Bantah Menggusur, Otorita IKN Tetap Akan Pindahkan Warga jika Lahan Diperlukan
Pembangunan IKN dijanjikan tak gusur lahan warga. Namun, bila lahan diperlukan, warga pun tetap akan dipindahkan.
Oleh
NINA SUSILO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otorita Ibu Kota Nusantara menegaskan akan melindungi masyarakat adat di wilayah Nusantara. Namun, saat ada lahan yang digunakan untuk pembangunan, masyarakat tetap akan dipindahkan.
”Bulan Ramadhan ini kita beribadah dulu. Saya kira itu saja, kita utamakan dialog, komunikasi, juga buka bersama dengan tokoh-tokoh adat. Kita tidak akan menggusur secara semena-mena,” kata Kepala Badan Otorita IKN Bambang Susantono seusai Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) IKN di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Sehari sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur mengecam keras surat ancaman OIKN kepada masyarakat adat di IKN. Surat tersebut dikirimkan Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan OIKN yang menyebutkan hasil identifikasi tim gabungan penertiban bangunan yang tidak berizin pada Oktober 2023 dan tidak sesuai tata ruang IKN. Warga pun diberi waktu tujuh hari agar segera membongkar bangunan yang disebut tak berizin dan tidak sesuai tata ruang IKN itu.
Koalisi yang, antara lain, terdiri dari Jatam Kaltim, AJI Samarinda, LBH Samarinda, Aksi Kamisan Kaltim, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim dalam keterangan pers tertulis yang diterima pada Rabu (13/3/2024) menyebutkan, upaya penggusuran dengan dalih pembangunan ibu kota sebagai bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. Pemaksaan pembongkaran bangunan dengan dalih tidak berizin, padahal warga sudah menguasai lahan jauh sebelum IKN direncanakan, juga disebut sama dengan cara penjajah Belanda menguasai tanah rakyat Indonesia. Saat itu, politiknya adalah ”domein verklaring” yang menyatakan, ”Barang siapa tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah, maka tanah menjadi tanah pemerintah.”
Bulan Ramadhan ini kita beribadah dulu. Saya kira itu saja, kita utamakan dialog, komunikasi, juga buka bersama dengan tokoh-tokoh adat. Kita tidak akan menggusur secara semena-mena.
Hak ada dilindungi
Deputi Bidang Sosial Ekonomi OIKN Alimuddin segera membantah adanya surat tersebut. ”Enggak ada, enggak ada. Sudah gugur surat itu. Jangan dilebarin lagi (surat) itu. Kalaupun ada, kita akan sosialisasi ke masyarakat dan saya pikir semua masyarakat di PPU (Penajam Paser Utara) mendukung IKN,” ujarnya seusai Rakornas IKN kepada wartawan.
Dia menambahkan, hak-hak adat akan dilindungi di IKN. ”Tidak ada penggusuran semena-mena. Bahwa pembangunan akan terus berkembang, iya. Tapi, hak-hak masyarakat adat dilindungi. Semua dilindungi di IKN. Jadi, tidak ada kesewenang-wenangan,” ujarnya.
Kendati demikian, dia menjelaskan bahwa ada tata cara pembebasan lahan oleh pemerintah, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam aturan tersebut, ada ganti uang, ganti lahan, permukiman kembali (resettlement), kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disepakati.
Tidak ada penggusuran semena-mena. Bahwa pembangunan akan terus berkembang, iya. Tapi, hak-hak masyarakat adat dilindungi. Semua dilindungi di IKN. Jadi, tidak ada kesewenang-wenangan.
”Intinya tidak ada kesemena-menaan dalam proses pengadaan tanah. Masih akan ada sosialisasi mendalam by name by address,” tuturnya.
Namun, ketika ditanya apakah warga akan dipindahkan ketika lahan akan digunakan untuk pembangunan, hal ini dibenarkan. Jika lahan warga menjadi bagian lahan yang akan dibangun untuk fasilitas negara, kata Alimuddin lagi, warga negara wajib mendukung kebijakan negara. Namun, ini dilakukan tanpa menghilangkan hak-haknya sebagai warga negara.
”Ada UU-nya semua. Masyarakat adat, otorita yang melindungi. Jadi, kalau ada yang menyebut masyarakat adat digusur, itu hoaks,” ujarnya.
Kendala pembebasan lahan
Kami tunggu keputusan dari tim terpadu.
Selain masyarakat adat, pembangunan Bandara VVIP juga masih terkendala pembebasan lahan warga. Menurut Kepala Satgas Pelaksana Pembangunan IKN Danis Sumadilaga, ada sekitar 45 hektar di lahan yang berstatus aset dalam penguasaan (ADP) pemerintah, tetapi ada masyarakat di bagian yang akan menjadi landas pacu Bandara VVIP. ”Kami tunggu keputusan dari tim terpadu,” ujarnya kepada wartawan di sela rakornas.
Sebelumnya, pada 24 Februari 2024, sembilan warga Penajam Paser Utara ditangkap polisi dengan alasan mengancam pekerja proyek di lahan bandara VVIP. Pendamping warga yang ditangkap, yang juga Ketua Umum Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan Maret Samuel Sueken, menjelaskan, lahan yang ditunjuk untuk pembangunan bandara VVIP sudah digarap warga sejak tahun 1965.
Pada tahun 1998, pemerintah pernah memberikan konsesi perusahaan sawit di lokasi tersebut. Setelah diprotes warga, lahan garapan warga tersebut disepakati dikeluarkan dari wilayah konsesi. Hal ini berlangsung sampai 2018 tanpa ada masalah. Namun, setelahnya pemerintah menilai, lahan eks perusahaan sawit ini sebagai lahan telantar dan mengeluarkan hak pengelolaan (HPL) tanah tersebut untuk Bank Tanah.