Dua Eks PPLN Kuala Lumpur Menilai Dakwaan Tidak Lengkap dan Kedaluwarsa
Dua dari tujuh terdakwa mengajukan nota keberatan. Salah satunya, perkara dianggap kedaluwarsa.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua terdakwa perkara tindak pidana pemilu, Aprijon dan Masduki Khamdan Muchamad, keberatan dengan dakwaan jaksa penuntut umum. Kedua eks anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur, Malaysia, itu menilai surat dakwaan cacat formal ataupun material karena identitas terdakwa dan uraian dakwaan tidak lengkap serta perkara sudah kedaluwarsa. Sementara itu, jaksa penuntut umum berkukuh, surat dakwaan sudah disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Aprijon dan Masduki merupakan dua dari tujuh eks anggota PPLN Kuala Lumpur yang menjadi terdakwa perkara dugaan pemalsuan data pemilih Pemilu 2024. Bersama dengan lima koleganya, Aprijon dan Masduki menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Pada Kamis (14/3/2024), Aprijon dan Masduki menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi dilangsungkan secara maraton. Tanggapan terhadap eksepsi dibacakan jaksa penuntut umum setelah jeda beberapa saat. Sidang dipimpin Buyung Dwikora sebagai ketua majelis hakim dengan didampingi Arlen Veronica dan Budi Prayitno sebagai anggota majelis.
“Pada dakwaan kesatu, Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena tidak menggambarkan secara utuh dan bulat perbuatan materiil para terdakwa,“ kata kuasa hukum terdakwa Aprijon, Emil Salim, membacakan nota keberatannya.
Emil mengungkapkan, surat dakwaan lebih banyak membahas mekanisme pemilu, bukan tindak pidana pemilu. Oleh sebab itu, dakwaan dinilai lebih tepat disebut sebagai pelanggaran administrasi pemilu karena terkait dengan tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi dalam setiap tahapan pemilu. Surat dakwaan juga dinilai cacat formal karena tidak mencantumkan alamat secara lengkap.
Selain itu, lanjut Emil, laporan panitia pengawas pemilu yang menjadi dasar surat dakwaan dinilai sudah kedaluwarsa. Sebab, pelanggaran yang dilakukan terdakwa disebut berlangsung beberapa kali, yakni pada April 2023, Mei 2023, dan Juni 2023. Sementara itu, penanganan dugaan pelanggaran diatur paling lama tujuh hari sejak dugaan pelanggaran ditemukan.
Emil juga menilai penyidikan oleh kepolisian cacat hukum karena tidak ada berita acara yang ditandatangani Pengawas Pemilu Luar Negeri Kuala Lumpur. Selain itu, ia juga menilai PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara yang terjadi di luar negeri.
Pada dakwaan kesatu, Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena tidak menggambarkan secara utuh dan bulat perbuatan material para terdakwa.
“Memohon kepada majelis hakim, memutus dan menerima eksepsi terdakwa. Memutus surat dakwaan tidak dapat diterima dan dibatalkan demi hukum,“ ujarnya.
Keberatan serupa juga diajukan Masduki melalui kuasa hukumnya, Akbar Hidayatullah. Akbar menyatakan, surat dakwaan terhadap kliennya sudah kedaluwarsa. Sebab, dugaan pelanggaran yang didakwa terjadi pada beberapa rapat pleno PPLN Kuala Lumpur tersebut terjadi pada April, Mei, dan Juni 2023 atau lebih dari jangka tujuh hari penanganan pelanggaran pemilu. Selain itu, dasar dakwaan adalah temuan Panwaslu Kuala Lumpur tentang dugaan penambahan atau pengurangan daftar pemilih.
Sementara, lanjut Akbar, penetapan daftar pemilih sebagaimana didakwakan telah sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) karena telah melalui rapat pleno yang dihadiri semua pihak terkait. Dakwaan pertama dengan kedua juga dinilai kabur karena sebatas menyalin ulang.
“Jelaslah dakwaan penuntut umum kabur, tidak jelas dan cacat hukum,“ ujarnya.
Tanggapan jaksa
Pada sidang lanjutan, tim jaksa penuntut umum yang dipimpin Danang Dermawan menegaskan, keberatan terdakwa Aprijon terkait alamat yang tidak lengkap, tidak mengurangi substansi perkara. Bukan hanya itu, perkara juga tidak kedaluwarsa karena diregistrasi pada 22 Januari 2024 dan diserahkan kepada penyidik kepolisian pada 19 Februari 2024.
Menurut jaksa, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memerlukan tambahan informasi dari sejumlah saksi. Namun, sepanjang 22 Januari-19 Februari, sejumlah saksi sudah telanjur mengambil cuti dan libur sehingga butuh waktu yang lebih panjang untuk mengusut kasus dugaan pemalsuan data pemilih tersebut.
Jaksa juga menyampaikan bahwa perkara kedaluwarsa, yang disampaikan terdakwa Masduki, tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jaksa juga tidak menanggapi penilaian bahwa perkara tersebut masuk pelanggaran administrasi pemilu karena sudah masuk pokok perkara.
“Penasihat hukum tidak membaca surat dakwaan secara utuh dan detail. Tidak betul surat dakwaan itu hanya menyalin ulang,“ kata jaksa.
Oleh karena itu, jaksa meminta majelis hakim memutuskan, surat dakwaan tanggal 8 Maret 2024 telah disusun sebagaimana mestinya dan dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara tersebut. Sebaliknya, jaksa meminta agar keberatan para terdakwa tidak dapat diterima.
Selanjutnya, majelis hakim akan langsung menjatuhkan putusan sela terhadap eksepsi dan tanggapan jaksa penuntut umum tersebut pada hari yang sama.