Perebutan Kursi Ketua DPR Dimulai, PDI-P Endus Ada Upaya Golkar Ubah UU MD3
PDI-P ingatkan Partai Golkar agar tak berupaya mengubah mekanisme penetapan ketua DPR yang diatur dalam UU MD3.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
Suasana ruang sidang paripurna seusai pelaksanaan persidangan di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2019). Sidang paripurna tersebut menjadi persidangan terakhir bagi anggota DPR periode 2014-2019. Anggota DPR baru periode 2019-2024 akan dilantik pada Selasa (1/10/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Ketegangan antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar mulai terasa di parlemen. Perebutan kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat disinyalir menjadi penyebabnya. Partai Golkar disebut tengah berupaya mengubah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD demi memuluskan keinginan merebut posisi nomor satu di DPR tersebut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Berdasarkan simulasi konversi suara menjadi kursi menggunakan metode sainte lague, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mendapatkan 110 kursi pada Pemilu 2024. Meskipun berkurang 18 kursi dibandingkan Pemilu 2019, perolehan kursi PDI-P masih menjadi yang terbanyak di antara delapan partai politik (parpol) yang lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2024.
Posisi kedua didapat oleh Partai Golkar. Partai berlambang pohon beringin ini diperkirakan meraih 102 kursi, bertambah 17 kursi jika dibandingkan dengan raihan pada Pemilu 2019.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), posisi ketua DPR menjadi hak partai politik (parpol) peraih kursi terbanyak di DPR. Pasal 427D Ayat (1) UU MD3 menyebut, ketua DPR adalah anggota DPR dari parpol yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) DPR, Hendrawan Supraktikno, Rabu (27/3/2024), mengungkapkan, PDI-P berpeluang besar menduduki kembali kursi ketua DPR. Sebab, dari simulasi konversi suara menjadi kursi, PDI-P diperkirakan mendapatkan kursi terbanyak pertama di DPR.
Namun, belakangan ini Hendrawan mendengar Partai Golkar mulai berupaya mengubah UU MD3. Partai pimpinan Airlangga Hartarto itu bahkan disebut-sebut telah melobi fraksi-fraksi parpol lain di DPR demi mendapatkan dukungan untuk merevisi UU MD3.
”Sudah terdengar (kabar Golkar berupaya untuk merebut kursi ketua DPR dan sudah ada upaya lobi-lobi untuk mengubah UU MD3 demi memuluskan keinginan Golkar tersebut), tetapi simpang siur,” ujar Hendrawan.
Menurut Hendrawan, setiap rencana yang kurang baik biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Akal-akalan seperti itu hanya mengekalkan politik dagang sapi serta tidak menghargai komitmen terhadap pendewasaan demokrasi. ”Kita tidak bisa membangun budaya politik yang berkeadaban jika hanya bermodal naluri kekuasaan semata. Harus ada nurani dan etika politik berstandar tinggi,” ujarnya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto memperingatkan Golkar untuk tidak mengulangi manuver pascapemilu tahun 2014. Saat itu, PDI-P merupakan partai pemenang, tetapi gagal mendapat kursi ketua DPR. Pasalnya, Golkar didukung sejumlah partai kemudian menginisiasi revisi UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3. Salah satu pasal yang direvisi adalah pasal yang mengatur pengisian kursi pimpinan DPR.
Mayoritas fraksi di DPR, kala itu, sepakat mengubah mekanisme penetapan pimpinan DPR. Jika sebelumnya kursi ketua DPR otomatis menjadi hak parpol pemilik kursi terbanyak, saat itu disepakati ketua DPR ditetapkan melalui pemilihan. Pada akhirnya, anggota DPR dari Partai Golkar Setya Novanto terpilih menjadi Ketua DPR.
”Nah, teman yang dari Golkar itu harus belajar dari 2014 karena seharusnya, di dalam norma politik yang kita pegang, tidak bisa undang-undang yang terkait hasil pemilu lalu diubah setelah pemilu berlangsung,” tutur Hasto.
Selain itu, Hasto meminta seluruh parpol untuk membangun kultur politik yang baik, berdasarkan norma dan supremasi hukum. Ia pun menyinggung agar Golkar tak meniru praktik mengubah hukum melalui Mahkamah Konstitusi demi kepentingan tertentu. Praktik yang dimaksud adalah mengubah ketentuan batas usia capres dan cawapres demi meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo. Kala itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi turut mengambil keputusan tersebut.
”Jadi, dari Golkar itu melihat Pak Jokowi saja itu bisa mengubah hukum di MK yang seharusnya tidak boleh diintervensi oleh Presiden ternyata terbukti. Makanya, (menurut pandangan Golkar) jangan-jangan (UU MD3) bisa (direvisi). Itu menunjukkan ambisi, nafsu kekuasaan,” katanya menegaskan.
Jangan pancing sikap dari PDI-P yang tahun 2014 sudah sangat sabar. Pada 2014, kan, ketua DPR bermasalah dan masuk penjara. Ketika etika dan norma diabaikan terjadi karmapala. Itu yang seharusnya menjadi pelajaran.
Hasto juga mengingatkan bahwa ambisi kekuasaan dengan segala upaya merebut kursi ketua DPR ini justru akan menimbulkan konflik sosial. Seluruh simpatisan dan anggota kader PDI-P juga pasti akan melawan. Apalagi, hal itu dilakukan dengan menggunakan instrumen hukum dengan mengubah aturan UU MD3.
”Sehingga jangan pancing sikap dari PDI-P yang tahun 2014 sudah sangat sabar. Pada 2014, kan, ketua DPR bermasalah dan masuk penjara. Ketika etika dan norma diabaikan terjadi karmapala. Itu yang seharusnya menjadi pelajaran. Hormati suara rakyat, jangan biarkan ambisi-ambisi penuh nafsu kekuasaan dibiarkan. Kami ada batas kesabaran untuk itu,” tutur Hasto.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Faisol Riza menyampaikan, belum ada pembicaraan serius mengenai revisi UU MD3. Namun, ia menegaskan bahwa untuk sat ini UU MD3 sulit diubah. ”Sebaiknya, (UU MD3) tetap seperti sekarang,” ucapnya.
Membantah
Sejumlah elite Golkar membantah adanya opsi untuk mengusulkan revisi UU MD3 guna memuluskan intensi partai berlambang beringin itu untuk mendapatkan kursi Ketua DPR. Wakil Ketua Umum Golkar Nurdin Halid bahkan mengklaim hal tersebut belum dibahas.
”Belum ada pembicaraan di internal Golkar tentang hal tersebut,” ujar Nurdin.
Wakil Ketua Umum Golkar Firman Soebagyo juga tak berkomentar saat ditanya mengenai intensi partainya menduduki jabatan Ketua DPR. Ia juga tak menjawab apakah revisi UU MD3 akan dijadikan opsi yang akan diusulkan Golkar.
Namun, Firman menekankan bahwa ketentuan yang ada di UU MD3 saat ini masih berlaku. Sebab, belum ada perubahan yang dilakukan. ”Sampai sekarang, UU MD3 belum diubah. Selama belum diubah, masih mengikuti UU yang berlaku,” ucapnya.