Capres-Cawapres dan Parpol Belum Laporkan Semua Dana Kampanye ke KPU
Laporan KPU menyebut jumlah dana kampanye peserta pemilu terlalu kecil. KIPP meragukan laporan tersebut karena tidak mencakup semua pengeluaran kampanye. ICW menilai pelaporan hanya basa-basi untuk memenuhi kewajiban administrasi.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum baru saja merilis laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye atau LPPDK dari tiap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden beserta partai politik. Jumlahnya dinilai terlalu kecil dan belum mencakup seluruh pengeluaran kampanye peserta pemilu.
Berdasarkan LPPDK, penerimaan pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, senilai Rp 49,34 miliar dan pengeluarannya sebesar Rp 49,34 miliar. Penerimaan pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, senilai Rp 208,2 miliar dan pengeluarannya sebesar Rp 207,57 miliar.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Adapun penerimaan pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, senilai Rp 506,89 miliar dan pengeluarannya sebesar Rp 506,89 miliar. Penerimaan dan pengeluaran pasangan Ganjar-Mahfud ini terbesar dibandingkan pasangan Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran.
Dari sisi parpol, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memuncaki penerimaan dan pengeluaran terbesar, yakni Rp 173,39 miliar dan Rp 173,22 miliar. Disusul Partai Gerindra dengan penerimaan Rp 92,84 miliar dan pengeluaran Rp 92,83 miliar serta Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan penerimaan Rp 80,09 miliar dan pengeluaran sebesar Rp 80,09 miliar.
Posisi dana kampanye terbesar ke-4 diduduki Partai Demokrat dengan penerimaan Rp 73,43 miliar dan pengeluaran Rp 72,27 miliar. Selanjutnya Partai Golkar dengan penerimaan Rp 45,23 miliar dan pengeluaran Rp 45,21 miliar.
Berikutnya, Partai Amanat Nasional (PAN) dengan penerimaan Rp 29,89 miliar dan pengeluaran Rp 25,61 miliar serta Partai Bulan Bintang dengan penerimaan Rp 27,76 miliar dan pengeluaran Rp 27,76 miliar.
Sementara itu, partai lainnya melaporkan dana kampanye dengan penerimaan dan pengeluaran di bawah Rp 25 miliar, termasuk ratusan juta rupiah saja seperti pengeluaran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebesar Rp 800,5 juta dan Partai Ummat sebesar Rp 479,69 juta. Seluruh peserta Pemilu 2024 termasuk calon anggota legislatif DPD bakal diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang sudah ditentukan.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta berpandangan, dana kampanye yang dilaporkan peserta pemilu terlalu kecil dan belum sesuai fakta lapangan. Ada banyak sumber penerimaan dan pengeluaran yang belum termasuk dalam laporan dana kampanye.
”Dana kampanye belum menggambarkan situasi sebenarnya. Pengeluaran-pengeluaran sporadis, seperti modal kampanye calon anggota legislatif dan baliho-baliho di daerah-daerah ini seperti apa?” katanya.
Menurut Kaka, jumlah penerimaan bakal menentukan total pengeluaran dana kampanye peserta pemilu. Namun, ia meragukan apakah peserta pemilu benar-benar mencatat seluruh sumber penerimaan secara mendetail termasuk dari perusahaan dan pemodal. Sebab, pencatatan dana kampanye hingga saat ini masih belum tertib.
Di sisi lain, pengeluaran belum mencakup secara utuh total dana yang digelontorkan. Ia mencontohkan mobilisasi massa di kota-kota besar yang marak pada pengujung kampanye. Biaya panggung, transportasi, operasional, hingga suvenir kepada pendukung banyak yang tidak tercatat secara rinci.
Dana kampanye belum menggambarkan situasi sebenarnya. Pengeluaran-pengeluaran sporadis, seperti modal kampanye calon anggota legislatif dan baliho-baliho di daerah-daerah ini seperti apa?
”Event besar seperti di Gelora Bung Karno, yang pendukungnya diberikan operasional dan telur, misalnya, saya kira tidak utuh pencatatannya sehingga tidak menggambarkan situasi sebenarnya,” katanya.
Kaka juga mempertanyakan mekanisme penghitungan modal produksi baliho-baliho yang masif digunakan peserta pemilu. Secara kasar, ia menyinggung dana kampanye dari 9.917 calon anggota legislatif DPR yang terdaftar sebagai peserta Pemilu 2024. Apabila setengahnya saja menggelontorkan dana Rp 5 miliar, sekitar Rp 24 triliun uang kampanye. ”Ini nilai yang fantastis, tetapi tampaknya tidak terekam,” ujarnya.
Ia berharap KPU bisa memperbaiki sistem pelaporan dana kampanye agar lebih transparan dan mudah diawasi oleh publik. Sebab, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sudah menemukan aroma transaksi janggal dan patut ditelusuri. Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu seharusnya memiliki gambaran besar dana kampanye tiap peserta pemilu lewat sampling.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Seira Tamara, menilai, laporan LPPDK dari peserta pemilu sekadar basa-basi belaka untuk memenuhi kewajiban administrasi. Karena itu, banyak yang tidak tercatat secara serius oleh pelapor.
”Publikasi laporan dana kampanye melalui Sikadeka (Sistem Informasi Kampanye dan Dana milik KPU) yang sebelumnya juga nihil manfaat. Situsnya sering down sehingga data dana kampanye tidak bisa diakses,” katanya.