan dengan pejabat negara. Terlebih, korban kasus-kasus kekerasan seksual biasanya diminta bungkam, bahkan mencabut laporannya. Pendampingan psikologis juga dibutuhkan agar korban mampu menghadapi berbagai tekanan.