Baleg Belum Sepakat Ihwal Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemilihan gubernur-wakil gubernur Jakarta harus dipertahankan sebagai penghargaan tertinggi atas aspirasi demokrasi.
JAKARTA, KOMPAS — Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta atau Panja RUU DKJ dari Dewan Perwakilan Rakyat belum mendapatkan titik temu terkait dengan gubernur dan wakil gubernur Jakarta harus dipilih melalui pemilihan langsung atau ditunjuk oleh Presiden. Panja RUU DKJ dari pemerintah berkukuh pemilihan langsung gubernur dan wakil gubernur Jakarta harus dipertahankan sebagai penghargaan tertinggi atas aspirasi daerah berdasarkan asas demokrasi.
Selama sekitar dua jam rapat Panja RUU DKJ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/3/2024), pembahasan lama berkutat soal permasalahan Jakarta sebagai kawasan aglomerasi, mekanisme pemilihan Dewan Kawasan Aglomerasi, hingga batas dan pembagian wilayah Jakarta.
Di sela-sela rapat, sempat ingin dibahas pula Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ mengenai gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD. Untuk mengawalinya, unsur pimpinan Panja RUU DKJ, Achmad Baidowi, meminta pihak pemerintah menjelaskan alasan tidak sepakat dengan usulan draf RUU inisiatif DPR tersebut. Dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diajukan pemerintah, gubernur dan wakil gubernur Jakarta harus dipilih melalui pemilihan langsung.
Baca juga: RUU Daerah Khusus Jakarta Dibahas, Pemerintah Tegaskan Gubernur Tetap Dipilih Langsung
”Nah, apakah kalau (pemilihan gubernur/wakil gubernur melalui) usulan DPRD, itu menjadi tidak demokratis? Draf RUU ini, kan, sudah menjadi usul kelembagaan (DPR). Tetapi, mungkin pemerintah punya argumentasi dan pengalaman lain,” ujar Baidowi.
Nah, apakah kalau (pemilihan gubernur/wakil gubernur melalui) usulan DPRD, itu menjadi tidak demokratis? Draf RUU ini, kan, sudah menjadi usul kelembagaan (DPR). Tetapi, mungkin pemerintah punya argumentasi dan pengalaman lain.
Masyarakat politik
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menjelaskan, demokrasi sebenarnya ada dua, yakni langsung dan tidak langsung. Jika pemilihan gubernur dan wakil gubernur melalui DPRD, itu bisa disebut demokrasi dengan sistem keterwakilan atau demokrasi tidak langsung. Dahulu, pemilihan semacam ini pernah dilakukan.
Namun, saat ini masyarakat Jakarta tak hanya disebut sebagai masyarakat ekonomi dan masyarakat sosial, tetapi juga masyarakat politik. Karena itulah, masyarakat memilih pemimpinnya melalui pemilihan langsung.
Nah, kalau nanti itu berubah menjadi penunjukan, masyarakat tidak lagi berpolitik secara penuh. Karena itu, pemerintah beranggapan, sangat tepat apabila gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta ini adalah dipilih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berarti kembali kepada UU Pemilihan Kepala Daerah.
”Nah, kalau nanti itu berubah menjadi penunjukan, masyarakat tidak lagi berpolitik secara penuh. Karena itu, pemerintah beranggapan, sangat tepat apabila gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta ini adalah dipilih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berarti kembali kepada UU Pemilihan Kepala Daerah,” tutur Suhajar.
Sejumlah pertimbangan lain dari pemerintah juga telah disampaikan dalam DIM RUU DKJ. Pertimbangan pertama, pemilihan langsung oleh rakyat harus dipertahankan dan dikonkretkan sebagai penghargaan tertinggi atas aspirasi daerah untuk memilih kepala daerahnya berdasarkan asas demokrasi. Pertimbangan kedua, peraturan yang berlaku sekarang pun tidak menghambat Jakarta untuk tetap menjadi kota global.
Pertimbangan ketiga, salah satu fungsi DPRD adalah pengawasan. Dengan mekanisme gubernur/wakil gubernur ditunjuk oleh Presiden memperhatikan usulan DPRD, fungsi pengawasan oleh DPRD menjadi tidak efektif.
Pertimbangan keempat, kepala daerah adalah ”kepalanya rakyat” sehingga kepala daerah harus sesuai kehendak atau tradisi rakyat setempat. Tak hanya itu, kepala daerah juga mewakili rakyatnya di dalam dan luar pengadilan.
Pertimbangan kelima, kepala daerah tidak boleh ditunjuk oleh orang lain. Sebab, jika kepala daerah ditunjuk oleh orang lain, kepala daerah tidak mewakili kehendak rakyat setempat, tetapi mengikuti kehendak yang menunjuk kepala daerah tersebut.
Selain itu, pemerintah berpendapat, kepala daerah bersama DPRD berhak membentuk peraturan daerah (perda) yang membebani dan membatasi rakyat. Patut diingat bahwa perda adalah kesepakatan rakyat sehingga tidak boleh dibentuk oleh pihak yang tidak dimandatkan atau tidak sesuai tradisi setempat.
Setelah mendengarkan pertimbangan-pertimbangan pemerintah, sejumlah fraksi menyetujuinya. Anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, misalnya, menegaskan bahwa penjelasan pemerintah sudah tepat.
”Kita, kan, sudah memberikan hak itu kepada warga DKI bertahun-tahun. Hanya karena berubah jadi Daerah Khusus Jakarta lantas hak itu menjadi dicabut, kan, tidak tepat. Karena itu bisa kita setujui pandangan pemerintah agar tetap pemilihan gubernur dan wakil gubernur dipilih langsung oleh rakyat,” katanya tegas.
Anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, pun mendukung pendapat pemerintah tersebut. Ia pun meyakini fraksi-fraksi partai di DPR, termasuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), juga menyepakati pandangan pemerintah. ”Menurut hemat saya, persoalan tentang (pemilihan) gubernur ini sudah satu kesatuan pendapat kita dari DPR, pemerintah, dan DPD. Mudah-mudahan ini menjadi ruang luar biasa bagi kita untuk membahas DIM-DIM berikutnya,” katanya.
Kita, kan, sudah memberikan hak itu kepada warga DKI bertahun-tahun. Hanya karena berubah jadi Daerah Khusus Jakarta lantas hak itu menjadi dicabut, kan, tidak tepat. Karena itu, bisa kita setujui pandangan pemerintah agar tetap pemilihan gubernur dan wakil gubernur dipilih langsung oleh rakyat.
Namun, belum semua ikut berkomentar, rapat diskors selama satu jam karena jeda shalat. Setelah rapat kembali dimulai, Ketua Panja RUU DKJ Supratman Andi Agtas langsung mengungkapkan, setelah mendengarkan pendapat beberapa kelompok fraksi (poksi) parpol terkait jabatan gubernur, ternyata masih ada perbedaan pendapat. Untuk itu, panja sepakat untuk menunda pembahasannya. Untuk diketahui, rapat panja ditargetkan selesai pada 3 April 2024 sehingga RUU DKJ ini bisa dibawa ke rapat paripurna pada 4 April 2024.
”Saya dengar beberapa poksi di dalam, terkait dengan jabatan gubernur itu yang tadinya di draf boleh ditunjuk, tetapi sebagian besar menginginkan itu dipilih. Dipilih ada dua, secara langsung dan dipilih melalui mekanisme DPRD DKI, itu juga demokratis. Dua-duanya demokratis berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945. Makanya, saya bilang, kita pending dulu terkait dengan ini,” ujar Supratman.
Pemilihan Dewan Kawasan Aglomerasi
Satu hal yang disepakati oleh Panja RUU DKJ adalah ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi DKJ ditunjuk oleh presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai klausul tersebut diatur dalam keputusan presiden.
Menurut Supratman, dengan klausul itu, presiden nantinya bebas menunjuk siapa yang bakal menjadi ketua Dewan Kawasan Aglomerasi, baik wakil presiden maupun menteri koordinator. ”Jadi, mau dia (presiden) kasih (mandat) ke wapres atau siapa, tetapi setidaknya problem ketatatanegaraan kita selesai,” ucapnya.
Jadi, mau dia (presiden) kasih (mandat) ke wapres atau siapa, tetapi setidaknya problem ketatatanegaraan kita selesai.
Dalam Pasal 55 Ayat 3 draf RUU DKJ disebutkan, Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden. Klausul ini menjadi polemik di publik karena dikaitkan dengan hasil Pemilihan Presiden 2024. Berdasarkan hasil hitung cepat Pilpres 2024, calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara tertinggi dibandingkan dengan dua kandidat lain. Gibran merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo.
Dalam rapat panja, Taufik Basari sempat mengingatkan, jika Pasal 55 Ayat 3 draf RUU DKJ dipertahankan, itu justru akan bertentangan dengan tata negara dan melanggar konstitusi. ”Problemnya, ketika rumusan UU ini nantinya memberikan kewenangan kepada wapres, maka di hukum administrasi negara, kan, kewenangan atributif, kewenangan yang diberikan oleh aturan perundang-undangan. Artinya tidak sesuai dengan konsep presidensial, menurut konstitusi,” ucapnya.
Jadi, tetap presiden harus tanggung jawab. Masalah nanti pelaksanaannya, yang mengoordinasi siapa, nanti biarlah presiden yang memberi mandat tersebut.
Menurut Taufik, agar tidak melanggar konstitusi, pilihannya tinggal dua, apakah delegasi atau mandat. Menurut dia, UU DKJ nantinya harus membuka ruang bagi presiden untuk mendelegasikan kewenangan atau memberikan mandat kewenangan ini kepada pihak tertentu, siapa pun, baik menteri koordinator maupun wakil presiden, tetapi bentuknya bukan atributif menurut UU.
”Jadi, tetap presiden harus tanggung jawab. Masalah nanti pelaksanaannya, yang mengoordinasi siapa, nanti biarlah presiden yang memberikan mandat tersebut,” tutur Taufik.
Anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, pun mengingatkan agar seluruh pihak tidak menabrak pola aturan dan prinsip-prinsip ketatanegaraan dalam menggodok RUU DKJ. Ia memberikan catatan, jangan sampai Dewan Kawasan Aglomerasi nantinya justru mengintervensi pemerintahan daerah sekitar Jakarta.
Baca juga: RUU DKJ Dibahas, Pasal Kontroversial Penunjukan Gubernur Jakarta Masih Bisa Diubah
”Hati-hati karena bisa mencederai prinsip otonomi daerah. Dewan Kawasan Aglomerasi tidak bisa mengatur Depok, tetapi yang bisa diatur bagaimana hubungan Jakarta dan Depok dalam fungsi meningkatkan Jakarta sebagai kota global,” ucap Mardani.
Tiap kota dan kabupaten, menurut dia, mempunyai independensi sendiri. Urusan Dewan Kawasan Aglomerasi adalah menyinergikan seluruh pemda di sekeliling Jakarta dengan tetap menjaga independensi setiap kota dan kabupaten sekitar Jakarta.
”Sekarang, kan, lagi ramai isu wapres (menjabat Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi). Tugas wapres tidak berat-berat amat di sini. Dia hanya berfungsi sebagai penjembatan, tetapi keputusan independen ada pada tiap otonomi kabupaten dan kota sendiri. DIM kita (DPR) agak berbahaya. Karena jangan sampai kalau pasal ini lolos, maka kita menciptakan monster Frankenstein yang lagi merusak otonomi daerah yang lagi kita bangun,” tegasnya.