Sidik Dugaan Korupsi Rumah Jabatan DPR, KPK Cekal Tujuh Orang ke Luar Negeri
KPK mencegah tujuh orang ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan korupsi rumah jabatan DPR.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Pekerja mengganti lampu di depan lobi pintu masuk ke ruangan pimpinan DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/3).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mencekal tujuh orang untuk bepergian ke luar negeri terkait penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR. Ketujuh orang yang terdiri dari penyelenggara dan pihak swasta itu diduga terkait dengan dugaan rasuah senilai puluhan miliar rupiah yang tengah disidik oleh KPK.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan, KPK telah mengajukan pencegahan terhadap tujuh orang terkait penyidikan kasus dugaan korupsi rumah jabatan DPR kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Pencegahan itu diajukan agar mereka tetap berada di Indonesia dan tidak melarikan diri ke luar negeri.
”Cegah ini diajukan dan berlaku untuk enam bulan ke depan sampai Juli 2024 serta tentu perpanjangan cegah ini menyesuaikan dengan kebutuhan proses penyidikan,” kata Ali di Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Ali enggan menyebutkan nama tujuh orang yang dicegah pergi ke luar negeri tersebut. Namun, berdasarkan penelusuran Kompas, mereka yang dicegah ke luar negeri di antaranya adalah Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR Hiphi Hidupati, Direktur Utama PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho, Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar, Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni, Project Manager PT Integra Indocabinet Andrias Catur Prasetya, dan Edwin Budiman dari pihak swasta.
Ali mengungkapkan, status perkara dugaan korupsi dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR tahun anggaran 2020 ini telah ditingkatkan menjadi penyidikan. Nilai proyek pengadaan sarana rumah jabatan anggota DPR itu mencapai puluhan miliar rupiah.
Namun, KPK belum bisa menyampaikan secara detail jumlah kerugian negara, konstruksi perkara, pasal yang disangkakan, dan siapa saja tersangkanya. Hal yang pasti, menurut Ali, tujuh orang itu dicegah ke luar negeri agar kooperatif dan selalu hadir dalam setiap panggilan pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Kompas sudah meminta konfirmasi kepada Subkoordinator Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Achmad Nur Saleh terkait siapa saja yang dicegah ke luar negeri dalam perkara ini. Namun, ia tidak bersedia menjelaskan secara rinci.
Begitu pula Sekjen DPR Indra Iskandar tidak merespons saat ditanya mengenai informasi pencegahan ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR.
Pengadaan barang dan jasa itu rawan korupsi di semua tahapan, baik di tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan. Tahap persiapan itu ada perencanaan dan pemilihan.
Sebelumnya, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Agung Budi Santoso menyampaikan, BURT menghargai langkah KPK untuk mendalami kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan DPR.
Akan tetapi, ia berharap semua pihak tetap menghargai asas praduga tidak bersalah dalam melihat kasus tersebut. Apalagi, sampai saat ini KPK belum memberikan penjelasan rinci perkara dugaan rasuah tersebut. Ia meyakini semua proses di DPR sudah dilakukan sesuai ketentuan (Kompas.id, 28/2/2024).
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menduga korupsi ini dilakukan oleh birokrat di Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR. Sama dengan di lembaga lain, pengadaan barang dan jasa di Setjen DPR juga rawan dikorupsi.
”Pengadaan barang dan jasa itu rawan korupsi di semua tahapan, baik di tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan. Tahap persiapan itu ada perencanaan dan pemilihan. Di tahap perencanaan itu biasanya sudah main mata di antara orang-orang yang menyusun anggaran. Biasanya mereka ini para pengguna anggaran,” kata Zaenur.
Ia menjelaskan, para pengguna anggaran bersekongkol dengan para pengusaha. Para kontraktor dibantu makelar yang mengetahui ada proyek yang sedang direncanakan. Makelar itu mencari kesepakatan antara pengguna anggaran maupun kuasa pengguna anggaran dan para kontraktor.
Pada tahap pemilihan penyedia, kata Zaenur, diatur sedemikian rupa sehingga para penyedia barang dan jasa yang sudah membuat kesepakatan sejak awal dimenangkan dalam proses lelang. Dalam pelaksanaan, biasanya didahului dengan persekongkolan permintaan fee dari birokrat. Akibatnya, terjadi pengurangan volume atau barangnya tidak sesuai standar karena adanya beban untuk memberikan fee.
Untuk mencegah korupsi di sektor ini, menurut Zaenur, semua prosedur pengadaan harus dijalani dengan benar. Selain itu, perlu saling mengawasi, termasuk dari pihak eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Publik juga perlu diberikan ruang untuk mengawasi.