Khawatirkan Posisi Kader di Kabinet, PDI-P Belum Usulkan Hak Angket
Posisi PDI-P sebagai bagian dari pemerintahan membuat partai itu merasa dilematis saat akan mengusulkan hak angket.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat masih mempertimbangkan banyak hal sebelum mengajukan usulan penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecuranganPemilu 2024. Salah satunya terkait dengan posisi partai di pemerintahan serta keberadaan sejumlah kader di Kabinet Indonesia Maju. Partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019 itu juga masih menunggu hingga hasil rekapitulasi suara sah nasional Pemilu 2024 tuntas dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Hingga hari ketiga Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, Kamis (7/3/2024), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) belum juga mengajukan usulan penggunaan hak angket. Padahal, sikap resmi dari fraksi partai politik pemilik kursi terbanyak di parlemen itu dinanti partai politik lain yang mendukung langkah politis untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 tersebut. Terakhir, anggota Fraksi PDI-P menyuarakan pentingnya menggunakan hak angket melalui interupsi di Rapat Paripurna DPR, Selasa (5/3/2024).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Anggota Fraksi PDI-P DPR, Hendrawan Supratikno, mengakui, tidak mudah bagi PDI-P untuk mengambil keputusan untuk mengajukan hak angket. Sekalipun calon presiden dari PDI-P, Ganjar Pranowo, sejak awal gencar menggulirkan wacana tersebut, hingga saat ini para pemimpin partai berlambang kepala banteng itu masih mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang bakal muncul. Konsekuensi dimaksud, antara lain, terkait dengan posisi partai yang masih menjadi bagian dari pemerintahan.
”Kalau kami mengambil hak angket, apa konsekuensinya? Karena, bagaimanapun masih ada menteri-menteri kami yang ada di kabinet saat ini. Ini dilematis (karena) tidak ada garis demarkasi yang jelas, Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) juga masih memegang KTA (kartu tanda anggota) kita,” kata Hendrawan dihubungi dari Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Ia menambahkan, pertimbangan-pertimbangan itu muncul dalam rapat pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) dari Fraksi PDI-P yang diselenggarakan setelah Rapat Paripurna DPR dua hari lalu. Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto itu, ada begitu banyak pandangan, refleksi, dan evaluasi yang disampaikan terkait dengan hak angket. Akan tetapi, belum ada instruksi dari pimpinan untuk mengajukan angket. Apalagi, saat ini Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P yang juga Ketua DPR Puan Maharani pun masih mengikuti agenda parlemen di Perancis.
Padahal, tambah Hendrawan, sikap partai sangat bergantung pada instruksi pimpinan. ”Di PDI Perjuangan, kan, kalau sudah ada instruksi, tegak lurus. Kalau ini belum ada instruksi, baru mendeskripsikan kalau kita mengambil langkah seperti ini konsekuensinya bagaimana, mengambil langkah yang lain akan seperti apa,” ujarnya.
Meski tidak merinci pembahasan dalam rapat dimaksud, Hendrawan menekankan bahwa dalam jangka panjang semua parpol harus memiliki kemandirian keuangan dan tidak bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketergantungan pada APBN bisa berdampak banyak, termasuk dalam pengambilan keputusan dan perebutan jabatan untuk berada di pemerintahan. ”Bahkan, sampai ada yang bergurau kalau berkoalisi dapat menteri, tidak berkoalisi dapat sprindik (surat perintah penyidikan,” kata Hendrawan.
Kalau kami mengambil hak angket, apa konsekuensinya? Karena, bagaimanapun masih ada menteri-menteri kami yang ada di kabinet saat ini. Ini dilematis (karena) tidak ada garis demarkasi yang jelas, Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) juga masih memegang KTA (kartu tanda anggota) kita.
Saat ditanya apakah PDI-P mendapatkan tekanan atau ancaman kasus hukum agar tidak mengajukan hak angket, ia tidak menjawab. Namun, ia menyebutkan, para pemimpin partai memiliki radius berpikir yang lebih luas.
Tunggu hasil pemilu
Selain posisi di pemerintahan, Hendrawan mengungkapkan, sebagian Fraksi PDI-P di DPR juga masih fokus mengawal perolehan suara di Pemilu 2024. Rekapitulasi suara hasil pemilu masih berlangsung hingga 20 Maret mendatang. Setelah rekapitulasi suara Pemilu 2024 tuntas, parpol juga harus menjaring dan menyaring calon kepala daerah untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Kendati demikian, kata Hendrawan, PDI-P tentu akan merespons jika ada fraksi parpol lain yang sudah lebih dulu mengajukan hak angket. Namun, menurut dia, pengusulan hak angket untuk mengusut kecurangan pemilu harus disiapkan secara lebih matang karena parpol-parpol yang mendukung wacana tersebut belum memiliki substansi dasar yang menjadi pegangan. Berbeda ketika DPR mengajukan hak angket untuk kasus Bank Century pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, DPR mengandalkan dokumen hasil investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selain PDI-P, Fraksi Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mendukung wacana hak angket. Anggota DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, pihaknya sudah mulai mempersiapkan persyaratan yang dibutuhkan untuk mengajukan angket. Persyaratan dimaksud adalah bahan landasan pengajuan angket yang disertai tanda tangan dari anggota DPR lintas fraksi.
Untuk mendukung hal tersebut, hari ini Nasdem mengadakan diskusi yang menghadirkan pakar politik dan hukum untuk membahas urgensi pengajuan hak angket terkait Pemilu 2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta. Agenda serupa akan diselenggarakan di Kantor DPP Nasdem, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
”Artinya, substansinya harus kuat, termasuk juga alasan-alasannya, misalnya pelanggaran undang-undang mana yang terjadi, kebijakan apa yang mau kita selidiki, atau penyalahgunaan anggaran mana yang selama ini terjadi, itu yang harus kita pastikan termuat dalam pengajuan hak angket kita,” kata Taufik.
Mengacu pada Pasal 199 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, hak angket diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat soal materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan penyelidikan.
Tak hanya itu, Taufik mengakui bahwa pihaknya juga berkomunikasi dengan PDI-P. Walaupun Nasdem tidak bergantung pada PDI-P, sikap parpol tersebut dinantikan karena PDI-P memegang peran kunci dalam pengajuan hak angket. Sebab, PDI-P merupakan parpol pemilik kursi terbanyak di DPR.
Walaupun sudah mulai bersiap, Taufik tidak memungkiri partainya juga masih menunggu rekapitulasi suara hasil pemilu tuntas. Karena itu, Nasdem akan lebiih gencar bergerak seusai 20 Maret.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, hak angket merupakan hak yang melekat pada semua anggota DPR untuk menanyakan sebuah permasalahan kepada pemerintah. Angket memang hak setiap anggota DPR, tetapi jika masalah yang disoroti adalah dugaan kecurangan pemilu, hal itu sebaiknya diselesaikan melalui rapat-rapat komisi.
Sebab, pemilu diikuti oleh parpol, diselenggarakan oleh KPU, diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pimpinan lembaga-lembaga tersebut dipilih oleh DPR dan menjadi mitra DPR di komisi terkait. Oleh karena itu, DPR bisa menanyakan langsung seluruh dugaan kepada mereka melalui rapat-rapat komisi.
”Jadi, untuk apa angket diselenggarakan untuk mempersangkakan sesuatu yang kita juga merasakan di lapangan dan bisa kita bicarakan dalam rapat-rapat konsultasi di komisi?” kata Muzani.
Ditanya soal instruksi partai, Muzani mengatakan, Fraksi Gerindra memberikan instruksi kepada para anggotanya bahwa angket tidak diperlukan.
Ia tidak memungkiri, saat ini posisi fraksi yang pro dan kontra angket memang menggambarkan peran koalisi di Pilpres 2024. Sebagai salah satu pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga mendapatkan perolehan suara tertinggi, Gerindra pun terus berkomunikasi dengan parpol-parpol pengusung dua pasangan lawan. Komunikasi dimaksud tidak terkecuali untuk mengajak parpol-parpol tersebut untuk bergabung di koalisi pemerintahan nantinya.
”Komunikasi dengan 01 (kubu pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) dan 03 (kubu pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD) berlangsung lancar, baik, dan produktif. Artinya, ada gayung bersambut, ada pembicaraan-pembicaraan tingkat lanjutan dan akan terus dilakukan. Cuma memang semua pembicaraan kami akan menanti pada keputusan KPU 20 Maret mendatang,” ucap Muzani.