Kirim Surat ke Lima Ketua Umum Parpol, 50 Tokoh Desak Hak Angket Diwujudkan
Desakan dari para tokoh dan masyarakat agar DPR mewujudkan hak angket menambah kepercayaan diri sejumlah parpol.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 50 tokoh masyarakat, mulai dari akademisi, aktivis, hingga seniman, berkirim surat kepada para pimpinan partai politik pengusung calon presiden-calon wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar untuk mendesak mereka agar mewujudkan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu. Para tokoh itu menilai, hak angket di DPR penting untuk segera diwujudkan guna merespons keresahan di masyarakat, serta mencegah terjadinya kerusuhan dan pembangkangan sipil pada institusi kekuasaan.
Dari dokumen yang diterima Kompas, surat tersebut perihal permintaan penggunaan hak angket DPR terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Surat tertanggal 8 Maret 2024 itu ditulis oleh berbagai kalangan masyarakat, meliputi ekonom senior Faisal Basri; pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti; dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar; dan dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kemudian, ada Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas; Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi 2015-2019, Saut Situmorang; Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid; Dewan Penasihat IM57+ Institute, Novel Baswedan; pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar; pendiri Watchdoc, Dandhy Laksono; pendiri Museum Omah Munir, Suciwati; pendiri Nalar Institute, Yanuar Nugroho; serta seniman Melanie Soebono dan Pandji Pragiwaksono.
Surat itu ditujukan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu, dan Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono. Surat disampaikan ke sekretariat partai masing-masing pada Sabtu (9/3/2024).
Dalam surat enam halaman itu, pada intinya, para tokoh masyarakat meminta kepada para pimpinan partai tersebut agar mengorganisasikan anggota-anggota fraksinya di DPR untuk menggunakan hak angket guna menyelidiki fakta masifnya kecurangan pada Pemilu 2024. Penggunaan hak angket ini untuk menyelamatkan hasil Pemilu 2024, sekaligus untuk merespons keresahan masyarakat serta mencegah terjadinya berbagai kerusuhan, huru-hara, dan pembangkangan sipil pada institusi kekuasaan.
”Para partai politik memiliki peran penting untuk mengonsolidasi, mengaktivasi pengerahan, dan menggerakkan fraksi-fraksi anggota DPR untuk mengajukan dan melakukan hak angket. Kami sangat meyakini dan mempunyai harapan yang sangat besar, para partai politik akan menyelematkan bangsa ini sehingga dengan sengaja terlibat intensif untuk menjaga hukum, penegakan hukum dan demokrasi, serta demokratisisi di Indonesia dengan menyelamatkan Pemilu 2024,” sebagaimana dikutip di surat itu.
Mereka mendesak para pimpinan parpol untuk segera menggulirkan hak angket karena melihat ada kecurigaaan yang makin meluas dan memvalidasi suatu indikasi kecurangan yang sangat kuat dalam pemilu yang digelar pada 14 Februari lalu. Dalam pemantauan mereka, dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu terjadi bukan hanya pada saat hari pemungutan suara, tetapi sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga pasca-pelaksanaan proses penghitungan suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
”Peristiwa di atas tidak hanya menyakiti hati nurani rakyat, tetapi juga menimbulkan keresahan yang makin meluas di masyarakat,” seperti dikutip dari surat.
Menyikapi hal itu, telah muncul banyak diskursus dengan berbagai ekspresi di kalangan masyarakat ataupun di media sosial. Bahkan, para guru besar dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia juga ikut memberikan pernyataan sikap atas masifnya dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
Kini, ekspresi itu, lanjut pernyataan para tokoh dalam surat, sudah bermetamorfosis menjadi berbagai bentuk aksi demonstrasi berupa tolak kecurangan pemilu. Antusiasme rakyat untuk memilih dan menyambut pemimpin baru, presiden dan wakil presiden, serta anggota DPR seolah menjadi runtuh, ambruk dan roboh karena dugaan kecurangan yang dinilai semakin sempurna, sehingga menimbulkan masifnya kecurigaan di sebagian besar tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Kehormatan presiden
Jika semua fakta kecurangan itu dibiarkan, artinya ada penghinaan terhadap penegakan hukum. Demokrasi juga makin terjungkal dan menjadi terperosok hingga tidak lagi dari, untuk, dan oleh rakyat. Sementara itu, pelaku kecurangan pemilu terus bersimaharajalela dan menjadi kian bengis, serta tak lagi sekadar menghidupkan preseden busuk dan bejat di dalam suatu proses pemilu.
”Kesemuanya itu meninggikan keburukan kekuasaan karena berpijak pada sifat durjana serta sekaligus mendekonstruksi dan mendelegitimasi kehormatan presiden selaku pemimpin negara maupun anggota dewan selaku wakil rakyat,” ujar para tokoh dalam surat.
Akibat lebih lanjutnya, akan berdampak pada hadirnya ketidakpatuhan masyarakat pada pimpinan kekuasaan dan berbagai kebijakan negara yang dihasilkannya. Ini juga dapat menimbulkan histeria yang potensial memicu terjadinya huru hara dan kekacauan di dalam sistem sosial kemasyarakatan.
”Itu sebabnya, tidak ada pilihan lain, kami menilai bahwa kita harus menyelamatkan hukum, penegakan hukum serta demokrasi dan demokratisasi di Indonesia melalui pemilu jujur, adil dan bersih dari praktik kecurangan,” ucapnya. Untuk itu, pengguliran hak angket dinilai sangat penting dan strategi untuk mengungkap orkestrasi kecurangan terhadap proses dan tahapan pemilu yang sangat bertentangan dengan berbagai aturan, termasuk Undang-Undang Pemilu.
Respons parpol
Sejumlah parpol mengaku sudah menerima surat tersebut dan akan segera meneruskannya ke ketua umum masing-masing. ”Saya baru cek,” ujar Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
Ia menyebut, belakangan ini semakin banyak dukungan serupa yang ditujukan kepada Megawati. Sebelumnya, pada 4 Maret 2024, banyak tokoh masyarakat yang juga mengirimkan karangan bunga kepada Megawati. Berbagai pesan disampaikan melalui karangan bunga itu, mulai dari mengapresiasi Megawati yang telah setia menjaga konstitusi dan demokrasi, hingga dukungan kepada PDI-P untuk mengungkap kecurangan pemilu melalui hak angket serta menjadi oposisi di pemerintahan selanjutnya.
”Ini menunjukkan besarnya dukungan para tokoh-tokoh masyarakat yang memberikan dukungan moral untuk melakukan koreksi atas pelaksanaan Pemilu 2024 yang telah mengerdilkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat melalui kecurangan masif dari hulu ke hilir,” ujar Hasto.
Secara terpisah, Sekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim juga menyampaikan bahwa belakangan ini Surya Paloh menerima banyak surat berisi dukungan atas hak angket. ”Hal itu jelas menambah kepercayaan diri dan keyakinan kami akan bergulirnya hak angket sebagai bentuk aspirasi publik yang menginginkan proses pemilu yang jujur, adil, bermartabat, dan terhormat,” ucapnya.
Hermawi mengaku, Nasdem dan partai pengusung Anies-Muhaimin yang lain, seperti PKB serta PKS, tidak membuat naskah akademik sebagai landasan dari rencana pengajuan hak angket ini. Namun, mereka sudah mengumpulkan sejumlah bahan untuk kelak diberikan kepada panitia khusus hak angket.
Wacana hak angket pertama kali disuarakan Ganjar. Wacana itu didukung capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan juga tiga partai politik pengusungnya, yakni Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Pada Jumat (8/3/2024), Mahfud menyampaikan, naskah akademik hak angket tengah disusun partai politik pengusungnya. Hal ini kemudian dibenarkan oleh Hasto Kristiyanto. Tak hanya PDI-P, sejumlah elite Partai Nasdem pun menyampaikan tengah menyiapkan pemenuhan syarat angket.
Berkebalikan dengan kubu Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin, kubu capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menolak hak angket. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, misalnya, melihat hak angket tidak mendesak. Alasannya, tak ada kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.