Anggota DPR Sibuk Kawal Suara, Usulan Hak Angket Tak Kunjung Digulirkan
Hingga Rabu (6/3/2024), belum ada satu pun anggota DPR yang menggalang dukungan untuk mengusulkan penggunaan hak angket.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun wacana penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilihan Umum 2024 terus digulirkan, belum ada satu pun anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mengajukan usulan kepada pimpinan DPR. Belum ada pula wakil rakyat yang menggalang dukungan untuk memenuhi syarat minimal pengajuan usulan hak angket, yakni minimal 25 anggota DPR. Situasi itu ditengarai terjadi lantaran para anggota DPR, khususnya mereka yang kembali mencalonkan diri, sibuk mengawal suara.
Di sisi lain, lobi-lobi antar-pimpinan partai dan antaranggota legislatif untuk menahan wacana tersebut juga terus digencarkan. ”Sampai saat ini, belum ada yang meminta tanda tangan,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Padahal, sehari sebelumnya wacana tersebut digulirkan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui interupsi dalam Rapat Paripurna DPR. Dalam agenda yang sama, wacana tersebut kemudian coba dipatahkan oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra dan Partai Demokrat.
Habiburokhman melihat, semangat mengajukan hak angket saat ini berbeda dengan pengalaman sebelumnya. Pada akhir Oktober 2023, anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, juga mendorong DPR menggunakan hak angket untuk mengusut kejanggalan dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Setelah disampaikan di rapat paripurna, Masinton menindaklanjutinya dengan mengedarkan formulir kesediaan anggota DPR untuk ikut mengusulkan hak angket ke komisi-komisi meski hingga hari ini kabar mengenai usulan tersebut tidak lagi terdengar.
Mengacu pada Pasal 199 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, hak angket diusulkan oleh paling sedikit 25 anggota DPR yang berasal dari minimal dua fraksi. Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat soal materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan penyelidikan.
Berdasarkan komunikasi dengan sesama anggota DPR lintas komisi dan lintas koalisi pada Pemilihan Presiden 2024, Habiburokhman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR itu menilai bahwa sebagian besar anggota legislatif masih sibuk di daerah pemilihannya untuk mengawal suara pemilu. Selain itu, dia juga menangkap kesan bahwa para anggota DPR tidak ingin mengajukan hak angket karena menganggap pemilu sudah usai, rakyat pun telah menentukan pilihannya.
”Semangat teman-teman, kontestasi sudah usai, pemilu sudah ada pemenangnya, dan kita hormati apa yang menjadi suara rakyat,” ujarnya.
Habiburokhman melanjutkan, sebagian anggota DPR menginginkan agar sisa masa jabatan hingga Oktober mendatang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah parlemen. Pekerjaan rumah dimaksud adalah menyelesaikan rancangan undang-undang yang belum tuntas atau lebih mengoptimalkan fungsi pengawasan. Dalam waktu delapan bulan, menurut dia, setidaknya setiap komisi bisa merampungkan pembahasan dua rancangan undang-undang.
Semangat teman-teman, kontestasi sudah usai, pemilu sudah ada pemenangnya, dan kita hormati apa yang menjadi suara rakyat.
Wacana penggunaan hak angket semula digulirkan oleh capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, yang menduga ada kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Gagasan tersebut direspons oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan mendapatkan dukungan dari partai politik pengusungnya, yakni Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Sementara itu, parpol pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD bersikap tak sejalan, PDI-P mendukung hak angket sedangkan PPP belum menyatakan sikap.
Berseberangan dengan kubu kandidat nomor urut 1 dan 3, koalisi parpol pengusung capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menolak usulan hak angket. Koalisi yang dimaksud terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga, termasuk Litbang Kompas, perolehan suara Prabowo-Gibran unggul atas dua pasangan kandidat lainnya.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, parpolnya masih fokus pada rekapitulasi suara hasil pemilu. Kemungkinan, PPP baru akan menyatakan sikap resmi setelah rekapitulasi suara selesai pada 20 Maret mendatang. Apalagi, wacana hak angket dinilai baru sebatas diskusi publik yang belum ada kepastian untuk diusulkan.
”Kalau hanya sekadar diskusi di publik terus menjadi wacana itu, kan, menjadi bunga-bunga demokrasi. Konkretnya, ada tidak yang diajukan ke pimpinan? Sampai saat ini, Bu Puan (Ketua DPR dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani) sebagai Ketua DPR pun masih di luar negeri,” ujar Baidowi.
Saling menggoda
Di tengah belum adanya kepastian, upaya untuk meyakinkan para anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Nasdem, PKB, dan PKS untuk mengurungkan niat mengajukan hak angket juga digencarkan. Anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Kamrussamad, mengakui, pimpinan Partai Gerindra berupaya mencegah pimpinan parpol pendukung hak angket merealisasikan wacana penggunaan hak penyelidikan DPR tersebut. Meski tidak merinci komunikasi yang dimaksud, ia memastikan upaya itu dilancarkan dengan mengedepankan semangat persatuan bangsa.
Menurut Kamrussamad, lobi-lobi itu relatif berjalan lancar. Sebab, pimpinan Gerindra memiliki hubungan baik dengan pimpinan parpol pendukung hak angket. ”Pak Prabowo dengan PKS itu kan hubungannya baik, begitu juga dengan PDI-P, apalagi dengan PKB,” ujarnya.
Habiburokhman pun mengaku kerap berkomunikasi dengan anggota DPR dari fraksi lain yang berniat mengajukan angket agar membatalkan niat tersebut. Salah satunya dengan menyampaikan bahwa jika masih ada pandangan bahwa pemilu sarat dengan pelanggaran atau kecurangan, DPR bisa mengambil langkah lain di luar angket, yakni pengawasan mitra kerja komisi. Misalnya, Komisi II DPR dengan memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menjelaskan soal dugaan kecurangan selama pemilu. Begitu pula Komisi III DPR yang bisa memanggil aparat penegak hukum untuk menangani kasus terkait.
Menurut dia, tujuan dari langkah itu sejalan dengan angket, yakni agar kecurangan atau pelanggaran saat pemilu tak terulang di pemilu berikutnya. ”Pemilu perlu kita evaluasi? Harus, caranya seperti apa? Banyak cara lain selain angket,” kata Habiburokhman.
Sementara Gerindra bergerilya meyakinkan para pendukung angket untuk berbalik arah, Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni justru mengajak parpol pengusung Prabowo-Gibran untuk mendukung angket. Menurut dia, penyelidikan atas dugaan kecurangan pemilu itu penting tidak hanya untuk memastikan pemilu berjalan secara jujur dan adil, tetapi juga bisa menjadi legitimasi kemenangan bagi pasangan nomor urut 2 jika terbukti tidak ada kecurangan nantinya.
Menurut dia, pengajuan hak angket semestinya didukung oleh semua parpol yang ada di DPR. Sebab, itu bertujuan untuk memperbaiki pemilu ke depan sekaligus membuktikan bahwa DPR berperan dalam mewujudkan transparansi publik.
”Kenapa mesti takut ya, enggak usah worry semua parpol yang ada di DPR ini kalau penyelidikan untuk me-legitimate yang lebih baik dan transparan, whynot? Masyarakat lebih senang kalau ini penyelidikannya lebih terbuka di DPR. Wah, itu jempol gue kalau semuanya (termasuk parpol pengusung Prabowo-Gibran) ikut dalam itu,” kata Sahroni.