Bekas Anggota BPK Didakwa Terima Rp 40 Miliar untuk Pengondisian Audit BTS 4G
Bekas anggota BPK, Achsanul Qosasi, meminta Rp 40 miliar agar audit proyek BTS 4G 2021 dinilai Wajar Tanpa Pengecualian.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan nonaktif, Achsanul Qosasi, usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (7/3/2024).
JAKARTA, KOMPAS — Bekas anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, Achsanul Qosasi, didakwa meminta Rp 40 miliar ke Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika atau Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika Anang Achmad Latif. Uang itu diduga untuk pengondisian hasil audit BPK terhadap proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G.
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung, Imron Mashadi, mengungkapkan, Achsanul menyalahgunakan kekuasaannya untuk memperoleh uang 2,64 juta dollar AS atau sekitar Rp 40 miliar. Uang itu diterima Achsanul dari Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama, dengan sumber uang dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, atas perintah Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif.
”Dengan maksud supaya terdakwa Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan Bakti Kominfo supaya mendapatkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak menemukan kerugian negara dalam pelaksaan proyek BTS 4G 2021,” kata jaksa penuntut umum Imron di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dengan didampingi Alfis Setyawan dan Sukartono sebagai hakim anggota. Achsanul dan terdakwa lainnya, Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Sadikin Rusli, mengikuti persidangan dengan didampingi masing-masing penasihat hukumnya.
Suasana sidang perdana dengan terdakwa anggota III Badan Pemeriksa Keuangan nonaktif, Achsanul Qosasi (kiri, membelakangi lensa), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Imron mengungkapkan, hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) 2021 BPK menemukan, proses perencanaan, pemilihan jenis kontrak, dan pelaksanaan kontrak proyek penyediaan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Selain itu, nilai antara kontrak pembelian juga berbeda dengan kontrak payung pembangunan BTS 4G tahun 2021 untuk Paket 1-3.
Hasil pemeriksaan itu juga menemukan adanya potensi pemborosan atas komponen biaya dalam daftar kuantitas kontrak payung sebesar Rp 1,5 triliun. Lokasi lahan pembangunan BTS juga belum seluruhnya memperoleh izin mendirikan bangunan dan didukung dengan surat perjanjian pinjam pakai lahan. Pembangunan BTS 4G di Kepulauan Riau belum didukung dengan amendemen kontrak pembelian. Selain itu, juga ada potensi keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek BTS 4G dan potensi pengenaan denda keterlambatan pada Paket 1 Tahap 1A dan Paket 2 Tahap 1A.
Atas hasil PDTT 2021 dan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Kemenkominfo tahun 2021 pada Bakti Kominfo, Achsanul memanggil Anang pada Juni 2022 di kantor BPK. Achsanul menyampaikan bahwa akan ada PDTT lanjutan terhadap proyek BTS dan meminta Rp 40 miliar ke Anang.
”Terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan, ’Tolong siapkan Rp 40 miliar’, sambil menyodorkan kertas yang berisikan tulisan nama penerima dan nomor telepon. Terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan, ’Ini nama dan nomor telepon penerimanya dan kodenya Garuda’,” kata jaksa. Beberapa hari kemudian, Anang menelepon Irwan dan Windi untuk menyiapkan Rp 40 miliar.
Pada 19 Juli 2022, Achsanul menghubungi Sadikin untuk bertemu seseorang dengan menyebutkan kode ”Garuda”. Sadikin dan Windi bertemu di Hotel Grand Hyatt Jakarta. Windi mengatakan, ”Garuda”, dan Sadikin menjawab, ”Garuda”. Windi menyerahkan koper ke Sadikin. Lalu, Sadikin menyampaikan ke Achsanul bahwa ia telah menerima barangnya.
Sadikin bersama stafnya, Arviana, membuka koper tersebut. Ia melihat koper tersebut berisi uang dengan pecahan 100 dollar AS dengan catatan yang menyatakan Rp 40 miliar. Sadikin pun ke lobi hotel menunggu Achsanul. Sekitar 20 menit kemudian, Achsanul datang. Keduanya naik ke kamar Sadikin dan Sadikin memberikan koper tersebut kepada Achsanul.
Jaksa mengatakan, Anang memberikan uang tersebut karena ketakutan BPK akan memberikan penilaian yang merugikan proyek BTS 4G, seperti kemahalan harga, kelebihan spesifikasi, dan inefisiensi apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi.
Setelah Achsanul menerima uang Rp 40 miliar tersebut, pemeriksaan kepatuhan atas persiapan, penyediaan, dan pengoperasian BTS 4G tahun anggaran 2022 tidak terdapat dalam Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP) Awal Auditorat III C Semester II 2022. Achsanul memberikan disposisi yang menyatakan bahwa kegiatan pemeriksaan pada Auditorat III C diubah menjadi pemeriksaan kepatuhan atas persiapan, penyediaan, dan pengoperasioan BTS 4G tahun anggaran 2022 pada Bakti Kemenkominfo.
”Pemeriksaan kepatuhan atas persiapan, penyediaan, dan pengoperasioan BTS 4G tahun anggaran 2022 pada Bakti Kemenkominfo bertujuan supaya penyelidikan di Kejaksaan Agung dihentikan berdasarkan temuan PDTT tahun 2022 yang tidak menemukan adanya kerugian negara, yaitu supaya PDTT tetap berjalan dan mengimbangi penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung kemudian agar perkara tersebut tidak dinaikkan ke tahap penyidikan,” kata jaksa.
Adapun pada November 2023, Achsanul dan Sadikin telah mengembalikan uang 2,64 juta dollar AS atau sekitar Rp 40 miliar ke Kejaksaan Agung.
Seusai mendengarkan pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum, Achsanul dan Sadikin menyatakan mengerti. Mereka tidak mengajukan keberatan atau eksepsi. Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada Kamis (14/3/2024).