Sirekap Dikritik di Sengketa Pilpres, Ahli Sebut Data yang Tampil Belum Diverifikasi
Ahli dari KPU mengungkapkan, Sirekap bermasalah karena data yang ditampilkan belum melalui proses verifikasi.
Oleh
IQBAL BASYARI, SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap Komisi Pemilihan Umum mendapat kritik karena data yang ditampilkan belum melalui proses verifikasi. Semestinya data yang ditampilkan dalam Sirekap sudah diverifikasi karena perbedaan tulisan tangan, kualitas kamera, dan pengambilan foto formulir C Hasil Plano dapat mengakibatkan kesalahan konversi data dari tempat pemungutan suara dengan hasil pembacaan di Sirekap.
Marsudi Wahyu Kisworo, ahli yang dihadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (3/4/2024), mengungkapkan, persoalan Sirekap di Pemilu 2024 berakar dari data penghitungan suara tempat pemungutan suara (TPS) yang langsung ditampilkan di laman Sirekap. Padahal, akurasi sistem optical character recognition (OCR) dalam mengonversi data tidak mencapai 100 persen.
Mestinya, data yang ditampilkan di laman Sirekap sudah melalui proses verifikasi. Sementara data yang belum diverifikasi harus ditunda dan diperbaiki agar data yang ditampilkan akurat. Dengan demikian, data rekapitulasi suara yang diberikan kepada publik sudah melalui proses validasi.
”Sejak 2019 saya sudah menyampaikan, mestinya yang ditampilkan di website yang sudah diverifikasi. Data yang sudah terverifikasi ditampilkan di situs web, sedangkan yang belum terverifikasi ditunda dulu, diperbaiki dulu. Mudah-mudahan dilakukan KPU untuk Pemilu 2029 agar tidak ada lagi sidang soal Sirekap,” ujar Marsudi.
Sidang lanjutan perkara PHPU presiden dan wakil presiden digelar dengan agenda pembuktian KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sidang dihadiri kuasa hukum Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD selaku pemohon serta kuasa hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pihak terkait.
Menurut Marsudi, terdapat tiga masalah yang mengakibatkan pembacaan melalui OCR tidak akurat. Hal itu membuat konversi data antara hasil perolehan suara di TPS berbeda dengan yang dibaca dan ditampilkan di Sirekap.
Sejak 2019 saya sudah menyampaikan, mestinya yang ditampilkan di website yang sudah diverifikasi. Data yang sudah terverifikasi ditampilkan di situs web, sedangkan yang belum terverifikasi ditunda dulu, diperbaiki dulu. Mudah-mudahan dilakukan KPU untuk Pemilu 2029.
Pertama, ada perbedaan bentuk tulisan tangan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di 823.220 TPS. Sebagian tulisan tangan bagus dan mudah dibaca oleh sistem, tetapi ada pula yang tulisannya jelek sehingga sulit dibaca. Gaya tulisan masing-masing KPPS untuk menuliskan angka pun berbeda.
Padahal, akurasi OCR dalam mengonversi data tidak mencapai 100 persen. Akurasi OCR di laboratorium 99 persen sehingga masih ada kemungkinan 1 persen error. Sementara itu, jika digunakan di lapangan, akurasinya lebih rendah, yakni sekitar 92-93 persen. ”Jadi ada kemungkinan 7 persen salah ketika OCR mengubah gambar menjadi angka,” kata Marsudi.
Selanjutnya, ada perbedaan kualitas kamera yang digunakan KPPS untuk memotret formulir C Hasil Plano. Ada gawai yang kualitas kameranya baik dan resolusinya tinggi, tetapi ada juga yang kualitas kameranya kurang bagus. Akibatnya, tidak semua foto formulir C Hasil Plano yang diunggah ke Sirekap terlihat jelas. Sebagian remang-remang dan warnanya kekuning-kuningan.
Sementara itu, problem ketiga adalah perbedaan pengambilan foto formulir C Hasil Plano. Sebagian formulir C Hasil Plano yang difoto dalam keadaan terlipat, tidak presisi, dan tidak simetris. Hal ini membuat kualitas gambar berbeda-beda sehingga sulit dibaca sistem.
Meski demikian, selisih persentase hasil perolehan suara nasional yang ditetapkan KPU dengan sejumlah hitung cepat tidak jauh berbeda. Rata-rata selisih perolehan suara dari tiga pasangan capres-cawapres hanya 0,07 persen. Sementara jika dibandingkan dengan penghitungan manual dari sejumlah elemen masyarakat sipil, seperti Kawal Pemilu 2024, Jaga Suara 2024, dan Jaga Pemilu, selisihnya pun di bawah 1 persen.
Di sisi lain, pengembang aplikasi sudah mempersiapkan Sirekap dengan baik. Sebelum aplikasi digunakan secara luas oleh KPPS, pengembang menguji coba aplikasi tersebut hingga yakin bisa berjalan dengan baik. Dalam perjalanannya, pengembang juga mengaudit aplikasi Sirekap untuk memastikan tidak ada penyimpangan.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, KPU tidak memberikan gawai kepada KPPS yang digunakan untuk Sirekap. Gawai tersebut milik pribadi dari anggota KPPS yang ditugaskan untuk mengunggah foto formulir C Hasil Plano ke Sirekap. Dengan demikian, spesifikasi gawai termasuk kameranya berbeda.