Kubu Prabowo Coba Patahkan Interupsi soal Urgensi Hak Angket Pemilu
Saat Rapat Paripurna, anggota DPR dari Gerindra dan Demokrat, mempertanyakan urgensi DPR mengajukan hak angket pemilu.
Oleh
HIDAYAT SALAM, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Interupsi soal pentingnya hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu dari sejumlah anggota DPR di Rapat Paripurna DPR, coba ditangkal oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra dan Demokrat. Fraksi dari partai politik pengusung capres-cawapres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ini, mempertanyakan alasan hak angket perlu diwujudkan oleh DPR.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Kamrussamad, dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/3/2024), menilai usulan hak angket bukan aspirasi dari rakyat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Usulan itu pun dinilainya tidak mendesak karena publik kini lebih membutuhkan penyelesaian terhadap masalah-masalah kesejahteraan guna memenuhi kehidupan sehari-hari.
”Kita melaksanakan enam pemilu dan semua berjalan baik, dari pemilu-pemilu kita terus melakukan pembenahan dan perbaikan, baik dari revisi undang-undang, maupun pelaksanaannya,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar jangan sampai hak angket digunakan sebagai instrumen dan respons dari pihak yang tidak siap kalah dalam pemilu. Dalam menyikapi dugaan kecurangan, lebih baik menempuh jalur-jalur hukum yang sudah disediakan.
Sebelum interupsi dilayangkan oleh Kamrussamad, sejumlah anggota DPR dari Fraksi PDI-P, PKB, dan PKS menyuarakan pentingnya hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu diwujudkan. Pentingnya hak angket disebut sebagai aspirasi dari masyarakat.
Tak hanya Kamrussamad, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron juga mempertanyakan soal urgensi hak angket.
Menurutnya, rencana hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024 harus mempunyai tujuan yang jelas. Hak angket tidak boleh dijadikan sebagai sarana untuk menuduh pihak-pihak lain telah melakukan kecurangan pemilu karena dapat mendegradasi hak suara rakyat.
“Saya berpikir bahwa untuk usulan ini ajukan saja hak angket apa isinya dan itu tentu nanti yang akan kita bahas bersama tidak perlu membangun wacana-wacana kecurangan dan sebagainya,” kata Herman Khaeron.
Ia sepakat proses pemilu harus dikawal dan diawasi secara bersama-sama, termasuk dalam proses rekapitulasi suara Pemilu 2024 yang masih berlangsung saat ini. Bahkan, DPR memiliki tugas dan fungsi untuk mengawasi dan mengawal pelaksanaan pemilu.
Namun, menurut dia, jika hak angket diajukan karena ada kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif, sebaiknya hal itu dibuktikan terlebih dulu. Karena itu, ia kembali meminta fraksi manapun yang ingin mengajukan hak angket sebaiknya tidak membangun narasi kecurangan pemilu.
"Apa sesungguhnya yang akan kita angketkan? Apa yang akan kita selidiki? Harus jelas dulu. Sehingga tidak serta merta bahwa menuduh kecurangan. Kalau brutal, brutalnya di mana gitu. Karena ini yang harus didudukkan kembali supaya tidak ada informasi yang bias kepada masyarakat," tambah Herman.
Seperti diketahui, Gerindra dan Demokrat berkoalisi untuk mengusung capres-cawapres yang berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga unggul di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Adapun usulan hak angket pertama kali disuarakan oleh calon presiden yang diusung PDI-P, PPP, Perindo, dan Hanura, yakni Ganjar Pranowo. Usulan itu disambut capres-cawapres, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan tiga parpol pengusungnya, yakni Nasdem, PKB, dan PKS.
Merujuk jajak pendapat Litbang Kompas yang digelar pada 26-28 Februari 2024, sebanyak 62,2 persen responden menyatakan setuju jika DPR menggunakan wewenangnya untuk menyelidiki dugaan kecurangan di pemilihan presiden (pilpres). Jajak pendapat melibatkan 512 responden dari 38 provinsi.
Meski demikian, dari responden yang setuju pada hak angket, tak semuanya yakin hak angket bakal terwujud. Sebanyak 40,6 persen bahkan tidak yakin hak angket terwujud, dan sebesar 49,5 persen yang yakin hal itu akan terwujud.