Bekas Kepala Basarnas Didakwa Terima ”Dana Komando” Rp 8,6 Miliar
Bekas Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi didakwa menerima dana komando dari rekanan Basarnas hingga Rp 8,65 miliar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi didakwa telah menerima uang yang disebut sebagai dana komando dengan total Rp 8,6 miliar alam kasus suap proyek pengadaan barang atau jasa di lembaga yang dipimpinnya pada 2021-2023. Imbalan tersebut didapat dari para pemenang proyek barang dan jasa di Basarnas sepanjang 2021-2023.
Dakwaan tersebut disampaikan oditur atau jaksa militer, Kolonel Wensuslaus Kapo, dalam sidang kasus dugaan korupsi Basarnas yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Senin (1/4/2024).
Henri didakwa telah menerima hadiah atau janji selaku Kepala Basarnas. ”Padahal, diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” kata Wensuslaus.
Henri disebut telah beberapa kali menerima uang alias dana komando. Di antara uang sebesar Rp 1,4 miliar atau 10 persen dari nilai kontrak proyek public safety diving equipment di Basarnas tahun 2021; uang sebesar Rp 2,13 miliar dari proyek yang sama di Tahun Anggaran 2023; serta uang tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 1,5 miliar.
Oditur mengatakan, total dana komando yang diberikan oleh Roni Aidil, pemilik PT Kindah Abadi Utama, dan Mulsunadi Gunawan, Komisaris PT Sejati Grup, kepada terdakwa selama terdakwa menjabat sebagai Kebasarnas mencapai Rp 8,6 miliar.
”Pemberian tersebut disebabkan adanya permintaan dari terdakwa untuk mengerjakan proyek-proyek yang akan datang,” kata oditur.
Henri didakwa melanggar, pertama, Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); atau kedua, Pasal 12 huruf b UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP; atau ketiga, Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada sidang sebelumnya, para penyuap Henri Alfiandi sudah dijatuhi hukuman oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dua di antaranya adalah Marilya dan Mulsunadi Gunawan dijatuhi vonis hukuman masing-masing 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim. Selain itu, Direktur PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil dihukum 2 tahun dan 6 bulan penjara.