Nama Jokowi dan Airlangga dalam Bursa Ketua Umum Partai Golkar
Airlangga Hartarto mengungkapkan, Presiden Jokowi sudah rapat dan nyaman dengan Partai Golkar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
Musyawarah Nasional atau Munas Golkar, jika digelar sesuai jadwal, masih sembilan bulan lagi. Namun, bursa pencalonan ketua umum sudah mulai menghangat. Ada sejumlah nama yang disebut-sebut akan bertarung memperebutkan kursi Golkar 1 pada Desember nanti. Mulai dari Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian yang kini merupakan Ketua Umum Golkar; kader senior yang saat ini menjabat Ketua MPR Bambang Soesatyo; Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita; hingga Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Bahkan, belakangan muncul rumor Presiden Joko Widodo juga akan menjadi nakhoda partai yang tahun ini genap berusia 60 tahun tersebut. Jokowi yang sejak awal karier politiknya bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) disebut-sebut bakal segera merapat ke Golkar.
Rumor mengenai kemungkinan Presiden Jokowi bergabung ke Partai Golkar tidak ditampik oleh Airlangga Hartarto. Seusai rapat pleno yang digelar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Minggu (10/3/2024) petang, Airlangga mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi dan Partai Golkar memang sudah rapat dan beriringan. Hal itu salah satunya bisa dilihat dari berbagai iklan yang menunjukkan Presiden Jokowi bersama dengan Partai Golkar.
”Itu menunjukkan kedekatan Pak Jokowi dengan Partai Golkar dan kenyamanan Pak Jokowi dengan Partai Golkar,” kata Airlangga.
Setali tiga uang, Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung juga menyebut Jokowi dengan Golkar memang cukup dekat. Ini karena Golkar sedari awal konsisten mendukung pemerintahan Jokowi. Bahkan, menurut Doli, ada seloroh yang mengatakan bahwa Golkar lebih ”Pak Jokowi” dibandingkan partai lain.
Doli mengatakan, seloroh itu sama sekali tak jadi masalah. Sebab, sedari awal Golkar melihat visi dan misi yang diusung Presiden Jokowi sama dengan visi dan misi Golkar. Di sisi lain, ia menilai, Presiden Jokowi nyaman dengan dukungan yang diberikan oleh Golkar.
Doli pun tidak menampik adanya faktor eksternal, termasuk ketokohan Jokowi, yang memberikan pengaruh pada raihan suara Golkar pada pemilu kali ini. Golkar menduga, tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi turut mengerek perolehan suara Golkar. Sebab, publik melihat Golkar punya hubungan baik dengan Presiden Jokowi.
Golkar menduga, tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi turut mengerek perolehan suara Golkar.
Dukungan Golkar terhadap Prabowo sebagai capres, lanjut Doli, juga menambah simpati publik kepada Golkar. ”Suka tidak suka, pilpres (pemilihan presiden) itu juga berefek ke pileg (pemilihan legislatif),” katanya.
Berdasarkan hasil hitung cepat Litbang Kompas, Partai Golkar menduduki posisi kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan perkiraan raihan 14,64 persen suara. Hanya terpaut 2 persen dengan PDI-P yang diperkirakan meraup 16,31 persen suara. Prediksi raihan suara Golkar itu bahkan masih di atas Partai Gerindra yang didirikan dan dipimpin Prabowo Subianto dengan perolehan sebesar 13,7 persen.
Dengan capaian itu, Airlangga menyampaikan terima kasih atas dukungan dan suara yang diberikan kepada Partai Golkar. Berdasarkan hitung cepat ataupun penghitungan suara resmi, perolehan suara Partai Golkar berada sekitar 15 persen.
”Kami juga berterima kasih karena Partai Golkar yang telah memutuskan untuk memberi kemenangan kepada pasangan Pak Prabowo dan Mas Gibran (Rakabuming Raka) juga mendapat kepercayaan rakyat di atas 58 persen. Sekali lagi, itu adalah sebuah keputusan yang dilakukan Partai Golkar dan mendapatkan kepercayaan dari publik,” tutur Airlangga.
Menurut Airlangga, Partai Golkar diprediksi akan memperoleh kursi yang signifikan di parlemen, yakni di atas 100 kursi. Selain itu, Golkar disebutnya menjadi partai pemenang di 15 provinsi. Hal itu menunjukkan soliditas dan kekuatan mesin partai.
Sandaran
Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, berpandangan, Presiden Jokowi ke depan memang memerlukan partai politik sebagai rumah atau sandaran. Dalam konteks itu, Presiden Jokowi memang sangat mungkin bergabung dengan Partai Golkar. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi Jokowi jika ingin menjadi Ketua Umum Golkar, yakni sudah menjadi pengurus partai minimal lima tahun sesuai dengan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai tersebut.
Terkait hal itu, lanjut Ujang, hal yang menarik untuk dicermati adalah waktu penyelenggaraan Munas Golkar. Jika Munas Partai Golkar digelar pada Desember 2024, saat itu Jokowi sudah tidak lagi menjadi presiden. Dengan demikian, kemungkinan intervensi penguasa relatif kecil. Di sisi lain, biasanya tokoh yang ingin maju menjadi ketua umum partai perlu mendapat restu dari presiden. Artinya, restu akan diberikan oleh presiden baru hasil Pilpres 2024.
Karena itu, Ujang memprediksi, Jokowi kemungkinan akan menempatkan orang yang dipercaya untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Sementara itu, jika Jokowi benar-benar bergabung dengan Partai Golkar, mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan ditempatkan di posisi yang tinggi, seperti ketua dewan penasihat.
”Kita lihat munasnya, apakah dilaksanakan di Desember, yang itu berarti berjalan normal dan semua kader Golkar bisa bersaing, atau munas akan dimajukan sebelum Presiden Jokowi lengser, semisal di September,” kata Ujang.