Faktor ”Jokowi” Penentu Kemenangan
Jokowi dengan beragam manifestasi politiknya turut menjadi penentu kemenangan Prabowo-Gibran.
Kehadiran faktor ”Jokowi” dengan beragam manifestasi politiknya terbukti turut menjadi penentu kemenangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilihan Umum 2024.
Sedemikian signifikannya keberadaan daya tarik politik Presiden Joko Widodo dalam kalkulasi pilihan para pemilih ini tersimpulkan dari hasil perbandingan survei pascapencoblosan (exit poll) dengan berbagai survei prapemilu yang dilakukan Litbang Kompas secara periodik.
Hasil survei pascapencoblosan yang juga terkonfirmasikan dengan hasil hitung cepat Kompas menunjukkan keunggulan pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran dengan selisih yang signifikan ketimbang lawan politiknya, capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Besaran proporsi keunggulan Prabowo-Gibran sekaligus mengindikasikan pemilihan presiden pada Pemilu 2024 berlangsung dalam satu putaran.
Baca juga: ”Quick Count” Litbang Kompas Dapat Cegah Kecurangan Pemilu
Besaran proporsi dukungan terhadap Prabowo-Gibran tidak terlepas dari semakin menguatnya pilihan pemilih yang sebelumnya merupakan para pemilih Presiden Jokowi dalam Pemilu 2019. Hasil survei pascapencoblosan kali ini menunjukkan, 53,5 persen yang menjadi pemilih Jokowi kali ini menjatuhkan pilihannya kepada Prabowo-Gibran.
Padahal, dalam survei periode sebelumnya, 29 November-4 Desember 2023, dukungan pemilih kepada pasangan ini masih sebesar 40,7 persen. Artinya, dalam waktu dua bulan, Prabowo-Gibran mampu meningkatkan dukungan hingga separuh bagian dari proporsi elektabilitas semula.
Peningkatan dukungan yang sangat signifikan itu tidak terlepas dari migrasi pilihan politik para pemilih, khususnya dari kalangan yang sebelumnya teridentifikasi masih belum punya pilihan capres ataupun kalangan yang terbilang masih bimbang dengan pilihan sebelumnya. Namun, jika dicermati lebih jauh, di balik migrasi pilihan politik yang terjadi, berbagai pertimbangan yang masih bersinggungan dengan keberadaan faktor ”Jokowi” nyata tersirat.
Dibandingkan dengan proporsi dukungan para pemilih Jokowi yang tertuju kepada Ganjar-Mahfud, tampak semakin berjarak. Pada pasangan capres tersebut, proporsi dukungan pemilih Jokowi tidak lebih dari seperlima bagian saja. Begitu pula dibandingkan dengan kondisi dua bulan sebelumnya, hampir tidak terjadi peningkatan dukungan dari para pemilih Jokowi kepada pasangan Ganjar-Mahfud.
Di sisi lain, pasangan Prabowo-Gibran juga mendapatkan surplus dukungan dari para pemilih yang dalam Pemilu 2019 juga menjadi pemilih Prabowo. Hasil survei pascapencoblosan menunjukkan, setidaknya 57,1 persen pemilih menjatuhkan pilihan kepada Prabowo-Gibran.
Dalam survei prapemilu pada Desember 2023, dukungan terhadap pasangan ini baru tercatat 43,8 persen. Dengan demikian, selain faktor Jokowi, penopang keunggulan Prabowo-Gibran terjadi pula akibat penguatan dukungan dari para pemilih Prabowo pada pemilu lalu.
Baca juga: ”Quick Count” Litbang Kompas: Pilpres Satu Putaran, Prabowo-Gibran Unggul
Pemerintahan Jokowi
Adanya hubungan keberadaan faktor ”Jokowi” terhadap peningkatan elektabilitas Prabowo-Gibran juga tecermin dalam penilaian pemilih terhadap keberhasilan kabinet pemerintahan Jokowi selama ini. Seperti juga pada survei periode sebelumnya, kali ini derajat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah terbilang tinggi, dinyatakan oleh sekitar tiga perempat bagian responden.
Pada saat yang sama, hasil survei juga menunjukkan tidak kurang dari 62,6 persen responden yang merasa puas terhadap kinerja pemerintah tersebut menjatuhkan pilihan politiknya kepada pasangan Prabowo-Gibran. Padahal, kondisi dua bulan sebelumnya, dukungan terhadap Prabowo-Gibran baru didapatkan dari sekitar 42,9 persen dari kalangan yang puas terhadap kinerja pemerintah.
Berbeda dengan kondisi Prabowo-Gibran, tak tampak adanya peningkatan pemilih yang signifikan pada pasangan Ganjar-Mahfud ataupun Anies-Muhaimin. Bahkan, yang terjadi, terdapat kecenderungan penurunan dukungan dari kalangan yang puas terhadap kinerja pemerintahan pada Ganjar-Mahfud. Dari sebelumnya masih 18,1 persen yang menjadi pendukung kini menjadi sebesar 16,3 persen.
Pada pasangan Anies-Muhaimin, kecilnya dukungan dari para pemilih yang memberikan apresiasi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi diikuti oleh besarnya dukungan dari para pemilih yang merasa tidak puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi.
Semua ini sekaligus mengonfirmasi pilihan politik pasangan Anies-Muhaimin yang berseberangan langkah dengan pemerintahan Jokowi sejalan dengan karakteristik para pendukungnya.
Perubahan proporsi dukungan pemilih pada ketiga pasangan capres yang ditandai oleh pengaruh faktor ”Jokowi” menjadi semakin nyata tatkala ditelusuri dari jalannya dinamika politik pemilu yang kian mendekat.
Belakangan, semakin intensifnya kehadiran Presiden Jokowi di berbagai pelosok negeri acap kali dilekatkan dengan tudingan keberpihakan Presiden kepada salah satu pasangan capres-cawapres. Pewacanaan terhadap netralitas Presiden pun kian bergema, baik dari sisi legalitas hukum maupun tataran etik.
Dalam pandangan publik, kehadiran Presiden dalam berbagai aktivitas kunjungan kerjanya pada masa kampanye pemilu tidak lepas dari perdebatan.
Bentuk lain dari keberadaan dan pengaruh Presiden Jokowi di tengah persaingan antarpasangan capres-cawapres juga tampak dalam sorotan pembagian bantuan sosial (bansos) pemerintah kepada masyarakat. Kendati bansos menjadi program pemerintahan Jokowi, dalam momen pemilu, banyak kalangan menganggap program tersebut sebagai bagian dari upaya Presiden menarik simpati politik publik.
Beragam manifestasi politik di atas semakin menguatkan adanya pengaruh faktor ”Jokowi” yang menggerus persaingan politik saat puncak pemungutan suara pemilu. Semua ini semakin memperjelas pemandangan politik dalam pemilu kali ini yang tidak lagi hanya sebatas pada persaingan penguasaan dukungan pemilih sebagai hasil dari kerja kekuatan politik tiga pasangan capres-cawapres ataupun partai politik yang tengah berkompetisi.