Rekapitulasi Suara Nasional Dihadang Ragam Masalah dan Dikejar Tenggat
KPU masih dihadapkan sejumlah masalah untuk menyelesaikan proses rekapitulasi nasional sesuai jadwal.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat sipil mengingatkan Komisi Pemilihan Umum atau KPU untuk menyelesaikan proses rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 sesuai jadwal yang ditentukan pada 20 Maret 2024. Di sisa waktu yang kian mepet, KPU masih dihadapkan sejumlah masalah.
Masalah dimaksud seperti pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, yang belum digelar hingga penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dalam rekapitulasi berjenjang yang memicu keberatan dan sorotan dari para saksi peserta pemilu.
PSU di Malaysia direncanakan digelar oleh KPU dengan dua cara. Selain dengan metode kotak suara keliling yang ditargetkan pada 9 Maret 2024, juga dengan metode tempat pemungutan suara pada 10 Maret 2024.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, saat dihubungi, Sabtu (2/3/2024), menuturkan, PSU di Kuala Lumpur yang sudah diambil alih oleh KPU harus segera terlaksana. Hasil perolehan suaranya harus dapat masuk ke KPU sebelum 20 Maret 2024.
Oleh karena itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga harus mengawasi secara intensif persiapan penyelenggaraan PSU di Kuala Lumpur. ”PSU ini juga merupakan rekomendasi dari Bawaslu. Kalau tenggat yang direncanakan KPU ternyata dilampaui, merupakan pelanggaran berat terhadap administrasi tahapan pemilu,” ujar Titi.
Problem di Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, lanjut Titi, bermula dari kualitas pemutakhiran data pemilih tetap (DPT) yang buruk. Hal ini mengakibatkan data pemilih tidak akurat dan tidak valid. Selain itu, ada masalah sangat besar pada sosialisasi dan akses informasi soal pemilu di Kuala Lumpur.
Akibatnya, banyak pemilih yang tidak terpapar informasi kepemiluan secara memadai sehingga terjadi karut-marut dalam pelaksanaan di lapangan. Kasus tersebut harusnya bisa diantisipasi KPU jika dilakukan koordinasi dengan baik.
”Peristiwa itu bukan hanya merugikan hak pilih warga, melainkan juga menyebabkan terjadinya tindak pidana pemilu yang mengarah pada manipulasi dan kecurangan pemilu,” kata Titi.
Meski PPLN Kuala Lumpur, Malaysia, akan melakukan pemungutan suara ulang, KPU telah menggelar rekapitulasi nasional penghitungan suara yang dimulai dari hasil pemilu di luar negeri di 127 PPLN. Setelah rekapitulasi hasil luar negeri selesai, KPU RI akan melanjutkan rekapitulasi suara nasional di seluruh provinsi di Indonesia.
PSU ini juga merupakan rekomendasi dari Bawaslu. Kalau tenggat yang direncanakan KPU ternyata dilampaui, merupakan pelanggaran berat terhadap administrasi tahapan pemilu.
Menurut Titi, KPU harus memastikan rekapitulasi nasional bisa rampung sesuai jadwal. Proses rekapitulasi nasional yang dimulai lebih awal dengan membahas hasil pemilu luar negeri mestinya menjadikan keseluruhan proses bisa rampung pada 20 Maret 2024.
”Kemampuan KPU untuk sigap dan responsif menyikapi dinamika yang berlangsung selama rekapitulasi akan membantu KPU untuk bisa menyelesaikan seluruh prosesnya secara tepat waktu,” kata Titi.
Selain masalah PSU di Kuala Lumpur yang harus disegerakan, Titi juga melihat persoalan penggunaan Sirekap yang banyak memicu keberatan dan sorotan dari para saksi peserta pemilu saat proses rekapitulasi suara berjenjang.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu, rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan pada empat tingkat. Setelah penghitungan suara di TPS, rekapitulasi dilakukan pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional di KPU RI.
Proses rekapitulasi suara berlangsung selama 35 hari, dimulai dari rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada 15 Februari-2 Maret 2024. Selanjutnya, rekapitulasi dilakukan di KPU kabupaten/kota pada 17 Februari-5 Maret 2024.
Kemudian, pada 19 Februari-10 Maret 2024 rekapitulasi suara digelar di KPU provinsi. Setelah itu, rekapitulasi tingkat nasional dimulai 22 Februari-20 Maret 2024 yang dilakukan oleh KPU RI.
Selain itu, dalam Pasal 112 Ayat (1) PKPU No 5/2024 disebutkan bahwa KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, dan PPLN dalam melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan penetapan hasil pemilu dengan bantuan Sirekap.
”Sirekap menjadi pekerjaan rumah besar bagi KPU selain persoalan teknis pemilu di luar negeri yang cenderung tidak tertib. Faktor pelatihan, koordinasi, dan kendali jarak ikut memengaruhi berbagai problem teknis yang muncul tersebut,” ujar Titi.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menambahkan, KPU telah gagal dalam mengelola manajemen krisis berbagai permasalahan Sirekap yang muncul dalam proses rekapitulasi berjenjang yang saat ini masih berlangsung. Sejak awal, KIPP melihat kegaduhan saat proses rekapitulasi justru bersumber dari Sirekap.
Bahkan, dalam pantauan KIPP di lapangan, ada kerancuan pelaksanaan rekapitulasi manual berjenjang di tingkat kecamatan. PPK ada yang menganggap bahwa proses perhitungan harus disinkronkan lebih dulu dengan Sirekap. Dengan demikian, jika Sirekap bermasalah, harus dilakukan penundaan atau dapat dilakukan rekapitulasi manual secara berjenjang tanpa sinkronisasi dengan Sirekap.
”Respons yang cenderung lambat dan tidak sigap dari KPU, serta ada kebijakan kontroversial menghentikan rekapitulasi manual, serta komunikasi publik yang cenderung tidak komprehensif membuat spekulasi dan kontroversi terus bergulir,” katanya.