Manajemen waktu sidang di Mahkamah Konstitusi membaik sejak pergantian pimpinan. Kebiasaan tertib diharapkan berlanjut.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
Sejak pergantian pimpinan, manajemen waktu sidang di Mahkamah Konstitusi berangsur-angsur membaik. Keterlambatan hingga penundaan persidangan tak lagi terjadi. Kebiasaan tertib dalam persidangan, khususnya saat menangani sengketa pemilihan umum, diharapkan terus berlanjut.
Hakim konstitusi Suhartoyo resmi dilantik sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 November 2023. Ia menggantikan Anwar Usman, mantan Ketua MK, yang dicopot karena pelanggaran kode etik berat saat menangani perkara pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Saat menyidangkan perkara pelanggaran etik Anwar, Ketua Majelis Kehormatan MK (ad hoc) sekaligus mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menegaskan, ketepatan waktu dalam menangani perkara merupakan bagian dari judicial governance. Artinya, tertib bersidang berhubungan dengan tata cara pemberian akses keadilan kepada masyarakat di arena yudisial.
”Kalau dua minggu bisa selesai kenapa harus ditunda-tunda? Justice delayed is justice denied. Jadi, kita harus trengginas, gitu. (Misalnya di jadwal) Pukul 09.00, ya, mulai pukul 09.00,” tutur Jimly saat memimpin sidang, Selasa (31/10/2023).
Jimly pun menyinggung MK saat kepemimpinannya selama lima tahun (2003-2008) yang hanya satu kali ada peristiwa keterlambatan sidang lima menit. Ketika itu terjadi, Jimly meminta maaf kepada semua pihak yang terlibat.
Ketua Perhimpunan Pengacara Konstitusi Viktor Santoso Tandiasa mengatakan, manajemen waktu persidangan di MK mulai tepat waktu sejak empat bulan terakhir. Saat periode kepemimpinan sebelumnya, ia mengaku pernah merasakan molornya jadwal sidang.
Salah satunya adalah jadwal pembacaan putusan sidang uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja yang seharusnya berlangsung pada pukul 13.00, Senin (2/10/2023), tetapi mundur hampir 1,5 jam. Anwar Usman yang saat itu memimpin sidang pun meminta maaf karena ada kesalahan teknis dan jadwal rapat permusyawaratan hakim (RPH).
Meski begitu, Viktor menyebut keterlambatan sidang umumnya disebabkan oleh hal yang sama, yakni jadwal RPH yang sama dengan waktu persidangan. ”Pernah (mengikuti sidang yang terlambat). Tapi, itu biasa karena ada RPH saat akan membuat putusan yang berlangsung bersamaan dengan jadwal sidang. Jadi, tertunda karena itu,” ujar Viktor.
Hari-hari ini, MK diklaim banyak mengalami kemajuan dan perbaikan pada aspek manajemen waktu. Hal ini seperti persidangan yang tepat waktu dan tidak ada lagi penundaan jadwal sidang. Contohnya, rentang waktu yang lama kerap terjadi saat kelanjutan tahap sidang kedua ke sidang ketiga. Prosesnya bisa tertunda hingga tiga bulan.
Kini, semua perkara dari sidang ke-3 hingga ke-6 berlangsung setiap minggu. Misalnya, perkara 135/PUU-XXI/2023 yang ditangani Viktor sempat sidang untuk mendengarkan keterangan ahli pada Rabu (6/3/2024) dan bakal sidang kembali pada Rabu (13/3) mendatang.
”Agenda sidang setiap minggu menunjukkan adanya komitmen dari Ketua MK yang baru untuk menerapkan asas peradilan yang cepat dan sederhana. Dengan demikian, warga yang memohon ke MK bisa segera mendapatkan kepastian hukum,” ucapnya.
Dalam satu bulan, MK kini bisa mengagendakan dua-tiga kali pembacaan putusan. Saat pembacaan putusan pada Kamis (29/2/2024), MK bahkan mengabulkan empat dari 14 perkara. Kondisi ini jarang terjadi di MK dan bakal berpengaruh dalam peningkatan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.
Agenda sidang setiap minggu menunjukkan adanya komitmen dari Ketua MK yang baru untuk menerapkan asas peradilan yang cepat dan sederhana.
Ruang perbaikan
Gugum Ridho Putra, advokat yang juga aktif dalam Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP), menilai, MK lebih rapi dan disiplin dalam penjadwalan sidang. Meskipun belum 100 persen tepat waktu, Gugum merasakan semakin lama sidang lebih tepat waktu.
”Dulu-dulu lebih sering molor. Tapi (makin) ke sini memang lebih rapi. Akan tetapi, kalau dibandingkan sidang di PN (pengadilan negeri), MK sudah paling benar. Kalau di PN, jadwal pukul 10.00, sidang bisa pukul 15.00,” kata Gugum.
Meskipun demikian, Gugum masih menemukan beberapa sidang MK belum tepat waktu meski hanya terlambat beberapa menit. Misalnya, sidang pengujian tentang ketentuan kampanye di dalam UU Pemilu dan pengujian kewenangan koneksitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang molor beberapa menit. Namun, keterlambatan itu dapat dimaklumi karena sidang sebelumnya memang belum selesai.
Dalam sehari, MK menggelar beberapa sidang mulai pagi hingga sore. Terkadang empat perkara dan bahkan tak jarang lebih dari jumlah tersebut.
Mengenai sidang MK yang kini dinilai lebih tepat waktu, juru bicara MK Enny Nurbaningsih mengungkapkan, pimpinan baru (Ketua MK Suhartoyo dan Wakil Ketua Saldi Isra) saat ini memang berkomitmen semua kegiatan dimulai tepat waktu. ”Betul, RPH mulai pukul 08.00 sudah mulai. Benar-benar on time,” kata Enny.
Langkah positif MK untuk tepat waktu diharapkan terus berlanjut dan menjadi kebiasaan. Apalagi, MK bakal mengadili sengketa seputar pemilu yang melibatkan banyak pihak. Dengan jadwal sidang yang terbatas dan banyaknya permohonan, tentu efektivitas waktu berpengaruh krusial.
Menurut Viktor Santoso Tandiasa, kebiasaan tepat waktu MK kini didukung dengan Majelis Kehormatan MK yang sudah permanen. Artinya, ada pengawas yang selalu melihat gerak-gerik hakim, khususnya saat menangani perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU). ”Harapan besar penanganan PHPU di MK bisa berjalan dengan baik,” katanya.
MK diberi waktu 14 hari kerja untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden. Sementara untuk pemilu legislatif, MK memiliki waktu selama 30 hari kerja.
Hal kecil seperti memulai sidang tepat waktu dapat memengaruhi kualitas persidangan MK. Upaya peningkatan mutu yang disandingkan dengan disiplin waktu ini mengejawantahkan pepatah, ”Ikan sepat ikan gabus, lebih cepat lebih bagus.”