Inisiatif Pribadi Aniaya Warga, Komisi I DPR Usul Psikotes Sebelum ke Papua
Perlu tes psikologi bagi prajurit TNI yang ditugaskan di daerah konflik untuk hindari kekerasan yang diinisiasi pribadi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mengecam keras aksi sejumlah prajurit TNI yang menganiaya warga di Papua. Kasus ini telah mencoreng institusi TNI. Prajurit yang terlibat harus ditindak tegas dan diproses secara hukum. Diusulkan pula, ke depan perlu ada tes psikologi bagi prajurit TNI yang ditugaskan ke daerah konflik. Sebab, kejadian-kejadian semacam itu kerap muncul atas kehendak pribadi, bukan perintah institusi TNI.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Gerindra, Yan Permenas Mandenas, saat dihubungi di Jakarta, Senin (25/3/2024), mengatakan, Komisi I DPR sangat mengecam keras aksi-aksi kekerasan yang dilakukan prajurit TNI terhadap warga di Papua. Selain melanggar hukum, perbuatan tersebut juga sangat mencoreng institusi TNI.
”Terlepas itu merupakan perbuatan pribadi, tetapi status yang bersangkutan adalah TNI. Harus ada tindakan dan sanksi tegas kepada prajurit TNI yang melakukan fungsi dan tugas di luar amanat Undang-Undang TNI,” ujar Yan.
Sebelumnya, dalam video yang beredar sejak Kamis (21/3/2024), sekelompok orang dengan atribut TNI menganiaya warga laki-laki Papua. Di dalam drum berisi air, tangan warga itu diikat. Para pelaku lantas bergantian melayangkan pukulan, tendangan, serta serangan dengan benda tajam dan tumpul.
Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih mengakui kebenaran video prajurit TNI yang diduga menganiaya warga di Papua. Hal ini dipastikan setelah TNI melakukan investigasi terkait kasus ini. Para prajurit itu kini ditahan di kesatuannya.
Terlepas itu merupakan perbuatan pribadi, tetapi status yang bersangkutan adalah TNI. Harus ada tindakan dan sanksi tegas kepada prajurit TNI yang melakukan fungsi dan tugas di luar amanat Undang-Undang TNI.
Yan melanjutkan, proses interogasi seperti itu tidak boleh terjadi, apalagi terhadap masyarakat sipil ataupun seseorang yang terduga anggota kelompok kriminal bersenjata. Proses interogasi seharusnya diserahkan kepada pihak yang berwajib, seperti kepolisian.
”Sebab, yang kita butuhkan bukan menangkap personal, orang per orang, melainkan jejaring untuk memutus mata rantai konflik di Papua selama ini. Jadi, kalau kita lebih mengedepankan emosional secara personal, saya pikir, kita masih terbawa paradigma lama dalam operasi TNI di Papua,” tegas Yan.
Yang kita butuhkan bukan menangkap personal, orang per orang, melainkan jejaring untuk memutus mata rantai konflik di Papua selama ini. Jadi, kalau kita lebih mengedepankan emosional secara personal, saya pikir, kita masih terbawa paradigma lama dalam operasi TNI di Papua.
Keputusan personal
Lebih jauh Yan meyakini, tindakan tersebut merupakan keputusan personal prajurit TNI. Sebab, institusi TNI tidak pernah menginstruksikan prajuritnya untuk berbuat anarkistis semacam itu. Untuk itu, ia mengusulkan, sebaiknya ke depan, aparat yang bertugas di daerah konflik seperti Papua harus menjalani tes psikologi. Dengan begitu, dalam menjalankan tugas, mereka tidak mencoreng institusi TNI.
”Sebab, prajurit yang bertugas di daerah konflik, kalau secara psikologis tidak siap, bisa frustrasi dan melakukan hal-hal di luar fungsi dan tugas mereka seperti saat ini, bisa melakukan kekerasan berlebihan seperti sekarang. Ini tidak boleh terjadi ke depan," katanya.
Ia menuturkan, sudah berulang kali ada oknum anggota yang mungkin dari sisi emosi tak terkendali dan tidak bisa terkontrol. "Sudah begitu, mungkin ada kelalaian komandan juga yang terlibat dalam mengawasi anggotanya sehingga yang seperti ini bisa terjadi dan sangat fatal,” tutur Yan.
Prajurit yang bertugas di daerah konflik, kalau secara psikologis tidak siap, bisa frustrasi dan melakukan hal-hal di luar fungsi dan tugas mereka seperti saat ini, bisa melakukan kekerasan berlebihan seperti sekarang. Ini tidak boleh terjadi ke depan.
Terlepas dari kejadian itu, menurut Yan, operasi keamanan untuk memutus mata rantai konflik di Papua tetap perlu dilakukan. Namun, tidak boleh operasi tersebut didasari aksi balas dendam. ”Kalau aksi balas dendam, mau sampai dunia kiamat pun tidak akan selesai, pasti akan terus-menerus, turun-temurun konflik di Papua tidak akan selesai,” katanya.
Segera diproses hukum
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, menambahkan, prajurit TNI yang menganiaya warga di Papua harus segera diproses secara hukum dan diadili. Dengan begitu, kasus ini bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku dan efek gentar bagi prajurit lain.”Ya, ini harus segera ditindaklanjuti,” tegasnya.
Pun, misalnya, jika warga yang dianiaya tersebut merupakan bagian dari kelompok kriminal bersenjata, harus tetap diinterogasi sesuai protokol dan profesional. ”Intinya semua ada protokolnya,” ucapnya.
Di sisi lain, ia meminta agar komandan para prajurit yang bertugas di Papua secara rutin mengawasi dan mengevaluasi kondisi prajuritnya, terutama dalam setiap operasi. Harapannya, kasus seperti ini tak terulang kembali.