Raihan Suara Bersaing Ketat, PPP Menilai Lonjakan Suara PSI Tak Masuk Akal
PPP menganggap lonjakan suara PSI, beberapa hari belakangan, tidak masuk akal.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Solidaritas Indonesia berkejaran untuk dapat menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen dari total suara sah nasional. Kendati masih belum aman lantaran muncul anomali suara pada Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum, baik PPP maupun PSI sama-sama optimistis bisa mendapatkan lebih dari 4 persen suara sah nasional pada Pemilihan Umum 2024.
Berdasarkan data real count di Sirekap KPU per Minggu (3/3/2024) pukul 11.00 WIB, perolehan suara PPP dan PSI bersaing ketat menuju ambang batas parlemen. Jika melihat data terkini, PPP telah memperoleh 3.080.432 suara atau 4,01 persen dari total suara sah yang masuk, sedangkan PSI mendapatkan 2.403.086 suara atau 3,13 persen. Angka raihan itu berasal dari dari 541.655 tempat pemungutan suara atau 65,80 persen dari total TPS yang ada.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Meski sudah melewati ambang batas parlemen, posisi PPP tergolong belum aman. Sebab, jika dilihat beberapa hari belakangan ini, perolehan suara PPP masih terus naik-turun, bahkan sesekali berada di bawah 4 persen dari total suara sah yang masuk. Pada 27 Februari, misalnya, PPP memperoleh 4 persen dengan perolehan 3.058.013 suara. Namun, sepanjang 1-2 Maret, perolehan partai berlambang Kabah itu justru turun. Tercatat, pada 2 Maret, perolehan suara PPP menjadi 3.037.798 suara atau 3,97 persen.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PPP Achmad Baidowi saat dihubungi dari Jakarta, Minggu, mengatakan, jika melihat Sirekap, terjadi anomali khususnya di suara PPP. Pada 28 Februari, suara PPP sudah menyentuh 4 persen, tetapi beberapa hari kemudian justru turun.
”Sementara jumlah TPS yang masuk itu bertambah, kan, harusnya jumlah suaranya bertambah, bukan berkurang. Sementara ada partai lain yang mengalami kenaikan tidak wajar. Bukan persentasenya. Kalau persentase, kan, otomatis, mengikuti jumlah suara. Nah, ini masalahnya suara yang didapatkan itu turun,” ujar Baidowi.
Fenomena ini, kata Baidowi, harus menjadi perhatian bagi KPU. Sebab, hasil pemilu yang sah didapat dari rekapitulasi manual berjenjang yang disaksikan oleh partai politik. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 393 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
”Kami sudah menyampaikan protes ke KPU. Janjinya mau dilihat lagi, mau diperbaiki dan memastikan KPU tidak menggunakan Sirekap dalam basis penghitungan hasil suara partai. Sirekap hanya alat bantu yang tidak memiliki kekuatan hukum,” tegasnya.
Karena itu, PPP mengimbau ke seluruh kader untuk menjaga suara partai. Sebab, dari penghitungan internal, perolehan suara PPP sudah berada di atas ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional. Angka tersebut didapat dari formulir berita acara pemungutan dan penghitungan suara di TPS atau model C atau salinan yang masuk ke PPP.
”Karena itu, semua kader PPP di semua tingkatan harus fokus untuk memastikan suara PPP tidak berkurang ataupun bergeser satu pun ke partai apa pun,” ujar Baidowi.
Juru bicara PPP, Usman Tokan, membenarkan bahwa PPP saat ini tengah fokus mengawal perolehan suara PPP. ”Saat ini, kami juga sudah mempersiapkan tim hukum untuk menampung permasalahan sengketa,” katanya.
Suara PSI dipertanyakan
Ketua Majelis Pertimbangan PPP Rommahurmuziy, dalam unggahan di Instagram miliknya, mempertanyakan anomali suara yang tak wajar dalam Sirekap. Menurut dia, tingginya kenaikan suara PSI tidak masuk akal.
Pria yang akrab dipanggil Romi itu membandingkan perolehan suara PSI pada 1 Maret pukul 17.00 dan pukul 19.00. Hanya dalam dua jam, suara PSI bertambah 19.000 yang berasal dari 110 TPS. Ini berarti, PSI rata-rata mendapatkan 173 suara di tiap-tiap TPS.
”Dengan suara per TPS hanya 300 suara dan partisipasi pemilih rata-rata 75 persen, suara sah setiap TPS ini hanya 225 suara. Artinya, PSI menang 77 persen di 110 TPS itu. Tidak masuk akal!” tegas Romi.
Jika kenaikan suara tak wajar tersebut tidak dikoreksi, PPP akan mengusulkan agar persoalan tersebut menjadi salah satu yang diselidiki melalui penggunaan hak angket DPR. Menurut dia, hak angket untuk menyelidiki problem Pemilu 2024 akan mulai digulirkan pada pekan ini.
”Saya mohon atensi KPU dan Bawaslu secara terbuka dan tindak lanjutnya secara cepat dan saksama,” ujarnya.
Upaya giring opini
Berdasarkan pantauan, beberapa belakangan, ada kenaikan suara yang cukup signifikan untuk PSI. Per 29 Februari 2024 pukul 18.00, perolehan suara PSI masih 2.234.424 suara atau 2,93 persen.
Dengan suara per TPS hanya 300 suara dan partisipasi pemilih rata-rata 75 persen, suara sah setiap TPS ini hanya 225 suara. Artinya, PSI menang 77 persen di 110 TPS itu. Tidak masuk akal!
Kemudian, pada 2 Maret pukul 09.00, perolehan suara PSI terus meningkat menjadi 2.390.480 suara atau 3,12 persen dari total suara sah yang masuk. Hingga akhirnya pada 3 Maret ini, partai yang dipimpin oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, tersebut mendapatkan 2.403.086 suara atau 3,13 persen dari total suara sah yang masuk.
Ketua DPP PSI Sigit Widodo melihat, ada penggiringan opini publik yang sangat masif dengan membuat narasi bahwa PSI tidak akan bisa menembus ambang batas parlemen 4 persen. Semua pihak itu mengacu pada hasil hitung cepat (quick count). Padahal, menurut dia, ada toleransi kesalahan (margin of error) pada hitung cepat.
”Kalau mau diperbandingkan dengan hitung cepat, perolehan suara PSI di Sirekap saat ini bukan yang selisihnya paling besar dibandingkan hasil quick count (sejumlah lembaga survei),” ujar Sigit.
Ia mencatat, justru Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai yang selisih jumlah suaranya tertinggi antara hasil di Sirekap dan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. Jika dibandingkan dengan hitung cepat yang dikeluarkan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), misalnya, selisih suara PKB bisa mencapai 0,86 persen suara.
Di posisi kedua, ada Partai Golkar dengan selisih 0,51 persen suara dan Partai Gelora di posisi ketiga dengan selisih 0,45 persen suara. Sementara perolehan suara PSI di Sirekap saat ini hanya selisih 0,24 persen dengan hasil hitung cepat yang dikeluarkan oleh SMRC.
”Boleh dicek, selisih perolehan suara PSI di Sirekap dibandingkan dengan beberapa hasil hitung cepat, angkanya ada di bawah beberapa partai lain. Bahkan, kalau mengacu ke hasil hitung cepat Charta Politika, selisih suara PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) mencapai 0,29 persen di atas PSI yang hanya selisih 0,21 persen,” ungkap Sigit.
Namun, ia tidak mengerti mengapa yang dipersoalkan publik hanya selisih Sirekap dengan hitung cepat pada perolehan suara PSI. Dari sini, ia melihat ada upaya terorkestrasi untuk mendelegitimasi pemilihan presiden dengan menggunakan pileg. ”Lalu, PSI dijadikan proxy untuk aksi delegitimasi ini,” katanya.
Ada juga penggiringan opini bahwa kenaikan suara PSI ini terjadi karena cawe-cawe Presiden Jokowi. ”Jadi ada indikasi kuat PSI adalah proxy untuk menyerang pemerintah dan mendelegitimasi Pemilu 2024 yang sudah berjalan dengan baik,” ujar Sigit.
Untuk itu, ia berharap, sebaiknya semua pihak menghentikan narasi-narasi dan penggiringan opini semacam ini karena tidak sehat untuk pendidikan dan pendewasaan politik bangsa. Semua pihak diminta menunggu hasil resmi KPU yang menggunakan penghitungan manual berjenjang sesuai ketentuan di UU Pemilu.
Di sisi lain, Sigit optimistis PSI akan meraih suara 4 persen. Ia mengacu pada elektabilitas PSI terakhir sebelum pencoblosan yang sudah di atas 4 persen, termasuk dari survei internal. ”Selain survei elektabilitas, menurut perhitungan internal kami, suara PSI mencapai 4,5 persen. Jadi, kami sangat optimistis,” ujarnya.