Harvey Moeis Dinilai Hanya Perpanjangan Tangan, Tugas Kejagung Ungkap Sosok di Baliknya
Tugas besar Kejagung mengungkap komprehensif, tanpa tebang pilih, sebagai pembelajaran tak ada kejahatan yang dibiarkan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harvey Moeis, tersangka keenam belas dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan timah pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022 diduga tidak bertindak sendiri, melainkan ada sosok yang lebih tinggi di belakangnya. Untuk itu, penyidik diharapkan menerapkan pasal pidana pencucian uang untuk menelusuri aliran dana yang diduga turut mengalir ke sosok tersebut.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, saat dihubungi, Minggu (31/3/2024), berpandangan, penetapan Harvey Moeis (HM) sebagai tersangka dinilai sudah tepat. Namun, Boyamin mengingatkan, Harvey bukanlah ujung dari para pihak yang diduga terlibat dalam kasus itu.
”HM itu adalah perpanjangan tangan perusahaan yang diduga terkait korupsi dalam kasus tambang timah. Dan, itu ada beberapa perusahaan, tidak hanya satu perusahaan,” kata Boyamin.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menyebut, Harvey merupakan perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin (PT RBT). Harvey diduga telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk dengan menghubungi beberapa perusahaan pengolahan timah (smelter) untuk turut serta dalam pemrosesan timah, yaitu PT SIP, CV VIP (Venus Inti Perkasa), PT SPS, dan PT TIN (Tinindo Inter Nusa).
Kemudian, Kuntadi melanjutkan, Harvey diduga meminta sejumlah perusahaan pengelolaan timah untuk menyetorkan sebagian keuntungan dari kegiatan penambangan timah ilegal dengan dalih sebagai pembayaran dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Dana tersebut dikirim melalui PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE). Manajer PT QSE Helena Lim telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Boyamin, para pihak yang kini duduk sebagai tersangka tersebut tidak melakukan hal itu begitu saja. Di belakangnya ada pihak atau sosok yang disebut berinisial RBS. Boyamin menduga sosok itu menjadi pihak yang mendirikan dan mendanai perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan korupsi tambang timah.
Masih mengenai sosok RBS ini, menurut Boyamin, yang bersangkutan tidak tercatat sebagai bagian dari manajemen perusahaan yang terkait dalam kasus tersebut, baik sebagai direksi maupun komisaris. Sama seperti Harvey, sejumlah petinggi perusahaan swasta yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini disebut Boyamin hanya sebagai kaki tangan.
Sebaliknya, sosok RBS diduga menjadi pemilik sesungguhnya atau penikmat utama keuntungan dari kegiatan penambangan ilegal tersebut. Untuk melacak dugaan tersebut, Boyamin berharap penyidik mengenakan pasal tindak pidana pencucian uang dan menelusuri aliran dana dari kegiatan penambangan timah ilegal itu.
Sebaliknya, sosok RBS diduga menjadi pemilik sesungguhnya atau penikmat utama keuntungan dari kegiatan penambangan ilegal tersebut. Untuk melacak dugaan tersebut, Boyamin berharap penyidik mengenakan pasal tindak pidana pencucian uang dan menelusuri aliran dana dari kegiatan penambangan timah ilegal itu.
”(Hal ini) Karena rangkaian itu kalau dilacak, ya, sederhana. Kalau dilacak aliran uangnya, puncaknya akan sampai ke RBS itu. Di situlah Kejaksaan Agung harus mampu mengungkap itu,” kata Boyamin.
Keterlibatan otoritas
Dugaan masih adanya pihak lain yang terlibat juga diungkapkan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman. Menurut Zaenur, banyaknya tersangka dalam kasus tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan penambangan timah ilegal di sana sudah tampak seperti sebuah mafia pertambangan.
Namun, dari semua tersangka, penyidik belum menyebut dugaan keterlibatan dari otoritas yang membawahkan kewenangan perizinan, pengawasan, dan otoritas penegakan hukum. Oleh karena itu, untuk mengungkap kasus ini secara menyeluruh, penyidik harus membongkar pula dugaan keterlibatan para penyelenggara negara.
”Tidak mungkin kejahatan sebesar ini, yang sudah berlangsung sekian lama dan terjadi di depan mata, tidak terdeteksi oleh otoritas, mulai dari otoritas perizinan, otoritas pengawasan, hingga otoritas penegakan hukum,” kata Zaenur.
Oleh karena itu, Zaenur berharap penyidik menelusuri aliran uang yang mengalir dalam kegiatan penambangan ilegal tersebut untuk menemukan aliran dana yang masuk ke kantong penyelenggara negara. Tidak hanya itu, penyidik juga diharapkan mengungkap dugaan adanya aliran uang ke aktor politik lokal ataupun kaitannya dengan politik nasional.
Tidak mungkin kejahatan sebesar ini, yang sudah berlangsung sekian lama dan terjadi di depan mata, tidak terdeteksi oleh otoritas, mulai dari otoritas perizinan, otoritas pengawasan, hingga otoritas penegakan hukum.
Menurut Zaenur, hal itu penting karena siapa pun yang menerima uang hasil kejahatan harus diproses hukum. ”Ini memang tugas besar bagi Kejagung untuk bisa mengungkap secara komprehensif, tanpa tebang pilih, agar menjadi pembelajaran ke depan bahwa tidak ada kejahatan yang dibiarkan,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, penyidik masih mengembangkan kasus tersebut, termasuk kaitan para tersangka dengan PT Refined Bangka Tin. Terakhir, pada Kamis (28/3/2024), penyidik memanggil dan memeriksa seorang saksi berinisial AGR yang menjabat sebagai Komisaris PT Refined Bangka Tin.