Pangkat Jenderal Kehormatan Tanda Jokowi Pererat Relasi dengan Prabowo
Presiden Jokowi membantah penganugerahan pangkat jenderal kehormatan bagi Prabowo Subianto bentuk transaksi politik.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, NIKOLAUS HARBOWO, MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo dinilai ingin mempererat relasinya dengan Prabowo Subianto melalui penganugerahan pangkat jenderal kehormatan. Relasi lebih erat dibutuhkan agar Prabowo yang berpeluang besar dilantik menjadi presiden terpilih bisa mengawal program Jokowi. Tak hanya itu, relasi yang erat juga dibutuhkan di tengah kepentingan partai-partai politik pengusung Prabowo di Pemilihan Presiden 2024.
Presiden Jokowi memberikan kenaikan pangkat kepada Prabowo di sela Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024). Prabowo yang semula berpangkat letnan jenderal (purn) kini resmi naik menjadi jenderal kehormatan (hor). Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 13/TNI/2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat secara Istimewa Berupa Jenderal TNI Kehormatan.
Dalam acara itu, Presiden didampingi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Kepala Staf TNI AD Jenderal Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI AL Laksamana Muhammad Ali, dan Kepala Staf TNI AU Marsekal Fadjar Prasetyo.
Seusai rapim, Presiden menepis anggapan bahwa pemberian pangkat ini bagian dari transaksi politik. ”Kalau transaksi politik, kita memberikannya sebelum pemilu. Ini, kan, (diberikan) setelah pemilu supaya tidak ada anggapan-anggapan seperti itu,” ujar Presiden Jokowi yang didampingi Prabowo saat melayani pertanyaan dari awak media.
Terkait pro dan kontra pemberian penghargaan kepada Prabowo, Presiden menegaskan bahwa penghargaan serupa pernah diberikan, antara lain, kepada Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Keduanya pernah memperoleh gelar itu dari Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid.
Selain itu, Presiden menilai Prabowo layak memperoleh gelar tersebut. Salah satunya karena pada 2022 Prabowo menerima anugerah Bintang Yudha Dharma Utama atas jasanya di bidang pertahanan sehingga memberikan kontribusi yang luar biasa pada kemajuan TNI dan negara.
Pemberian anugerah juga ditekankannya telah melalui verifikasi dari Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang kemudian diusulkan kepada Panglima TNI dan dilanjutkan kepada Presiden. ”Jadi, semuanya berangkat dari bawah. Berdasarkan usulan Panglima TNI, saya menyetujui memberikan kenaikan pangkat secara istimewa berupa jenderal TNI kehormatan,” ujar Presiden.
Atas kenaikan pangkat itu, Prabowo tak berkomentar banyak. ”Kayaknya semakin berat, ya,” ujarnya terkekeh sambil memegang pundaknya yang telah disemati tanda pangkat bintang empat.
Meski Presiden menepis tak ada transaksi politik di balik kenaikan pangkat Prabowo, dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, A Bakir Ihsan, melihat sebaliknya.
Penganugerahan pangkat tersebut dipandang bagian dari upaya Jokowi mempererat relasi dengan Prabowo setelah ia mempersilakan putranya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2024. Pilihan yang jatuh pada Gibran membuat Prabowo meraup banyak suara dari pemilih Jokowi sehingga mengacu pada hitung cepat sejumlah lembaga, Prabowo-Gibran unggul telak atas para pesaingnya.
Bukan tidak mungkin, Bakir melanjutkan, langkah-langkah Jokowi tersebut menjadi bagian dari upaya agar Prabowo selalu ingat terhadap jasa Jokowi. Pesan politik ini dianggap penting karena Jokowi perlu memastikan Prabowo bisa mengawal dan menyelesaikan segala programnya.
Selain itu, relasi yang lebih kuat bisa jadi coba dibangun Jokowi di tengah potensi kuatnya kepentingan partai-partai politik kepada Prabowo-Gibran. Jokowi tak ingin kepentingannya dinomorduakan saat berbenturan dengan kepentingan partai politik, utamanya parpol pengusung Prabowo-Gibran. Namun, terkait hal ini, tidak tertutup kemungkinan Prabowo kelak justru akan mengesampingkan kepentingan Jokowi.
”Perlu diingat, dalam penerapan kebijakan ke depan, presiden terpilih nantinya dipastikan akan menerima banyak pertimbangan lain dari parpol, terutama di DPR. Sementara Jokowi belum definitif, apakah masih di PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) atau bakal pindah partai. Jadi, kekuatan personal (relasi Jokowi-Prabowo) itu akhirnya bisa kalah oleh kepentingan kolektif parpol,” tuturnya.
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, juga melihat langkah Jokowi memberikan anugerah jenderal kehormatan kepada Prabowo sebagai upaya membangun loyalitas Prabowo kepadanya. Sebab, karakter setiap pemimpin ingin selalu independen dan tak berada di bawah bayang-bayang kontrol kekuasaan lain.
”Tentu, ke depan, kita akan uji bersama-sama, sejauh mana Prabowo akan menjaga loyalitasnya pada Jokowi,” ujar Umam.
Berkaca pada dinamika politik di Filipina, Bongbong Marcos Junior menang dan terpilih dalam pilpres Filipina tahun 2022 bersama Sara Duterte, putri Presiden Filipina 2016-2022 Rodrigo Duterte. Namun, kemudian Bongbong dan Rodrigo terlibat dalam perang politik.
”Artinya, loyalitas dalam politik cenderung abstrak. Meskipun, menurut Prabowo, komitmennya melanjutkan program-program Jokowi adalah ’sumpah prajurit’ yang wajib dia jalankan sebagai komitmen patriotik dalam politik dan pemerintahan,” kata Umam.
Problematik
Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menilai, pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo tidak sah dan ilegal. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang TNI tak mengenal bintang kehormatan sebagai pangkat kemiliteran. Bintang sebagai pangkat militer untuk perwira tinggi hanya berlaku untuk prajurit aktif, bukan purnawirawan atau pensiunan.
Jika merujuk pada UU No 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, bintang yang dimaksud dalam UU tersebut adalah bintang sebagai tanda kehormatan. Bintang dimaksud meliputi Bintang Gerilya, Bintang Sakti, Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Jalasena, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa.
”Jadi, bukan bintang sebagai pangkat kemiliteran perwira tinggi bagi purnawirawan militer,” kata Halili.
Problem lain, Prabowo pensiun dari dinas kemiliteran karena diberhentikan melalui KEP/03/VIII/1998/DKP dan Keputusan Presiden (Keppres) No 62/1998, bukan karena memasuki usia pensiun. Alasan pemberhentian Prabowo ialah pertimbangan dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang, antara lain, menyebut bahwa Prabowo memerintahkan penculikan.
”Maka, keabsahan pemberian bintang kehormatan itu problematik. Sebuah kontradiksi jika sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran kemudian dianugerahi gelar kehormatan kemiliteran,” ujarnya.
Lebih dari itu, pemberian gelar kehormatan jenderal bintang empat kepada Prabowo ini juga dinilai merupakan langkah politik Jokowi yang menghina dan merendahkan korban dan pembela HAM, terutama dalam tragedi penculikan aktivis prodemokrasi 1997-1998.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, pun mengingatkan, dalam militer saat ini sudah tidak ada lagi istilah pangkat kehormatan untuk purnawirawan. Hal itu berlaku sejak disahkannya Undang-Undang TNI.
”Dalam UU TNI tidak ada kenaikan pangkat dari purnawirawan ke purnawirawan. Terlebih sejak berlakunya UU TNI, hal itu sudah tidak ada lagi seperti di era Orde Baru,” katanya.
Sebaliknya, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menilai, dasar hukum penganugerahan pangkat jenderal kehormatan bagi Prabowo tak perlu diperdebatkan lagi. Selain karena bukan hal baru, penganugerahan itu juga sudah sesuai konstitusi. Ia mengutip Pasal 10 dan 15 UUD 1945, yang menyebutkan Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI berhak memberi gelar tanda jasa dan kehormatan, serta UU No 20/2009.